Banjir di Filipina, 8 Tewas
A
A
A
MANILA - Hujan deras di Filipina kemarin menyebabkan banjir dan longsor hingga menewaskan sedikitnya delapan orang. Jumlah korban tewas diperkirakan masih akan bertambah setelah dua badai tropis menerjang Luzon Utara.
Pada pekan lalu, Filipina sudah diguyur hujan deras. Dengan sistem irigasi yang kurang maksimal, air hujan di sebagian wilayah seperti Manila tidak mengalir hingga menyebabkan banjir besar.
Sejumlah sekolah dan perkantoran di wilayah terdampak terpaksa diliburkan sampai ada pemberitahuan selanjutnya. Berdasarkan keterangan Organisasi Bantuan Bencana Filipina (PeDRO), skala hujan sangat luas dan besar. Hujan mengguyur sekitar seberang Luzon yang dihuni 40.000 orang. ”Hampir 4.000 orang terpaksa dievakuasi ke tempat penampungan sementara,” bunyi pernyataan PeDRO, dikutip Reuters.
Berita serupa juga dilaporkan pihak terkait dari wilayah pesisir. Para nelayan yang menumpangi kapal atau perahu penangkap ikan di tengah laut tak bisa mengelak dari terjangan angin dan ombak besar. Satu perahu besar dan enam perahu kecil mereka ada yang hancur. Empat nelayan dilaporkan masih belum ditemukan sampai kemarin. ”Sembilan nelayan selamat setelah dibantu awak kapal yang kebetulan melintasi rute tersebut,” kata Alezander Pama, direktur eksekutif Dewan Manajemen dan Pengurangan Risiko Bencana Nasional Filipina.
Pama menambahkan, beberapa penumpang kapal yang melintasi sepanjang sungai pedalaman Filipina juga tidak luput dari badai tropis. Sekitar enam orang tak terselamatkan nyawanya setelah tenggelam, sedangkan dua lainnya meninggal seketika saat perahu yang mereka tumpangi luluh lantak terseret air sungai. Penyelam asal Korea Selatan (Korsel) dan dua orang lainnya juga harus dibawa ke rumah sakit (RS) untuk menerima perawatan intensif setelah tersapu banjir.
Awalnya, ketiga penyelam itu berada di Pulau Mactand, Filipina Pusat. Namun, saat dinyatakan hilang, tubuh mereka ditemukan ratusan kilometer di dekat Pulau Camotes. Akibat bencana itu, Filipina menanggung kerugian besar. Kementerian Pertanian Filipina menyatakan badai tropis, banjir, dan longsor berpeluang menggagalkan panen beras di sejumlah wilayah.
Menurut perhitungan awal, pemerintah akan menelan kerugian sekitar USD90.000 (setara Rp1,19 miliar) untuk kegagalan panen beras dan jagung. Kerugian yang ditelan Filipina di bidang infrastruktur seperti jalan dan jembatan juga diperkirakan besar. Namun, sejauh ini pemerintah masih memperhitungkan jumlah kerusakan dan kerugian itu. Bagi Filipina, program perbaikan infrastruktur menjadi fokus rutin karena setiap tahun mereka terkena angin topan sebanyak 20 kali. Pada 2013 lalu, Filipina pernah mengalami kejadian terburuk. Saat itu mereka diterjang Topan Haiyan.
Haiyan merupakan badai terbesar yang pernah mendarat di wilayah pusat Filipina di sepanjang sejarah. Akibat bencana itu, lebih dari 6.300 warga Filipina meninggal dunia dan sekitar 14 juta orang telantar tak memiliki rumah. Berbeda dengan Filipina, enam provinsi dari total 67 provinsi di Thailand justru masih mengalami kekeringan hingga mengganggu aktivitas perdagangan.
Angka ekspor beras tahunan Thailand tidak mencapai target. Mereka hanya bisa mengekspor 4,3 juta ton, kurang 0,2 juta ton. Thailand merupakan negara pengekspor beras terbesar kedua di dunia setelah India.
”Keprihatinan mengenai kekeringan di Thailand membuat harga ekspor beras dari Thailand melonjak sehingga pembeli bisa beralih ke negara pesaing. Awalnya kami mengira kami bisa mengekspor 4,5 juta ton pada separuh tahun pertama, ternyata kami hanya bisa mengekspor 4,3 juta sampai 20 Juni,” kata Presiden Asosiasi Eksportir Beras Thailand Chukiat Opaswong.
Muh shamil
Pada pekan lalu, Filipina sudah diguyur hujan deras. Dengan sistem irigasi yang kurang maksimal, air hujan di sebagian wilayah seperti Manila tidak mengalir hingga menyebabkan banjir besar.
Sejumlah sekolah dan perkantoran di wilayah terdampak terpaksa diliburkan sampai ada pemberitahuan selanjutnya. Berdasarkan keterangan Organisasi Bantuan Bencana Filipina (PeDRO), skala hujan sangat luas dan besar. Hujan mengguyur sekitar seberang Luzon yang dihuni 40.000 orang. ”Hampir 4.000 orang terpaksa dievakuasi ke tempat penampungan sementara,” bunyi pernyataan PeDRO, dikutip Reuters.
Berita serupa juga dilaporkan pihak terkait dari wilayah pesisir. Para nelayan yang menumpangi kapal atau perahu penangkap ikan di tengah laut tak bisa mengelak dari terjangan angin dan ombak besar. Satu perahu besar dan enam perahu kecil mereka ada yang hancur. Empat nelayan dilaporkan masih belum ditemukan sampai kemarin. ”Sembilan nelayan selamat setelah dibantu awak kapal yang kebetulan melintasi rute tersebut,” kata Alezander Pama, direktur eksekutif Dewan Manajemen dan Pengurangan Risiko Bencana Nasional Filipina.
Pama menambahkan, beberapa penumpang kapal yang melintasi sepanjang sungai pedalaman Filipina juga tidak luput dari badai tropis. Sekitar enam orang tak terselamatkan nyawanya setelah tenggelam, sedangkan dua lainnya meninggal seketika saat perahu yang mereka tumpangi luluh lantak terseret air sungai. Penyelam asal Korea Selatan (Korsel) dan dua orang lainnya juga harus dibawa ke rumah sakit (RS) untuk menerima perawatan intensif setelah tersapu banjir.
Awalnya, ketiga penyelam itu berada di Pulau Mactand, Filipina Pusat. Namun, saat dinyatakan hilang, tubuh mereka ditemukan ratusan kilometer di dekat Pulau Camotes. Akibat bencana itu, Filipina menanggung kerugian besar. Kementerian Pertanian Filipina menyatakan badai tropis, banjir, dan longsor berpeluang menggagalkan panen beras di sejumlah wilayah.
Menurut perhitungan awal, pemerintah akan menelan kerugian sekitar USD90.000 (setara Rp1,19 miliar) untuk kegagalan panen beras dan jagung. Kerugian yang ditelan Filipina di bidang infrastruktur seperti jalan dan jembatan juga diperkirakan besar. Namun, sejauh ini pemerintah masih memperhitungkan jumlah kerusakan dan kerugian itu. Bagi Filipina, program perbaikan infrastruktur menjadi fokus rutin karena setiap tahun mereka terkena angin topan sebanyak 20 kali. Pada 2013 lalu, Filipina pernah mengalami kejadian terburuk. Saat itu mereka diterjang Topan Haiyan.
Haiyan merupakan badai terbesar yang pernah mendarat di wilayah pusat Filipina di sepanjang sejarah. Akibat bencana itu, lebih dari 6.300 warga Filipina meninggal dunia dan sekitar 14 juta orang telantar tak memiliki rumah. Berbeda dengan Filipina, enam provinsi dari total 67 provinsi di Thailand justru masih mengalami kekeringan hingga mengganggu aktivitas perdagangan.
Angka ekspor beras tahunan Thailand tidak mencapai target. Mereka hanya bisa mengekspor 4,3 juta ton, kurang 0,2 juta ton. Thailand merupakan negara pengekspor beras terbesar kedua di dunia setelah India.
”Keprihatinan mengenai kekeringan di Thailand membuat harga ekspor beras dari Thailand melonjak sehingga pembeli bisa beralih ke negara pesaing. Awalnya kami mengira kami bisa mengekspor 4,5 juta ton pada separuh tahun pertama, ternyata kami hanya bisa mengekspor 4,3 juta sampai 20 Juni,” kata Presiden Asosiasi Eksportir Beras Thailand Chukiat Opaswong.
Muh shamil
(ars)