Larang Sahur on the Road, Wali Kota Bogor Diprotes
A
A
A
BOGOR - Kebijakan Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto yang melarang masyarakat memberi makan sahur kepada kaum duafa di jalanan atau dikenal sahur on the road (SOTR) menuai reaksi keras dari sejumlah kalangan.
Pasalnya, sikap wali kota tidak mencerminkan jiwa sosial dan saling membantu antarsesama, khususnya bagi mereka yang kurang mampu. Kebijakan tersebut ditentang kalangan ulama dan santri sejumlah pondok pesantren di Kota Bogor. Ratusan santri memadati depan pintu gerbang Balai Kota Bogor di Jalan Djuanda, pukul 03.00 WIB, Minggu (5/7).
Sambil memainkan gas kendaraan dan membunyikan klakson, mereka meminta Bima Arya mengklarifikasi maksud dari larangan tersebut. Bima yang saat itu selesai melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke salah satu tempat hiburan malam, langsung didatangi para pimpinan pondok pesantren. Untuk menghindari hal yang tak diinginkan, saat itu juga Bima mengakomodasi mereka dan menyambut perwakilan pimpinan santri dengan menggelar pertemuan tertutup.
Mereka membicarakan pelarangan SOTR yang menurut para santri tidaktepat. Sekitar20 menit, akhirnya Bima dan pimpinan santri keluar ruangan. ”Dalam pertemuan tadi, kita mempertanyakan pelarangan tersebut. Saya tegaskanSOTR ini bagian dari ibadah. Kita berbagi antarsesama di bulan Ramadan ini dengan sasaran yang tepat dan tertib berlalu lintas,” kata Mahdi bin Hamzah Assegaf, salah seorang pimpinan santri.
Menanggapi itu, Bima mengatakan tidak melarang siapa pun untuk beribadah, yang penting dilakukan dengan cara tertib dan tepat sasaran. Dia juga mengimbau para santri tidak membawa anak di bawah umur dalam mengikuti kegiatan SOTR.
Pasalnya, banyak dari rombongan santri yang melakukan SOTR masih di bawah umur dan tidak menggunakan helm. ”Kita tampilkan wajah Islam yang ramah dan samasama perangi maksiat di Kota Bogor,” ucapnya.
Haryudi
Pasalnya, sikap wali kota tidak mencerminkan jiwa sosial dan saling membantu antarsesama, khususnya bagi mereka yang kurang mampu. Kebijakan tersebut ditentang kalangan ulama dan santri sejumlah pondok pesantren di Kota Bogor. Ratusan santri memadati depan pintu gerbang Balai Kota Bogor di Jalan Djuanda, pukul 03.00 WIB, Minggu (5/7).
Sambil memainkan gas kendaraan dan membunyikan klakson, mereka meminta Bima Arya mengklarifikasi maksud dari larangan tersebut. Bima yang saat itu selesai melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke salah satu tempat hiburan malam, langsung didatangi para pimpinan pondok pesantren. Untuk menghindari hal yang tak diinginkan, saat itu juga Bima mengakomodasi mereka dan menyambut perwakilan pimpinan santri dengan menggelar pertemuan tertutup.
Mereka membicarakan pelarangan SOTR yang menurut para santri tidaktepat. Sekitar20 menit, akhirnya Bima dan pimpinan santri keluar ruangan. ”Dalam pertemuan tadi, kita mempertanyakan pelarangan tersebut. Saya tegaskanSOTR ini bagian dari ibadah. Kita berbagi antarsesama di bulan Ramadan ini dengan sasaran yang tepat dan tertib berlalu lintas,” kata Mahdi bin Hamzah Assegaf, salah seorang pimpinan santri.
Menanggapi itu, Bima mengatakan tidak melarang siapa pun untuk beribadah, yang penting dilakukan dengan cara tertib dan tepat sasaran. Dia juga mengimbau para santri tidak membawa anak di bawah umur dalam mengikuti kegiatan SOTR.
Pasalnya, banyak dari rombongan santri yang melakukan SOTR masih di bawah umur dan tidak menggunakan helm. ”Kita tampilkan wajah Islam yang ramah dan samasama perangi maksiat di Kota Bogor,” ucapnya.
Haryudi
(ftr)