18 Tahun Tak Pulang dan Tidak Pernah Digaji
A
A
A
KUDUS - Tatapan mata Mukharromah terlihat tak fokus. Kadang dia mendongak ke atas, lalu melihat ke bawah. Dia juga tak berani menatap orang-orang di sekitarnya. Saat ditanya, dia sering diam.
Sesekali menjawab dengan suara pelan dan singkat. Dia juga meminta segera bisa pulang ke rumah orang tuanya. ”Ayo pulang. Saya tak mau ditanya lama-lama seperti ini,” kata Mukharomah saat ditemui di Kantor Balai Latihan Kerja (BLK) Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kudus, Jawa Tengah, kemarin. Mukharromah baru dini hari kemarin menginjakkan kaki di Kudus setelah sekitar 18 tahun pergi.
Dia bisa kembali ke kampung halaman setelah ditangani Dirjen Pemulihan Sosial, Kementerian Sosial (Kemensos) di Jakarta. Warga Kedungdowo RT 2/ RW I Kecamatan Kaliwungu ini belasan tahun jadi korban human trafficking dan bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Malaysia.
Meski sudah bekerja belasan tahun, bukannya uang melimpah yang didapat, tapi justru Mukharromah mengalami tekanan mental dan harus mendapat perawatan psikiater. Dia juga tidak pernah digaji. ”Kakak saya pergi dari rumah tahun 1997. Sejak itu saya baru bertemu dia lagi sekarang ini. Keluarga malah mengira sudah meninggal dunia karena tak ada kabarnya,” ujar adiknya, Setyawan.
Kakaknya pergi dari rumah saat berusia 20 tahun, saat itu dia masih berusia 12 tahun. Seingat Setyawan, kakaknya pamit kepada orang tuanya untuk bekerja di Surabaya. Setelah mulai merantau sekitar 1997-2001, Mukharromah masih sering berkirim surat. Dia selalu menceritakan kondisi yang dialaminya.
Keluarga kaget saat Mukharromah menceritakan jika dirinya sudah bekerja sebagai PRT di Malaysia. Setelah itu, dia tak lagi berkirim surat lagi. ”Kami berusaha mengirim surat balasan tapi tak ada jawaban. Baru sekarang ini saya tahu kalau ia berkirim surat secara sembunyi-sembunyi, dan balasan surat dari rumah tak pernah sampai di tangannya,” ungkap Setyawan.
Kabid sosial Dinsosnakertrans Kudus S Trimo mengungkapkan, nasib Mukharromah diketahui setelah ada kabar dari staf Kemensos, Jakarta, sekitar dua pekan lalu. Saat itu dikabarkan bahwa seorang warga Kudus atas nama Rina dirawat oleh jajaran Direktorat Jendral Pemulihan Sosial Kemensos Jakarta.
Tapi saat itu informasi yang diberikan tak lengkap. Meski sudah ada nama desa, tapi keluarga dari Rina tak bisa ditemukan. Pihak desa juga merasa tak ada warganya yang bernama Rina. ”Ternyata nama aslinya Mukharromah. Rina itu nama pemberian dari perusahaan yang menyalurkannya ke luar negeri,” papar Trimo.
Di negeri jiran, Mukharromah bekerja sebagai PRT, tapi sering berpindah-pindah majikan. Sekitar tahun 2007, Mukharromah terjaring operasi hingga akhirnya dideportasi. Bukannya dikembalikan ke Kudus, diajustruditempatkandi Pulau Bintan, Kepulauan Riau. Di tempat itu, Mukharromah berkesempatan bekerja, lagilagi sebagai PRT.
Muhammad oliez
Sesekali menjawab dengan suara pelan dan singkat. Dia juga meminta segera bisa pulang ke rumah orang tuanya. ”Ayo pulang. Saya tak mau ditanya lama-lama seperti ini,” kata Mukharomah saat ditemui di Kantor Balai Latihan Kerja (BLK) Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kudus, Jawa Tengah, kemarin. Mukharromah baru dini hari kemarin menginjakkan kaki di Kudus setelah sekitar 18 tahun pergi.
Dia bisa kembali ke kampung halaman setelah ditangani Dirjen Pemulihan Sosial, Kementerian Sosial (Kemensos) di Jakarta. Warga Kedungdowo RT 2/ RW I Kecamatan Kaliwungu ini belasan tahun jadi korban human trafficking dan bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Malaysia.
Meski sudah bekerja belasan tahun, bukannya uang melimpah yang didapat, tapi justru Mukharromah mengalami tekanan mental dan harus mendapat perawatan psikiater. Dia juga tidak pernah digaji. ”Kakak saya pergi dari rumah tahun 1997. Sejak itu saya baru bertemu dia lagi sekarang ini. Keluarga malah mengira sudah meninggal dunia karena tak ada kabarnya,” ujar adiknya, Setyawan.
Kakaknya pergi dari rumah saat berusia 20 tahun, saat itu dia masih berusia 12 tahun. Seingat Setyawan, kakaknya pamit kepada orang tuanya untuk bekerja di Surabaya. Setelah mulai merantau sekitar 1997-2001, Mukharromah masih sering berkirim surat. Dia selalu menceritakan kondisi yang dialaminya.
Keluarga kaget saat Mukharromah menceritakan jika dirinya sudah bekerja sebagai PRT di Malaysia. Setelah itu, dia tak lagi berkirim surat lagi. ”Kami berusaha mengirim surat balasan tapi tak ada jawaban. Baru sekarang ini saya tahu kalau ia berkirim surat secara sembunyi-sembunyi, dan balasan surat dari rumah tak pernah sampai di tangannya,” ungkap Setyawan.
Kabid sosial Dinsosnakertrans Kudus S Trimo mengungkapkan, nasib Mukharromah diketahui setelah ada kabar dari staf Kemensos, Jakarta, sekitar dua pekan lalu. Saat itu dikabarkan bahwa seorang warga Kudus atas nama Rina dirawat oleh jajaran Direktorat Jendral Pemulihan Sosial Kemensos Jakarta.
Tapi saat itu informasi yang diberikan tak lengkap. Meski sudah ada nama desa, tapi keluarga dari Rina tak bisa ditemukan. Pihak desa juga merasa tak ada warganya yang bernama Rina. ”Ternyata nama aslinya Mukharromah. Rina itu nama pemberian dari perusahaan yang menyalurkannya ke luar negeri,” papar Trimo.
Di negeri jiran, Mukharromah bekerja sebagai PRT, tapi sering berpindah-pindah majikan. Sekitar tahun 2007, Mukharromah terjaring operasi hingga akhirnya dideportasi. Bukannya dikembalikan ke Kudus, diajustruditempatkandi Pulau Bintan, Kepulauan Riau. Di tempat itu, Mukharromah berkesempatan bekerja, lagilagi sebagai PRT.
Muhammad oliez
(bbg)