Umat Islam-Kristen Perbaiki Kerusakan
A
A
A
JAKARTA - Aparat keamanan bergerak cepat mengatasi penyerangan terhadap umat Islam yang tengah menjalankan Salat Idul Fitri oleh jemaat Gereja Injili di Indonesia (GIDI) di Tolikara, Papua, Jumat (17/7) pagi.
Pascainsiden berdarah tersebut, situasi di Karubaga, Kabupaten Tolikara, Papua kini sudah mulai kondusif. Mulai hari ini, dua belah pihak bahkan bersama-sama memperbaiki dan membangun kembali kios maupun tempat ibadah yang rusak akibat penyerangan.
”Seusai konferensi GIDI yang berakhir hari ini (kemarin), dua belah pihak, terutama dari pihak gereja, akan kerja bakti bersama komunitas muslim memperbaiki kerusakan dan membuat tempat penampungan,” ungkap Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat (Kadispenad) Brigjen TNI Wuryanto di Jakarta kemarin.
Sebelumnya insiden penyerangan terjadi ketika jamaah muslim sedang menunaikan salat Idul Fitri di Lapangan Koramil l1702-11/Karubaga, Kabupaten Tolikara, Papua. Beberapa saat kemudian, sekelompok masyarakat kembali berdatangan lalu penyerang melakukan pelemparan ke arah Musala Baitul Muttaqi rumah dan selanjutnya membakar puluhan kios yang ada di sekitar tempat tersebut.
Apa yang terjadi di Papua, kata Wuryanto, disesalkan oleh semua pihak mengingat selama ini daerah tersebut tidak pernah terjadi gesekan antara umat Islam dan Kristen. ”Saat ini kita tengah mengusut pihak ketiga, keempat, dan kelima dalam insiden tersebut. Dari polda sudah diusut, pelaku utama penyerangan akan menerima sanksi hukum yang berlaku, dari pihak Kristen juga mau seperti itu,” katanya.
Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti kemarin mengunjungi Tolikara, Papua. Ada 20 saksi yang sudah diperiksa, tapi belum ada tersangkanya,” ujarnya di Makassar, Sulawesi Selatan, tadi malam. Hingga saat ini kepolisian bersama TNI masih mencari alat bukti dalam penetapan tersangka.
Gambaran tersangka diakui oleh Badrodin telah ada, namun masih harus mencari alat bukti yang kuat. Sedangkan pendeta pada gereja tersebut yang disinyalir sebagai salah satu ”dalang” di balik penyerangan tersebut hingga saat ini belum diamankan.
Kepolisian juga tengah mendalami kasus ini dengan melihat kemungkinan-kemungkinan ada pihak tertentu yang berniat memecah belah masyarakat di Papua. Menurut Badrodin, kemungkinan yang terjadi yaitu ada yang memanfaatkan situasi itu untuk kepentingan lain.
Wapres Sebut Speaker
Di tempat terpisah, Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan persoalan pembakaran rumah ibadah Musala Baitul Muttaqirumah dan kios di Tolikara, Provinsi Papua, saat pelaksanaan salat Idul Fitri harus diselesaikan secara hukum. Menurut dia, saat ini Kapolri sedang berada di Papua untuk menyelesaikan persoalan tersebut, dan berdasarkan laporan yang diterima keadaan sudah tenang di sana.
Kendati ada dugaan pemicu terjadi pembakaran musala tersebut suara keras takbir Lebaran yang keluar dari speaker sehingga memancing reaksi umat Kristiani yang juga akan menggelar kegiatan keagamaan melakukan tindakan anarkis, menurut Wapres, polisi masih menyelidiki.
”Tidak, begini di sana ada perda (peraturan daerah) yang mengatakan bahwa rumah ibadah tidak boleh memakai speaker keluar, katanya ini perda. Nah, mereka kan muslim mendapat izin untuk Lebaran, Idul Fitri, dan itu sudah biasa setiap tahun tidak jadi soal,” sebutnya. Karena ada acara bersamaan di gereja, lanjut JK, mereka mendesak agar perda itu diberlakukan jangan dibesarkan. ”Nah, awal mulanya itu soal speaker, tapi kemudian berkembang menjadi tindakan anarkis seperti itu,” jelasnya.
Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin juga memohon kepada umat Islam melalui para tokoh-tokohnya agar bisa menahan diri, tidak terprovokasi, dan mempercayakan sepenuhnya penyelesaian masalah ini kepada pihak kepolisian.
”Sehubungan dengan ada ajakan jihad ke Papua terkait kasus Tolikara, saya memohon kedewasaan dan kearifan umat Islam melalui para tokoh-tokohnya untuk tidak terpancing dan terprovokasi lakukan tindak pembalasan,” terang dia.
Menag Lukman meminta semua pihak memercayakan penuh penanganan masalah tersebut kepada Polri yang telah bertindak cepat menangani dan mengusut kasus tersebut. Menurut Menag, semua umat beragama harus mewaspadai ada pihak ketiga yang menjadikan sentimen agama sebagai hal untuk saling benturkan antarsesama umat beragama.
Kasus Tolikara sungguh telah mengoyak dan menghancurkan jalinan kerukunan hidup antarumat beragama, apalagi terjadi pada saat umat Islam sedang beribadah merayakan Hari Raya. ”Saya amat mengimbau tokohtokoh Kristen dan semua tokoh agama untuk senantiasa mengedepankan toleransi dan merawat kerukunan demi menjaga nilai-nilai kemanusiaan,” paparnya.
Wakil Ketua Komisi I DPR Tantowi Yahya meminta semua pihak jangan menyalahkan dulu pihak mana pun atas insiden ini. Pihak yang bersangkutan masih sedang berproses dalam menyelidiki kasus ini. Karena itu, dia meminta agar pemerintah harus bekerja keras mendalami kasus ini.
Pemerintah juga harus mengetahui skenario di balik kejadian tersebut. Dengan dukungan DPR, pemerintah tidak boleh ragu dalam bertindak apabila insiden ini merupakan manuver dari pihak tertentu, terlebih jika sampai mengganggu konsensus dasar Indonesia, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. ”Kita jangan dulu nyari salah. Ini pelajaran berharga bagi BIN dan kepolisian jangan lengah seperti hari itu,” ujarnya.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PKS Sukamta mendesak pemerintah mewaspadai kemungkinan terjadi potensi Perang Proxy (Proxy War) menyusul konflik yang terjadi di Tolikara, Papua.
Sucipto/ kiswondari/ khairill anwar/ sindonews/ant
Pascainsiden berdarah tersebut, situasi di Karubaga, Kabupaten Tolikara, Papua kini sudah mulai kondusif. Mulai hari ini, dua belah pihak bahkan bersama-sama memperbaiki dan membangun kembali kios maupun tempat ibadah yang rusak akibat penyerangan.
”Seusai konferensi GIDI yang berakhir hari ini (kemarin), dua belah pihak, terutama dari pihak gereja, akan kerja bakti bersama komunitas muslim memperbaiki kerusakan dan membuat tempat penampungan,” ungkap Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat (Kadispenad) Brigjen TNI Wuryanto di Jakarta kemarin.
Sebelumnya insiden penyerangan terjadi ketika jamaah muslim sedang menunaikan salat Idul Fitri di Lapangan Koramil l1702-11/Karubaga, Kabupaten Tolikara, Papua. Beberapa saat kemudian, sekelompok masyarakat kembali berdatangan lalu penyerang melakukan pelemparan ke arah Musala Baitul Muttaqi rumah dan selanjutnya membakar puluhan kios yang ada di sekitar tempat tersebut.
Apa yang terjadi di Papua, kata Wuryanto, disesalkan oleh semua pihak mengingat selama ini daerah tersebut tidak pernah terjadi gesekan antara umat Islam dan Kristen. ”Saat ini kita tengah mengusut pihak ketiga, keempat, dan kelima dalam insiden tersebut. Dari polda sudah diusut, pelaku utama penyerangan akan menerima sanksi hukum yang berlaku, dari pihak Kristen juga mau seperti itu,” katanya.
Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti kemarin mengunjungi Tolikara, Papua. Ada 20 saksi yang sudah diperiksa, tapi belum ada tersangkanya,” ujarnya di Makassar, Sulawesi Selatan, tadi malam. Hingga saat ini kepolisian bersama TNI masih mencari alat bukti dalam penetapan tersangka.
Gambaran tersangka diakui oleh Badrodin telah ada, namun masih harus mencari alat bukti yang kuat. Sedangkan pendeta pada gereja tersebut yang disinyalir sebagai salah satu ”dalang” di balik penyerangan tersebut hingga saat ini belum diamankan.
Kepolisian juga tengah mendalami kasus ini dengan melihat kemungkinan-kemungkinan ada pihak tertentu yang berniat memecah belah masyarakat di Papua. Menurut Badrodin, kemungkinan yang terjadi yaitu ada yang memanfaatkan situasi itu untuk kepentingan lain.
Wapres Sebut Speaker
Di tempat terpisah, Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan persoalan pembakaran rumah ibadah Musala Baitul Muttaqirumah dan kios di Tolikara, Provinsi Papua, saat pelaksanaan salat Idul Fitri harus diselesaikan secara hukum. Menurut dia, saat ini Kapolri sedang berada di Papua untuk menyelesaikan persoalan tersebut, dan berdasarkan laporan yang diterima keadaan sudah tenang di sana.
Kendati ada dugaan pemicu terjadi pembakaran musala tersebut suara keras takbir Lebaran yang keluar dari speaker sehingga memancing reaksi umat Kristiani yang juga akan menggelar kegiatan keagamaan melakukan tindakan anarkis, menurut Wapres, polisi masih menyelidiki.
”Tidak, begini di sana ada perda (peraturan daerah) yang mengatakan bahwa rumah ibadah tidak boleh memakai speaker keluar, katanya ini perda. Nah, mereka kan muslim mendapat izin untuk Lebaran, Idul Fitri, dan itu sudah biasa setiap tahun tidak jadi soal,” sebutnya. Karena ada acara bersamaan di gereja, lanjut JK, mereka mendesak agar perda itu diberlakukan jangan dibesarkan. ”Nah, awal mulanya itu soal speaker, tapi kemudian berkembang menjadi tindakan anarkis seperti itu,” jelasnya.
Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin juga memohon kepada umat Islam melalui para tokoh-tokohnya agar bisa menahan diri, tidak terprovokasi, dan mempercayakan sepenuhnya penyelesaian masalah ini kepada pihak kepolisian.
”Sehubungan dengan ada ajakan jihad ke Papua terkait kasus Tolikara, saya memohon kedewasaan dan kearifan umat Islam melalui para tokoh-tokohnya untuk tidak terpancing dan terprovokasi lakukan tindak pembalasan,” terang dia.
Menag Lukman meminta semua pihak memercayakan penuh penanganan masalah tersebut kepada Polri yang telah bertindak cepat menangani dan mengusut kasus tersebut. Menurut Menag, semua umat beragama harus mewaspadai ada pihak ketiga yang menjadikan sentimen agama sebagai hal untuk saling benturkan antarsesama umat beragama.
Kasus Tolikara sungguh telah mengoyak dan menghancurkan jalinan kerukunan hidup antarumat beragama, apalagi terjadi pada saat umat Islam sedang beribadah merayakan Hari Raya. ”Saya amat mengimbau tokohtokoh Kristen dan semua tokoh agama untuk senantiasa mengedepankan toleransi dan merawat kerukunan demi menjaga nilai-nilai kemanusiaan,” paparnya.
Wakil Ketua Komisi I DPR Tantowi Yahya meminta semua pihak jangan menyalahkan dulu pihak mana pun atas insiden ini. Pihak yang bersangkutan masih sedang berproses dalam menyelidiki kasus ini. Karena itu, dia meminta agar pemerintah harus bekerja keras mendalami kasus ini.
Pemerintah juga harus mengetahui skenario di balik kejadian tersebut. Dengan dukungan DPR, pemerintah tidak boleh ragu dalam bertindak apabila insiden ini merupakan manuver dari pihak tertentu, terlebih jika sampai mengganggu konsensus dasar Indonesia, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. ”Kita jangan dulu nyari salah. Ini pelajaran berharga bagi BIN dan kepolisian jangan lengah seperti hari itu,” ujarnya.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PKS Sukamta mendesak pemerintah mewaspadai kemungkinan terjadi potensi Perang Proxy (Proxy War) menyusul konflik yang terjadi di Tolikara, Papua.
Sucipto/ kiswondari/ khairill anwar/ sindonews/ant
(ftr)