Ini Daftar Salah Teken Presiden Jokowi
A
A
A
SEJUMLAH kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai tidak cermat dan tidak memperhatikan kondisi masyarakat saat ini.
Jelas situasi ini membuat masyarakat ibarat gegana (gelisah, galau dan merana) menghadapi fenomena yang terjadi akhir-akhir ini.
Setidaknya menurut MNC Research, Senin (6/7/2015), ada beberapa Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres) yang dikeluarkan namun bertentangan dengan fakta yang ada di lapangan.
Pertama PP Nomor 46/2015 soal Proram Jaminan Hari Tua (JHT). Peraturan ini kemudian direvisi, setelah kalangan pekerja memprotes PP terkait ketentuan dana JHT, khususnya bagi pekerja peserta JHT yang kena PHK atau berhenti bekerja.
Bahkan akibat PP tentang JHT ini, nitizen ramai memperbincangkannya hingga #JokowiSalahTeken menjadi trending topic di Twitter, Sabtu 4 Juli 2015. (Baca: Polemik JHT, #JokowiSalahTeken Trending Topic di Twitter)
Saat itu Jokowi meneken PP JHT tersebut yang mengubah minimal pencairan dana JHT di masa kerja lima tahun, diubah menjadi 10 tahun. Setelah diprotes banyak kalangan, akhirnya Jokowi memerintahkan Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Hanif Dhakiri untuk merevisi PP tersebut.
Salah teken yang dilakukan Jokowi bukan pertama kali ini saja terjadi. Sebelumnya, Jokowi juga pernah menerbitkan Perpres tentang kenaikan uang muka pembelian kendaraan pejabat negara.
Namun Jokowi memutuskan merevisi perpres tersebut setelah menuai protes. (Baca: Jokowi Tak Tahu Uang Muka Mobil Pejabat Naik)
Akhirnya Jokowi pun membatalkan Perpres Nomor 39/2015 tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka bagi Pejabat Negara untuk Pembelian Kendaraan Perorangan. Presiden menganggap Perpres itu tidak tepat dilakukan saat ini. (Baca: Perpres Uang Muka Mobil Pejabat, Tjahjo Salahkan Menteri Terkait)
Tak hanya itu, salah teken Jokowi berulang saat keputusannya soal Perpres Nomor 165/2014 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja. Lagi-lagi Perpres ini dicabut melalui penerbitan sejumlah Perpres yang mengatur tiap-tiap kementerian.
Berlanjut lagi, di Perpres Nomor 190/2014 tentang Unit Staf Kepresidenan yang direvisi. Padahal Perpres ini baru diterbitkan kurang dari dua bulan.
Namun, lagi-lagi mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut merevisi lembaga baru itu dengan menerbitkan Perpres Nomor 26/2015 tentang Kantor Staf Presiden pada 24 Februari 2015. Presiden mengubah namanya dan memperluas kewenangan lembaga.
Kemudian, Presiden asal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu kembali merevisi Perpres Nomor 6/2015 tentang Badan Ekonomi Kreatif, yang diterbitkan 20 Januari 2015. (Baca: Jokowi Akan Bentuk Dua Badan Baru)
Sedangkan Perpres ini baru diterbitkan setelah tiga bulan usia Pemerintahan Jokowi. Pemerintah beralasan merevisi karena badan untuk meningkatkan industri kreatif itu belum bisa merekrut pegawai atau mencairkan dana anggaran negara untuk mendanai programnya. Pemerintah kini tengah menyiapkan revisi atas Perpres itu.
Entah mau sampai kapan sikap Presiden Jokowi yang acapkali salah teken. Padahal keputusan yang diambil menyangkut hajat hidup orang banyak, yang notabene rakyat Indonesia sendiri.
Tentu keputusan salah teken ini bukan sekali atau dua kali salah dilakukan Pemerintah Jokowi. Perlu kiranya Pemerintah Jokowi jeli dan melakukan observasi yang detail dalam memutuskan segala sesuatunya.
Jelas situasi ini membuat masyarakat ibarat gegana (gelisah, galau dan merana) menghadapi fenomena yang terjadi akhir-akhir ini.
Setidaknya menurut MNC Research, Senin (6/7/2015), ada beberapa Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres) yang dikeluarkan namun bertentangan dengan fakta yang ada di lapangan.
Pertama PP Nomor 46/2015 soal Proram Jaminan Hari Tua (JHT). Peraturan ini kemudian direvisi, setelah kalangan pekerja memprotes PP terkait ketentuan dana JHT, khususnya bagi pekerja peserta JHT yang kena PHK atau berhenti bekerja.
Bahkan akibat PP tentang JHT ini, nitizen ramai memperbincangkannya hingga #JokowiSalahTeken menjadi trending topic di Twitter, Sabtu 4 Juli 2015. (Baca: Polemik JHT, #JokowiSalahTeken Trending Topic di Twitter)
Saat itu Jokowi meneken PP JHT tersebut yang mengubah minimal pencairan dana JHT di masa kerja lima tahun, diubah menjadi 10 tahun. Setelah diprotes banyak kalangan, akhirnya Jokowi memerintahkan Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Hanif Dhakiri untuk merevisi PP tersebut.
Salah teken yang dilakukan Jokowi bukan pertama kali ini saja terjadi. Sebelumnya, Jokowi juga pernah menerbitkan Perpres tentang kenaikan uang muka pembelian kendaraan pejabat negara.
Namun Jokowi memutuskan merevisi perpres tersebut setelah menuai protes. (Baca: Jokowi Tak Tahu Uang Muka Mobil Pejabat Naik)
Akhirnya Jokowi pun membatalkan Perpres Nomor 39/2015 tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka bagi Pejabat Negara untuk Pembelian Kendaraan Perorangan. Presiden menganggap Perpres itu tidak tepat dilakukan saat ini. (Baca: Perpres Uang Muka Mobil Pejabat, Tjahjo Salahkan Menteri Terkait)
Tak hanya itu, salah teken Jokowi berulang saat keputusannya soal Perpres Nomor 165/2014 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja. Lagi-lagi Perpres ini dicabut melalui penerbitan sejumlah Perpres yang mengatur tiap-tiap kementerian.
Berlanjut lagi, di Perpres Nomor 190/2014 tentang Unit Staf Kepresidenan yang direvisi. Padahal Perpres ini baru diterbitkan kurang dari dua bulan.
Namun, lagi-lagi mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut merevisi lembaga baru itu dengan menerbitkan Perpres Nomor 26/2015 tentang Kantor Staf Presiden pada 24 Februari 2015. Presiden mengubah namanya dan memperluas kewenangan lembaga.
Kemudian, Presiden asal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu kembali merevisi Perpres Nomor 6/2015 tentang Badan Ekonomi Kreatif, yang diterbitkan 20 Januari 2015. (Baca: Jokowi Akan Bentuk Dua Badan Baru)
Sedangkan Perpres ini baru diterbitkan setelah tiga bulan usia Pemerintahan Jokowi. Pemerintah beralasan merevisi karena badan untuk meningkatkan industri kreatif itu belum bisa merekrut pegawai atau mencairkan dana anggaran negara untuk mendanai programnya. Pemerintah kini tengah menyiapkan revisi atas Perpres itu.
Entah mau sampai kapan sikap Presiden Jokowi yang acapkali salah teken. Padahal keputusan yang diambil menyangkut hajat hidup orang banyak, yang notabene rakyat Indonesia sendiri.
Tentu keputusan salah teken ini bukan sekali atau dua kali salah dilakukan Pemerintah Jokowi. Perlu kiranya Pemerintah Jokowi jeli dan melakukan observasi yang detail dalam memutuskan segala sesuatunya.
(maf)