BIN Janji Akan Lebih Terbuka
A
A
A
JAKARTA - Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso akan melanjutkan berbagai peningkatan program intelijen seperti yang telah dirintis pendahulunya Marciano Norman.
Sutiyoso menegaskan sasaran BIN ke depan adalah membangun intelijen yang tangguh dan profesional. ”Jadi ke depan banyak sekali pekerjaan yang menghadang kita. Pekerjaan intelijen itu memerlukan banyak sekali informasi dari berbagai sumber, karena itu ke depan BIN akan lebih terbuka,” ujar Sutiyoso di Istana Negara Jakarta kemarin.
Menurut mantan Gubernur DKI Jakarta itu, ke depan BIN akan memberikan peluang kepada masyarakat untuk memberikan informasi apa saja dan berpartisipasi dalam hal yang terkait dengan keamanan negara. Peran BIN yang lebih terbuka tersebut disampaikan Sutiyoso seusai dilantik sebagai kepala BIN oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan disaksikan seluruh jajaran Kabinet Kerja.
Penetapan Sutiyoso sebagai kepala BIN ditetapkan dalam surat Keputusan Presiden (Keppres) No 56/P/2015. Selain melantik Kepala BIN, Presiden juga melantik Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmayanto yang menggantikan Jenderal TNI Moeldoko. Pelantikan Panglima TNI ditetapkan berdasarkan Keppres No 49/TNI/2015.
Seperti diketahui, Jenderal TNI Moeldoko akan segera memasuki masa pensiun pada 1 Agustus mendatang. Terhadap serangan paham radikalisme dan terorisme yang semakin gencar dalam dunia maya, Sutiyoso mengaku hal itu menjadi agenda utama untuk diwaspadai.
Dengan Indonesia sebagai negara pengakses internet keenam terbesar di dunia, BIN harus mampu menguasai teknologi. ”Dari sekian puluh juta yang menggunakan internet itu, mayoritasnya adalah anak-anak muda yang masih labil, yang mudah untuk didoktrin. Tentu ke depan kita harus melakukan counter terhadap ini dan untuk melakukan itu, kita harus memiliki alat yang supercangih,” jelasnya.
Sementara itu, mantan Kepala BIN Marciano Norman berpesan kepada mantan Pangdam Jaya itu agar terus meningkatkan kemampuan intelijen negara dalam menghadapi setiap persoalan. ”Bagaimana kita tingkatkan SDM kita, juga kemampuan penginderaan, kemampuan cegah dini kita agar lebih baik,” kata Marciano.
Marciano mengaku sudah sering bertemu dengan Sutiyoso untuk membahas BIN dalam menghadapi masa depan. Dia menjelaskan apa-apa saja yang telah dia lakukan selama menjabat sebagai kepala BIN dalam dua pemerintahan yang berbeda. Dengan begitu, jalan Sutiyoso untuk memimpin BIN diharapkan bisa lebih mudah. ”Harapan itu jadi satu titik awal bagi Pak Sutiyoso untuk memulai aktivitasnya,” tandas dia.
Pengamat militer Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati mengatakan sangat penting bagi Panglima TNI baru untuk membenahi berbagai pembentukan penggabungan pasukan antarmatra. Menurut dia, penggabungan matra dalam suatu pasukan khusus di bawah TNI itu seharusnya dikaji dahulu.
Untuk menghadapi sebuah operasi khusus, mungkin saja perlu dukungan gabungan semua matra, tetapi tidak harus diwadahi dalam organisasi gabungan yang bersifat per-manen. Sebab penugasannya tidak hanya satu macam seperti pembebasan sandera. ”Operasi pasukan khusus gabungan bisa dilakukan dalam organisasi berbentuk satgas (task force ) sehingga bisa fleksibel,” ujarnya.
Menurut dia, menggabungkan dengan gegabah unsur AL dan AU yang memiliki kemampuan pertempuran jarak dekat (PJD) dalam operasi khusus justru akan menjadi beban bagi Kopassus. Sebab kemampuan PJD bukan domain unggulannya prajurit TNI AL dan TNI AU.
Selain itu, tujuan penyelenggaraan operasi khusus bukan hanya pembebasan sandera, menjinakkan bom, dan menugasi sniper untuk menembak dari jarak jauh seperti yang didemokan dalam pelatihan setiap tahun.
”Sebuah operasi khusus juga ditujukan untuk menyabotase sistem komando dan pengendalian musuh, menyabotase sistem logistik dan penginderaan (radar) musuh, dan melumpuhkan senjata bantuan musuh,” ujarnya.
Rarasati syarief / Hojin
Sutiyoso menegaskan sasaran BIN ke depan adalah membangun intelijen yang tangguh dan profesional. ”Jadi ke depan banyak sekali pekerjaan yang menghadang kita. Pekerjaan intelijen itu memerlukan banyak sekali informasi dari berbagai sumber, karena itu ke depan BIN akan lebih terbuka,” ujar Sutiyoso di Istana Negara Jakarta kemarin.
Menurut mantan Gubernur DKI Jakarta itu, ke depan BIN akan memberikan peluang kepada masyarakat untuk memberikan informasi apa saja dan berpartisipasi dalam hal yang terkait dengan keamanan negara. Peran BIN yang lebih terbuka tersebut disampaikan Sutiyoso seusai dilantik sebagai kepala BIN oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan disaksikan seluruh jajaran Kabinet Kerja.
Penetapan Sutiyoso sebagai kepala BIN ditetapkan dalam surat Keputusan Presiden (Keppres) No 56/P/2015. Selain melantik Kepala BIN, Presiden juga melantik Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmayanto yang menggantikan Jenderal TNI Moeldoko. Pelantikan Panglima TNI ditetapkan berdasarkan Keppres No 49/TNI/2015.
Seperti diketahui, Jenderal TNI Moeldoko akan segera memasuki masa pensiun pada 1 Agustus mendatang. Terhadap serangan paham radikalisme dan terorisme yang semakin gencar dalam dunia maya, Sutiyoso mengaku hal itu menjadi agenda utama untuk diwaspadai.
Dengan Indonesia sebagai negara pengakses internet keenam terbesar di dunia, BIN harus mampu menguasai teknologi. ”Dari sekian puluh juta yang menggunakan internet itu, mayoritasnya adalah anak-anak muda yang masih labil, yang mudah untuk didoktrin. Tentu ke depan kita harus melakukan counter terhadap ini dan untuk melakukan itu, kita harus memiliki alat yang supercangih,” jelasnya.
Sementara itu, mantan Kepala BIN Marciano Norman berpesan kepada mantan Pangdam Jaya itu agar terus meningkatkan kemampuan intelijen negara dalam menghadapi setiap persoalan. ”Bagaimana kita tingkatkan SDM kita, juga kemampuan penginderaan, kemampuan cegah dini kita agar lebih baik,” kata Marciano.
Marciano mengaku sudah sering bertemu dengan Sutiyoso untuk membahas BIN dalam menghadapi masa depan. Dia menjelaskan apa-apa saja yang telah dia lakukan selama menjabat sebagai kepala BIN dalam dua pemerintahan yang berbeda. Dengan begitu, jalan Sutiyoso untuk memimpin BIN diharapkan bisa lebih mudah. ”Harapan itu jadi satu titik awal bagi Pak Sutiyoso untuk memulai aktivitasnya,” tandas dia.
Pengamat militer Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati mengatakan sangat penting bagi Panglima TNI baru untuk membenahi berbagai pembentukan penggabungan pasukan antarmatra. Menurut dia, penggabungan matra dalam suatu pasukan khusus di bawah TNI itu seharusnya dikaji dahulu.
Untuk menghadapi sebuah operasi khusus, mungkin saja perlu dukungan gabungan semua matra, tetapi tidak harus diwadahi dalam organisasi gabungan yang bersifat per-manen. Sebab penugasannya tidak hanya satu macam seperti pembebasan sandera. ”Operasi pasukan khusus gabungan bisa dilakukan dalam organisasi berbentuk satgas (task force ) sehingga bisa fleksibel,” ujarnya.
Menurut dia, menggabungkan dengan gegabah unsur AL dan AU yang memiliki kemampuan pertempuran jarak dekat (PJD) dalam operasi khusus justru akan menjadi beban bagi Kopassus. Sebab kemampuan PJD bukan domain unggulannya prajurit TNI AL dan TNI AU.
Selain itu, tujuan penyelenggaraan operasi khusus bukan hanya pembebasan sandera, menjinakkan bom, dan menugasi sniper untuk menembak dari jarak jauh seperti yang didemokan dalam pelatihan setiap tahun.
”Sebuah operasi khusus juga ditujukan untuk menyabotase sistem komando dan pengendalian musuh, menyabotase sistem logistik dan penginderaan (radar) musuh, dan melumpuhkan senjata bantuan musuh,” ujarnya.
Rarasati syarief / Hojin
(ftr)