Majukan Pembangunan dan Perekonomian Desa
A
A
A
PANDEGLANG - Jembatan di Desa Ciseureuheun, Kecamatan Cigeulis, Kabupaten Pandeglang, Banten selesai dibangun oleh Program Pembibitan Penghafal Alquran (PPPA) Daarul Quran dan diresmikan pemakaiannya, Kamis (9/7).
Jembatan yang dibangun melintasi Sungai Ciseket dengan panjang 20 meter dan lebar 3,5 meter ini membuat akses empat desa hidup kembali. Direktur Program PPPA Daarul Quran Sunaryo Adhiatmoko mengatakan, empat desa tersebut yakni Ciseureuheun, Sinar Jaya, Buana, dan Cimanis. “Jembatan ini menghabiskan waktu tiga bulan dengan anggaran Rp1,2 miliar,” ujarnya.
Dengan dibangunnya jembatan akses pendidikan masyarakat, ke tempat ibadah, pertanian, dan perekonomian menjadi lebih mudah, karena di empat desa itu juga terdapat 4 SD, 4 MTS, 1 SMA, 4 pondok pesantren, serta 10 masjid. “Jalur utama untuk distribusi hasil pertanian dan perdagangan akhirnya bisa terbuka,” ucapnya.
Hal ini merupakan bagian rangkaian dari tema besar “Langkah Bersama untuk Indonesia” yang rencananya akan membangun 1.000 jembatan di Indonesia. “Di Pandeglang, kami juga akan membangun jembatan di Kecamatan Patia dan anggaran pembangunan jembatan dihimpun dari masyarakat,” katanya.
Pembangunan jembatan di Patia untuk dilintasi sepeda motor dan gerobak. Panjang jembatan 15-20 meter dengan lebar 2 meter. “Jembatan adalah bagian penting dari unsur membangun kemajuan desa dan daerah. Dengan jembatan roda ekonomi berputar, pendidikan merata, dan bagi PPPA ini bagian dari pengembangan dakwah Quran,” ujar Sunaryo.
Sekretaris Desa Ciseureuheun Kohar mengaku sangat senang dengan keberadaan jembatan yang dibangun oleh PPPA Daarul Quran. Dengan adanya jembatan, pihaknya tidak akan mendengar lagi keluhan masyarakat. “Banyak masyarakat yang terjatuh ketika melintasi jembatan. Beberapa kali juga anak-anak karena sebelum dibangun, kondisi jembatan sangat rapuh,” katanya.
Dia menceritakan pernah suatu hari ada warga yang pulang dari sawah, warga itu mengendarai sepeda motor yang di-setting seperti motor offroad dengan mengangkut empat karung padi menyeberangi sungai lewat jembatan bambu yang sudah miring. Tiba-tiba persis di atas jembatan yang sudah mau ambruk itu, seorang pria paruh baya yang membonceng istrinya terjatuh.
Menurut dia, awalnya di sini berdiri jembatan beton yang dibangun pada 1980. Kemudian, jembatan tersebut hilang tergerus banjir bandang. Sebagai gantinya, warga membuat jembatan bambu darurat sejak 35 tahun lalu. “Padahal, jembatan itu akses 4 desa, 3 pesantren, 2 SD, 1 MI, 2 SMP, dan 3 SMA. Lebih 2.000 keluarga mengakses jembatan tersebut. Keberadaannya sangat vital,” ujar Kohar.
Kemudian awal April 2015, PPPA Daarul Quran membangun jembatan. Konstruksi yang dibangun beton dan bahan baja galvanis. “Alhamdulillah baru sekarang kami merasa merdeka,” kata Kepala Desa Ciseureuheun Rohman.
Menurut dia, bangunan ini sekarang menjadi satu-satunya yang layak disebut jembatan di Cigeulis. Sementara itu, Camat Cigeulis Najamuddin menyampaikan jutaan terima kasih atas bantuan PPPA Daarul Quran.
‘’Apalagi, jembatan ini rampung dikerjakan dalam waktu hanya lima bulan. Kalau kami yang membangun sendiri, barangkali tidak cukup waktu dua tahun,” ujarnya.
Teguh mahardika
Jembatan yang dibangun melintasi Sungai Ciseket dengan panjang 20 meter dan lebar 3,5 meter ini membuat akses empat desa hidup kembali. Direktur Program PPPA Daarul Quran Sunaryo Adhiatmoko mengatakan, empat desa tersebut yakni Ciseureuheun, Sinar Jaya, Buana, dan Cimanis. “Jembatan ini menghabiskan waktu tiga bulan dengan anggaran Rp1,2 miliar,” ujarnya.
Dengan dibangunnya jembatan akses pendidikan masyarakat, ke tempat ibadah, pertanian, dan perekonomian menjadi lebih mudah, karena di empat desa itu juga terdapat 4 SD, 4 MTS, 1 SMA, 4 pondok pesantren, serta 10 masjid. “Jalur utama untuk distribusi hasil pertanian dan perdagangan akhirnya bisa terbuka,” ucapnya.
Hal ini merupakan bagian rangkaian dari tema besar “Langkah Bersama untuk Indonesia” yang rencananya akan membangun 1.000 jembatan di Indonesia. “Di Pandeglang, kami juga akan membangun jembatan di Kecamatan Patia dan anggaran pembangunan jembatan dihimpun dari masyarakat,” katanya.
Pembangunan jembatan di Patia untuk dilintasi sepeda motor dan gerobak. Panjang jembatan 15-20 meter dengan lebar 2 meter. “Jembatan adalah bagian penting dari unsur membangun kemajuan desa dan daerah. Dengan jembatan roda ekonomi berputar, pendidikan merata, dan bagi PPPA ini bagian dari pengembangan dakwah Quran,” ujar Sunaryo.
Sekretaris Desa Ciseureuheun Kohar mengaku sangat senang dengan keberadaan jembatan yang dibangun oleh PPPA Daarul Quran. Dengan adanya jembatan, pihaknya tidak akan mendengar lagi keluhan masyarakat. “Banyak masyarakat yang terjatuh ketika melintasi jembatan. Beberapa kali juga anak-anak karena sebelum dibangun, kondisi jembatan sangat rapuh,” katanya.
Dia menceritakan pernah suatu hari ada warga yang pulang dari sawah, warga itu mengendarai sepeda motor yang di-setting seperti motor offroad dengan mengangkut empat karung padi menyeberangi sungai lewat jembatan bambu yang sudah miring. Tiba-tiba persis di atas jembatan yang sudah mau ambruk itu, seorang pria paruh baya yang membonceng istrinya terjatuh.
Menurut dia, awalnya di sini berdiri jembatan beton yang dibangun pada 1980. Kemudian, jembatan tersebut hilang tergerus banjir bandang. Sebagai gantinya, warga membuat jembatan bambu darurat sejak 35 tahun lalu. “Padahal, jembatan itu akses 4 desa, 3 pesantren, 2 SD, 1 MI, 2 SMP, dan 3 SMA. Lebih 2.000 keluarga mengakses jembatan tersebut. Keberadaannya sangat vital,” ujar Kohar.
Kemudian awal April 2015, PPPA Daarul Quran membangun jembatan. Konstruksi yang dibangun beton dan bahan baja galvanis. “Alhamdulillah baru sekarang kami merasa merdeka,” kata Kepala Desa Ciseureuheun Rohman.
Menurut dia, bangunan ini sekarang menjadi satu-satunya yang layak disebut jembatan di Cigeulis. Sementara itu, Camat Cigeulis Najamuddin menyampaikan jutaan terima kasih atas bantuan PPPA Daarul Quran.
‘’Apalagi, jembatan ini rampung dikerjakan dalam waktu hanya lima bulan. Kalau kami yang membangun sendiri, barangkali tidak cukup waktu dua tahun,” ujarnya.
Teguh mahardika
(ftr)