Kecelakaan Menurun, Macet Justru Kian Parah
A
A
A
JAKARTA - Angka kecelakaan selama mudik dan arus balik Lebaran 2015 menurun dibandingkan 2014, namun kemacetan masih menjadi persoalan mendasar. Kemacetan berjam-jam yang tahun lalu terjadi di jalur pantai utara (pantura) Jawa Barat (Jabar) kini berpindah ke Jawa Tengah (Jateng).
Keberadaan tol Cikopo-Palimanan (Cipali) seolah menjadi solusi kemacetan selama arus mudik dan balik Lebaran2015. Namun, itu hanya terjadi di wilayah pantura Jabar. Sesuai prediksi sebelumnya, kemacetan parah saat mudik justru terjadi di pantura Jateng tepatnya di wilayah Brebes dan Tegal, sedangkan pada arus balik wilayah Batang dan Pekalongan menjadi titik kemacetan meski tidak separah Brebes dan Tegal.
Meskipun wilayah Brebes menjadi titik kemacetan tahun ini, Kasat Lantas Polres Brebes AKP Rendy Andy Julikhlas mengaku pihaknya sudah maksimal mengantisipasi kemacetan. Rendy mengaku langkah rekayasa lalu lintas sudah dilakukan maksimal meski tidak melakukan contraflow seperti yang dilakukan kepolisian Tegal.
“Kondisi jalur pantura minim penerangan dan merupakan jalur cepat. Kalau dilakukan contraflow, itu bahaya dan terlalu rentan,” kata Rendy kemarin. Rendy mengaku pihaknya juga sudah melakukan sosialisasi tentang jalur alternatif kepada pemudik, namun kurang diminati. Kondisi jalan yang tidak terlalu lebar juga menjadi alasan kenapa kemacetan parah terjadi di wilayah Brebes.
Kemacetan parah yang terjadi di wilayahnya, menurut Rendy, disebabkan daya tampung jalan di Brebes tidak sebanding dengan jalan tol Cikampek dan Cipali. “Kapasitas jalan pantura hanya 1/4-nya untuk menampung semua kendaraan yang keluar dari tol. Jadi wajar ada ketersendatan,” kata Rendy.
Dia mengakui permasalahan serupa akan dihadapi pada arus mudik dan balik Lebaran tahun depan. Ini karena pembangunan ruas tol Pejagan- Pemalang baru bisa dioperasikan hingga Pemalang pada akhir 2018. Rendy mengakui bahwa Brebes tidak mempunyai jalur alternatif atau jalan lingkar seperti wilayah Pemalang.
Saat ini pembangunan jalan lingkar utara (jalingut) diwilayah Brebes hingga Tegal sepanjang 17,3 km masih terbengkalai sejak 2012 karena persoalan hukum. Keberadaan jalingut diyakini bisa memecah kemacetan saat musim mudik Lebaran. Salah seorang pemudik, Edi Purwanto, mengatakan bahwa kemacetan pada arus mudik tahun ini merupakan pengalaman terburuk selama melakukan mudik Lebaran. “Macet paling parah terjadi di wilayah Brebes,” katanya kemarin.
Selama terjebak kemacetan di Brebes, Edi menyayangkan kurang siapnya aparat kepolisian dalam mengantisipasi melonjaknya kendaraan. Hal itu ditunjukkan dengan tidak adanya langkah rekayasa lalu lintas di sepanjang jalur pantura Brebes ketika terjadi puncak kepadatan. Rekayasa lalu lintas hanya terlihat di jalur pantura Kota Tegal.
Alex, pemudik lainnya, mengaku terjebak kemacetan lebih dari tujuh jam di wilayah Brebes karena kendaraan pemudik menumpuk tanpa bisa terurai. “Macetnya di Brebes saja. Kota Tegal sampai Pemalang lebih lancar karena polisinya lebih sigap dan terlihat kerjanya,” ujar dia.
Dia menilai perjalanan mudik yang dilakoninya tahun ini merupakan rekor baru dalam hal waktu tempuh perjalanan dari Jakarta hingga kampung halamannya di Kediri. “Biasanya paling lama itu 36 jam. Ini sampai 48 jam atau dua hari,” ujarnya.
Abdul Hakim, pemudik lainnya, mempunyai pengalaman mudik yang hampir sama. Sekitar pukul 15.00 WIB mobil yang dikendarainya masuk jalur pantura Brebes, Hakim baru bisa keluar dari Tegal pukul 02.00 dinihari.“Macet mulai terjadi di Bulakamba, kemudian di exittol Pejagan-Pemalang,” katanya.
Meski kemacetan masih menjadi cerita pemudik, Kementerian Perhubungan mengklaim, mudik dan arus balik Lebaran 2015 ini lebih baik dari 2014. Indikatornya yang digunakan adalah jumlah kecelakaan yang menurun serta jumlah korban baik meninggal dan luka-luka juga turun (lihat info grafis).
Selain itu, Kemenhub juga mengklaim pelayanan angkutanumumtahuninilebih baik dari tahun lalu. “Saya kira kami sudah berupaya maksimal di mana, para stakeholder seperti kepolisian, pengelola jalan tol, pemerintah daerah, hingga stakeholder sektor transportasi lainnya kami rangkul dan meningkatkan kualitas pelayanan mudik tahun ini,” kata Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemenhub Julius Adrivida Barata kepada KORAN SINDO di Jakarta kemarin.
Staf Khusus Menteri Perhubungan Bidang Keterbukaan dan Informasi Publik Hadi M Djuraid mengatakan hampir seluruh moda transportasi angkutan umum mengalami penurunan dibandingkan tahun lalu. “Kecuali untuk angkutan udara domestik yang naik 8,82% dan angkutan kereta api naik 0,34%. Dan ini untuk pertama kalinya jumlah angkutan udara domestik dan internasional mengalahkan jumlah angkutan kereta api,” katanya.
Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia Danang Parikesit menilai, statistik kecelakaan lalu lintas terutama pada musim mudik Lebaran tahun ini masih perlu ditingkatkan. Di sisi lain, data dan statistik tersebut seharusnya menjadi referensi kebijakan mengenai sektor moda transportasi. “Bagi kita, yang penting adalah karakteristik kecelakaan dan penyebab korban meninggal serta lokasi kejadian kecelakaan, apakah spesifik atau bersifat merata,” ujar dia dihubungi KORAN SINDO kemarin.
Menurut dia, dari sisi jalur tol harus ada evaluasi dan audit menyeluruh karena jumlah kecelakaan, khususnya untuk jalan baru yang dibuka cukup tinggi. “Tentu kita ingat waktu tol Jakarta-Cikampek dibuka, Jakarta-Bandung di km 90 maupun km 100, terdapat angka kecelakaan dan korban meninggal yang cukup besar untuk kemudian kita perbaiki,” ujar dia.
Sementara itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyatakan selama H- 7 dan H+7 mudik Lebaran masih menyisakan bencana. Jumlah korban tersebut, menurut YLKI, bisa dikatakan sebagai bencana nasional. “Sungguh aneh jika Kementerian Perhubungan mengklaim bahwa mudik Lebaran tahun 2015 dinyatakan berhasil hanya melihat dari menurunnya jumlah korban kecelakaan dengan persentase 8%,” kata Tulus Abadi, pengurus harian YLKI, di Jakarta kemarin.
Penurunan angka laka lantas itu, menurut Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Pol Suharsono, merupakan bukti dari kesiapan aparat dan pemerintah dalam pengamanan Operasi Ketupat 2015, serta didukung dengan adanya peningkatan kesadaran lalu lintas para pemudik. “Peningkatan volume kendaraan tanpa dibarengi kesadaran lalu lintas, akan fatal. Sesama pemudik harus menjaga toleransi, jangan asal serobot,” katanya.
Sementara terkait laka lantas yang masih didominasi pengendara sepeda motor, Suharsono menandaskan pihaknya bersama pemerintah sudah berupaya menurunkan jumlah pemudik dengan menggunakan sepeda motor, di antaranya dengan penyediaan transportasi mudik dan pengangkut sepeda motor gratis oleh sejumlah instansi. Namun, upaya itu ternyata belum mampu menekan jumlah pengguna sepeda motor secara signifikan.
Farid firdaus/ Ichsan amin/Khoirul muzakki
Keberadaan tol Cikopo-Palimanan (Cipali) seolah menjadi solusi kemacetan selama arus mudik dan balik Lebaran2015. Namun, itu hanya terjadi di wilayah pantura Jabar. Sesuai prediksi sebelumnya, kemacetan parah saat mudik justru terjadi di pantura Jateng tepatnya di wilayah Brebes dan Tegal, sedangkan pada arus balik wilayah Batang dan Pekalongan menjadi titik kemacetan meski tidak separah Brebes dan Tegal.
Meskipun wilayah Brebes menjadi titik kemacetan tahun ini, Kasat Lantas Polres Brebes AKP Rendy Andy Julikhlas mengaku pihaknya sudah maksimal mengantisipasi kemacetan. Rendy mengaku langkah rekayasa lalu lintas sudah dilakukan maksimal meski tidak melakukan contraflow seperti yang dilakukan kepolisian Tegal.
“Kondisi jalur pantura minim penerangan dan merupakan jalur cepat. Kalau dilakukan contraflow, itu bahaya dan terlalu rentan,” kata Rendy kemarin. Rendy mengaku pihaknya juga sudah melakukan sosialisasi tentang jalur alternatif kepada pemudik, namun kurang diminati. Kondisi jalan yang tidak terlalu lebar juga menjadi alasan kenapa kemacetan parah terjadi di wilayah Brebes.
Kemacetan parah yang terjadi di wilayahnya, menurut Rendy, disebabkan daya tampung jalan di Brebes tidak sebanding dengan jalan tol Cikampek dan Cipali. “Kapasitas jalan pantura hanya 1/4-nya untuk menampung semua kendaraan yang keluar dari tol. Jadi wajar ada ketersendatan,” kata Rendy.
Dia mengakui permasalahan serupa akan dihadapi pada arus mudik dan balik Lebaran tahun depan. Ini karena pembangunan ruas tol Pejagan- Pemalang baru bisa dioperasikan hingga Pemalang pada akhir 2018. Rendy mengakui bahwa Brebes tidak mempunyai jalur alternatif atau jalan lingkar seperti wilayah Pemalang.
Saat ini pembangunan jalan lingkar utara (jalingut) diwilayah Brebes hingga Tegal sepanjang 17,3 km masih terbengkalai sejak 2012 karena persoalan hukum. Keberadaan jalingut diyakini bisa memecah kemacetan saat musim mudik Lebaran. Salah seorang pemudik, Edi Purwanto, mengatakan bahwa kemacetan pada arus mudik tahun ini merupakan pengalaman terburuk selama melakukan mudik Lebaran. “Macet paling parah terjadi di wilayah Brebes,” katanya kemarin.
Selama terjebak kemacetan di Brebes, Edi menyayangkan kurang siapnya aparat kepolisian dalam mengantisipasi melonjaknya kendaraan. Hal itu ditunjukkan dengan tidak adanya langkah rekayasa lalu lintas di sepanjang jalur pantura Brebes ketika terjadi puncak kepadatan. Rekayasa lalu lintas hanya terlihat di jalur pantura Kota Tegal.
Alex, pemudik lainnya, mengaku terjebak kemacetan lebih dari tujuh jam di wilayah Brebes karena kendaraan pemudik menumpuk tanpa bisa terurai. “Macetnya di Brebes saja. Kota Tegal sampai Pemalang lebih lancar karena polisinya lebih sigap dan terlihat kerjanya,” ujar dia.
Dia menilai perjalanan mudik yang dilakoninya tahun ini merupakan rekor baru dalam hal waktu tempuh perjalanan dari Jakarta hingga kampung halamannya di Kediri. “Biasanya paling lama itu 36 jam. Ini sampai 48 jam atau dua hari,” ujarnya.
Abdul Hakim, pemudik lainnya, mempunyai pengalaman mudik yang hampir sama. Sekitar pukul 15.00 WIB mobil yang dikendarainya masuk jalur pantura Brebes, Hakim baru bisa keluar dari Tegal pukul 02.00 dinihari.“Macet mulai terjadi di Bulakamba, kemudian di exittol Pejagan-Pemalang,” katanya.
Meski kemacetan masih menjadi cerita pemudik, Kementerian Perhubungan mengklaim, mudik dan arus balik Lebaran 2015 ini lebih baik dari 2014. Indikatornya yang digunakan adalah jumlah kecelakaan yang menurun serta jumlah korban baik meninggal dan luka-luka juga turun (lihat info grafis).
Selain itu, Kemenhub juga mengklaim pelayanan angkutanumumtahuninilebih baik dari tahun lalu. “Saya kira kami sudah berupaya maksimal di mana, para stakeholder seperti kepolisian, pengelola jalan tol, pemerintah daerah, hingga stakeholder sektor transportasi lainnya kami rangkul dan meningkatkan kualitas pelayanan mudik tahun ini,” kata Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemenhub Julius Adrivida Barata kepada KORAN SINDO di Jakarta kemarin.
Staf Khusus Menteri Perhubungan Bidang Keterbukaan dan Informasi Publik Hadi M Djuraid mengatakan hampir seluruh moda transportasi angkutan umum mengalami penurunan dibandingkan tahun lalu. “Kecuali untuk angkutan udara domestik yang naik 8,82% dan angkutan kereta api naik 0,34%. Dan ini untuk pertama kalinya jumlah angkutan udara domestik dan internasional mengalahkan jumlah angkutan kereta api,” katanya.
Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia Danang Parikesit menilai, statistik kecelakaan lalu lintas terutama pada musim mudik Lebaran tahun ini masih perlu ditingkatkan. Di sisi lain, data dan statistik tersebut seharusnya menjadi referensi kebijakan mengenai sektor moda transportasi. “Bagi kita, yang penting adalah karakteristik kecelakaan dan penyebab korban meninggal serta lokasi kejadian kecelakaan, apakah spesifik atau bersifat merata,” ujar dia dihubungi KORAN SINDO kemarin.
Menurut dia, dari sisi jalur tol harus ada evaluasi dan audit menyeluruh karena jumlah kecelakaan, khususnya untuk jalan baru yang dibuka cukup tinggi. “Tentu kita ingat waktu tol Jakarta-Cikampek dibuka, Jakarta-Bandung di km 90 maupun km 100, terdapat angka kecelakaan dan korban meninggal yang cukup besar untuk kemudian kita perbaiki,” ujar dia.
Sementara itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyatakan selama H- 7 dan H+7 mudik Lebaran masih menyisakan bencana. Jumlah korban tersebut, menurut YLKI, bisa dikatakan sebagai bencana nasional. “Sungguh aneh jika Kementerian Perhubungan mengklaim bahwa mudik Lebaran tahun 2015 dinyatakan berhasil hanya melihat dari menurunnya jumlah korban kecelakaan dengan persentase 8%,” kata Tulus Abadi, pengurus harian YLKI, di Jakarta kemarin.
Penurunan angka laka lantas itu, menurut Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Pol Suharsono, merupakan bukti dari kesiapan aparat dan pemerintah dalam pengamanan Operasi Ketupat 2015, serta didukung dengan adanya peningkatan kesadaran lalu lintas para pemudik. “Peningkatan volume kendaraan tanpa dibarengi kesadaran lalu lintas, akan fatal. Sesama pemudik harus menjaga toleransi, jangan asal serobot,” katanya.
Sementara terkait laka lantas yang masih didominasi pengendara sepeda motor, Suharsono menandaskan pihaknya bersama pemerintah sudah berupaya menurunkan jumlah pemudik dengan menggunakan sepeda motor, di antaranya dengan penyediaan transportasi mudik dan pengangkut sepeda motor gratis oleh sejumlah instansi. Namun, upaya itu ternyata belum mampu menekan jumlah pengguna sepeda motor secara signifikan.
Farid firdaus/ Ichsan amin/Khoirul muzakki
(ftr)