PM Najib Razak di Ujung Tanduk
A
A
A
Posisi Perdana Menteri (PM) Malaysia Najib Razak seperti berada di rollercoaster dalam beberapa pekan terakhir. Turun dan naik, penuh dengan tikungan curam.
Berbagai prediksi dan analisis bermunculan apakah Najib akan selamat atau bertahan di tengah krisis kepemimpinan di Malaysia. Yang jelas, nasib Najib di ujung tanduk. Sebelum skandal 1Malaysia Development Berhad (1MDB) mencuat, kepemimpinan Najib mendapatkan apresiasi cukup bagus. Pertumbuhan ekonomi menguat dan stabilitas politik yang terjamin.
Tapi ketika Wall Street Journal melaporkan Najib mendapatkan aliran dana USD700 juta (Rp9,3 triliun), semua prestasi manisnya seolah sirna. Banyak analis memprediksi Najib yang merupakan pemimpin UMNO (Organisasi Nasional Melayu Bersatu) akan dijebloskan ke penjara. Najib diprediksi akan dieksekusi Jaksa Agung Abdul Gani Patail.
Dia merupakan pemimpin tim gugus tugas yang menyelidiki skandal PM Najib. Selain kejaksaan, tim tersebut beranggotakan Komisi Antikorupsi Malaysia (MACC), kepolisian, dan bank sentral. Mereka berjanji akan melakukan pemeriksaan secara independen dan profesional. Namun, sebagian kalangan meragukan komitmen mereka.
Maklum, PM Najib masih memiliki kekuatan penuh dalam jajaran di institusi penegak hukum. ”Najib akan berada dalam masalah besar,” tutur Wan Saiful, kepala eksekutif lembaga think tank Ideas, dikutip Straits Times . Namun jika Najib tidak diproses hukum, menurut Wan, netralitas Kejaksaan Agung akan dipertanyakan.
Mungkinkah PM Najib mendapatkan mosi tidak percaya di parlemen? Dua partai oposisi Partai Aksi Demokratik (DAP) dan Partai Keadilan Rakyat (PKR) sudah menyerukan pertemuan penting untuk mendiskusikan masa depan Malaysia selepas kasus 1MBD mencuat. Sebelum tudingan itu mencuat, Partai Islam se-Malaysia (PAS) mengajukan pemungutan suara untuk membahas mosi tidak percaya pada April silam.
Dalam sistem pemerintahan Westminster, pemungutan suara mosi tidak percaya membutuhkan suara mayoritas parlemen. Di Malaysia dibutuhkan sedikitnya 112 dari 222 anggota parlemen. Dalam sejarah, tidak ada mosi tidak percaya yang berhasil lolos. Para pengamat politik tidak yakin mosi tidak percaya akan lolos.
Pasalnya, para pemimpin BN tidak mungkin mau berisiko kehilangan kekuasaan di parlemen. Mereka dipastikan tidak akan mendukung kandidat PM dari partai lain. Untuk menyelamatkan UMNO, Najib seharusnya keluar dari UMNO dan mundur dari PM. Tapi itu sangat sulit. Pasalnya, rapat Dewan Tertinggi UMNO terakhir digelar bulan lalu.
PM Najib sukses menunda pemilihan presiden partai hingga pertengahan 2018. Itu memberikan kesempatan baginya untuk bernapas. Namun, dia harus berhadapan dengan friksi dari kubu pendukung mantan PM Mahathir Mohamad. Sudah sejak beberapa bulan lalu, Mahathir mendesak Najib untuk mundur.
Bahkan, dia tidak akan memaafkan tindakan Najib yang membuat 1MDB harus memiliki utang senilai 42 miliar ringgit. ”Najib harus mundur dan memberikan jalan bagi PM baru selanjutnya,” kritik pedasnya. Konflik PM Najib dan Mahathir pun memanas. Dalam blognya, PM Najib menuding Mahathir menyebabkan kekacauan di Malaysia.
Mahathir dinilai hanya menyalahkan dan memperburuk keadaan pada isu 1MDB. ”Kekacauan yang dibuat Mahathir itu karena hasil serangan dan diperbesar kebohongan yang diserukan oposisi,” bela Najib. Dalam sejarah perpolitikan Malaysia, tidak ada pemimpin UMNO yang dipaksa mundur melalui pemungutan suara. Dua pemimpin sebelumnya mundur karena tekanan.
Salah satunya pendahulu Najib, Abdullah Badawi, setelah berkonflik dengan Mahathir. Pemimpin UMNO lainnya yang mundur adalah Bapak Bangsa Malaysia Tunku Abdul Rahman. Pertanyaannya, apakah PM Najib mau mundur dari jabatannya sebagai PM? Tidak! Tidak ada tradisi mundur dalam perpolitikan Malaysia.
Menurut pakar politik ternama Malaysia, Ahmad Atory Hussain, tidak mudah bagi PM untuk mundur meskipun ada tekanan bertubi-tubi. ”Apalagi PM Najib masih mendapatkan dukungan kuat untuk memimpin,” katanya kepada The Rakyat Post .
Andika hendra m
Berbagai prediksi dan analisis bermunculan apakah Najib akan selamat atau bertahan di tengah krisis kepemimpinan di Malaysia. Yang jelas, nasib Najib di ujung tanduk. Sebelum skandal 1Malaysia Development Berhad (1MDB) mencuat, kepemimpinan Najib mendapatkan apresiasi cukup bagus. Pertumbuhan ekonomi menguat dan stabilitas politik yang terjamin.
Tapi ketika Wall Street Journal melaporkan Najib mendapatkan aliran dana USD700 juta (Rp9,3 triliun), semua prestasi manisnya seolah sirna. Banyak analis memprediksi Najib yang merupakan pemimpin UMNO (Organisasi Nasional Melayu Bersatu) akan dijebloskan ke penjara. Najib diprediksi akan dieksekusi Jaksa Agung Abdul Gani Patail.
Dia merupakan pemimpin tim gugus tugas yang menyelidiki skandal PM Najib. Selain kejaksaan, tim tersebut beranggotakan Komisi Antikorupsi Malaysia (MACC), kepolisian, dan bank sentral. Mereka berjanji akan melakukan pemeriksaan secara independen dan profesional. Namun, sebagian kalangan meragukan komitmen mereka.
Maklum, PM Najib masih memiliki kekuatan penuh dalam jajaran di institusi penegak hukum. ”Najib akan berada dalam masalah besar,” tutur Wan Saiful, kepala eksekutif lembaga think tank Ideas, dikutip Straits Times . Namun jika Najib tidak diproses hukum, menurut Wan, netralitas Kejaksaan Agung akan dipertanyakan.
Mungkinkah PM Najib mendapatkan mosi tidak percaya di parlemen? Dua partai oposisi Partai Aksi Demokratik (DAP) dan Partai Keadilan Rakyat (PKR) sudah menyerukan pertemuan penting untuk mendiskusikan masa depan Malaysia selepas kasus 1MBD mencuat. Sebelum tudingan itu mencuat, Partai Islam se-Malaysia (PAS) mengajukan pemungutan suara untuk membahas mosi tidak percaya pada April silam.
Dalam sistem pemerintahan Westminster, pemungutan suara mosi tidak percaya membutuhkan suara mayoritas parlemen. Di Malaysia dibutuhkan sedikitnya 112 dari 222 anggota parlemen. Dalam sejarah, tidak ada mosi tidak percaya yang berhasil lolos. Para pengamat politik tidak yakin mosi tidak percaya akan lolos.
Pasalnya, para pemimpin BN tidak mungkin mau berisiko kehilangan kekuasaan di parlemen. Mereka dipastikan tidak akan mendukung kandidat PM dari partai lain. Untuk menyelamatkan UMNO, Najib seharusnya keluar dari UMNO dan mundur dari PM. Tapi itu sangat sulit. Pasalnya, rapat Dewan Tertinggi UMNO terakhir digelar bulan lalu.
PM Najib sukses menunda pemilihan presiden partai hingga pertengahan 2018. Itu memberikan kesempatan baginya untuk bernapas. Namun, dia harus berhadapan dengan friksi dari kubu pendukung mantan PM Mahathir Mohamad. Sudah sejak beberapa bulan lalu, Mahathir mendesak Najib untuk mundur.
Bahkan, dia tidak akan memaafkan tindakan Najib yang membuat 1MDB harus memiliki utang senilai 42 miliar ringgit. ”Najib harus mundur dan memberikan jalan bagi PM baru selanjutnya,” kritik pedasnya. Konflik PM Najib dan Mahathir pun memanas. Dalam blognya, PM Najib menuding Mahathir menyebabkan kekacauan di Malaysia.
Mahathir dinilai hanya menyalahkan dan memperburuk keadaan pada isu 1MDB. ”Kekacauan yang dibuat Mahathir itu karena hasil serangan dan diperbesar kebohongan yang diserukan oposisi,” bela Najib. Dalam sejarah perpolitikan Malaysia, tidak ada pemimpin UMNO yang dipaksa mundur melalui pemungutan suara. Dua pemimpin sebelumnya mundur karena tekanan.
Salah satunya pendahulu Najib, Abdullah Badawi, setelah berkonflik dengan Mahathir. Pemimpin UMNO lainnya yang mundur adalah Bapak Bangsa Malaysia Tunku Abdul Rahman. Pertanyaannya, apakah PM Najib mau mundur dari jabatannya sebagai PM? Tidak! Tidak ada tradisi mundur dalam perpolitikan Malaysia.
Menurut pakar politik ternama Malaysia, Ahmad Atory Hussain, tidak mudah bagi PM untuk mundur meskipun ada tekanan bertubi-tubi. ”Apalagi PM Najib masih mendapatkan dukungan kuat untuk memimpin,” katanya kepada The Rakyat Post .
Andika hendra m
(bbg)