Naik Keledai untuk Bangunkan Sahur
A
A
A
BUDAYA membangunkan umat muslim untuk makan sahur tidak hanya ada di Indonesia. Di Kairo, Mesir, budaya serupa juga ada.
Essam Sayed, warga Kairo, salah satunya yang bertugas membangunkan sahur atau disebut mesaharati. Jika di Indonesia budaya ini banyak dilakukan dengan jalan kaki berkeliling sambil membawa kentungan dari bambu, di Kairo mesaharati berkeliling dengan menunggangi keledai sambil memukul gendang. Dengan ceria, lelaki berusia 45 tahun itu menunggangi keledai menelusuri pedalaman wilayah Arab Ghoneim, Provinsi Helwan.
Dentuman gendang kecilnya cukup membuat warga terbangun dan tersenyum. Meski sederhana, jasanya mendapat banyak apresiasi. Tanpa Sayed, warga setempat belum tentu bisa terbangun lebih awal untuk makan sahur. Lebih-lebih, Sayed membuat anak-anak gembira. Sayed merupakan generasi kedua yang mewarisi profesi mesaharati . Dia bekerja sebulan penuh pada malam-malam bulan Ramadan. Pekan ini anakanak di kampung halamannya akan merasa kehilangan momen- momen saat Sayed bernyanyi bersama mereka karena Ramadan segera berakhir.
Setiap malam, sejak 18 Juni lalu, Sayed selalu bangun lebih awal. Gendang mininya tak pernah dia tinggalkan. Namun, Sayed tidak hanya memukul gendang. Dia juga terkadang menyanyikan syair-syair religi atau bersalawat. Dia bahkan menyebut satu per satu nama pemilik rumah agar mereka bangun dan bersiap-siap melaksanakan sahur. Pekerjaan ini diwarisi Sayed dari ayahnya.
Gendang yang dia pakai juga peninggalan sang ayah. Warga sering mengungkapkan rasa terima kasih dengan memberikan sedekah. “Ramadan biasanya jatuh di musim panas ketika anak-anak libur sekolah dan banyak orang begadang. Di situlah saya merasakan profesi saya penting,” kata Sayed, dilansir Greenwich Time .
Muh shamil
Essam Sayed, warga Kairo, salah satunya yang bertugas membangunkan sahur atau disebut mesaharati. Jika di Indonesia budaya ini banyak dilakukan dengan jalan kaki berkeliling sambil membawa kentungan dari bambu, di Kairo mesaharati berkeliling dengan menunggangi keledai sambil memukul gendang. Dengan ceria, lelaki berusia 45 tahun itu menunggangi keledai menelusuri pedalaman wilayah Arab Ghoneim, Provinsi Helwan.
Dentuman gendang kecilnya cukup membuat warga terbangun dan tersenyum. Meski sederhana, jasanya mendapat banyak apresiasi. Tanpa Sayed, warga setempat belum tentu bisa terbangun lebih awal untuk makan sahur. Lebih-lebih, Sayed membuat anak-anak gembira. Sayed merupakan generasi kedua yang mewarisi profesi mesaharati . Dia bekerja sebulan penuh pada malam-malam bulan Ramadan. Pekan ini anakanak di kampung halamannya akan merasa kehilangan momen- momen saat Sayed bernyanyi bersama mereka karena Ramadan segera berakhir.
Setiap malam, sejak 18 Juni lalu, Sayed selalu bangun lebih awal. Gendang mininya tak pernah dia tinggalkan. Namun, Sayed tidak hanya memukul gendang. Dia juga terkadang menyanyikan syair-syair religi atau bersalawat. Dia bahkan menyebut satu per satu nama pemilik rumah agar mereka bangun dan bersiap-siap melaksanakan sahur. Pekerjaan ini diwarisi Sayed dari ayahnya.
Gendang yang dia pakai juga peninggalan sang ayah. Warga sering mengungkapkan rasa terima kasih dengan memberikan sedekah. “Ramadan biasanya jatuh di musim panas ketika anak-anak libur sekolah dan banyak orang begadang. Di situlah saya merasakan profesi saya penting,” kata Sayed, dilansir Greenwich Time .
Muh shamil
(ars)