45 Tahun, IKJ Ditantang Jaga Idealisme
A
A
A
Perguruan tinggi seni Institut Kesenian Jakarta (IKJ) merayakan usia ke-45 tahun pada 26 Juni 2015. Dalam kurun waktu 45 tahun itu, idealisme IKJ masih terjaga. Namun ke depan, IKJ masih terus menghadapi tantangan dalam menjaga idealismenya.
Serangkaian parade seni dan budaya untuk lebih mendekatkan diri kepada masyarakat pun digelar pada 25–27 Juni. Perhelatan melibatkan sejumlah musisi Tanah Air.
Rektor IKJ Wagiono Sunarto mengatakan, sejak didirikan pada 25 Juni 1976 oleh Ali Sadikin dan diresmikan oleh Soekarno, IKJ berusaha terus menjadi perguruan tinggi seni yang menghasilkan lulusan berkualitas. Dalam perjalanannya, IKJ mengalami banyak tantangan, misalnya tawaran atau godaan untuk lebih berorientasi pada pasar. Kendati demikian, hingga saat ini IKJ tetap teguh pada idealismenya –sebagaimana keinginan Ali Sadikin–yakni agar Jakarta menjadi kota berbudaya.
”Karenanya, dalam perayaan hari jadinya ini, IKJ akan menampilkan karya-karya daritiga fakultas, yakni Fakultas Seni Pertunjukan, Fakultas Seni Rupa, serta Fakultas Film dan Televisi,” ujar Wagiono kepada KORAN SINDO seusai jumpa pers diGaleri Cipta III, TIM, Cikini, Jakarta Pusat. Perayaan ulang tahun IKJ kali ini diramaikan dengan sejumlah kegiatan. Para pengisi acara bukan cuma dari kalangan mahasiswa IKJ, melainkan alumni, siswa SMA, serta berbagai komunitas seni.
Pameran bertajuk 28 BIKINI; 28 Tahun Bikin Komik di Cikini oleh Fakultas Seni Rupa (FSR) IKJ di Galeri Cipta III, kompleks TIM. Selain menikmati hasil karya komik dan kartun, pengunjung juga bisa berpartisipasi dalam diskusi, workshop, dan peluncuran buku komik-kartun karya mahasiswa dan dosen FSR-IKJ. Lalu ada pameran seni rupa Beyond Border in Art. Eksebisi yang bekerja sama antara seniman Indonesia dan Korea ini digelar di lobi Teater Jakarta, TIM.
Pamerannya menampilkan karya dosen FSR IKJ dan dosen dari Sookmyang Women’s. Ada dua kompetisi yang diselenggarakan, yakni lomba busana Indonesian Stylepada 25 Juni di lobi Teater Jakarta serta lomba lukis ”Identitas Jakarta” pada 27 Juni di lokasi yang sama. Kompetisi ini dapat diikuti siswa SMU/SMK se-Jabodetabek yang ingin mengekspresikan minat dan bakatnya di bidang seni rupa dan desain. Semua kegiatan itu terbuka untuk umum agar masyarakat dapat ikut merayakan dan mengapresiasi perwujudan kesenian dan kebudayaan yang digelar para seniman muda IKJ.
Di sisi lain, dengan cara itu, IKJ bisa memberikan nilai positif kepada masyarakat yang saat ini tengah mengalami pergeseran nilai. ”Ini adalah amanah yang diberikan Ali Sadikin, bahwa DKI Jakarta dapat menjadi kota berbudaya. Jakarta berubah dari segi nilai masyarakatnya, dan kami sudah sampai pada titik ini,” ucapnya.
Menyangkut output,Wagiono mengungkapkan, selama 45 tahun perguruan tinggi sudah menghasilkan lebih dari 3.000 lulusan D-III, DIV, S-1, dan S-2. Namun, tak hanya yang lulus, IKJ juga mempunyai 8.500 mahasiswa yang tidak lulus alias drop out. ”Mereka tidak lulus, tapi langsung jadi seniman. Kami terlalu cepat mendidik. Rupanya bukan bangga, tapi itulah sejarahnya,” kata Wagiono. Sebanyak 8.500 yang tidak lulus ini, lanjut Wagiono, merupakan kegagalan sejarah.
Meski demikian, banyak dari mereka malah lahir jadi seniman yang hebat. Sebagai contoh, musisi Iwan Fals. Menurutnya, mereka yang tidak lulus ini kebanyakan mahasiswa awal ketika IKJ berdiri. Sekadar diingat, saat didirikan, IKJ bernama Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta. Waktu itu IKJ tidak mengikuti konsep dari Direktorat Pendidikan Tinggi dan Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta.
”Kan konsepnya (IKJ waktu itu) sanggar. Konsep lulus atau tidak lulus itu yadi masyarakat,” pungkasnya.Dia memaparkan, kini IKJ menerima tak kurang 500 mahasiswa baru dan meluluskan 400 mahasiswa tiap tahunnya. Angka kelulusan di IKJ makin lama makin tinggi.
Kendati demikian, Wagiono menegaskan, tantangan ke depan makin berat, yakni tetap menjalankan visi dan misi para perintis dan pendiri untuk mewujudkan sekolah yang tidak melulu berorientasi material, tapi juga idealisme. Tantangan lainnya adalah perkembangan teknologi yang harus dilewati oleh mahasiswa dan pengajar.
Thomasmanggalla
Serangkaian parade seni dan budaya untuk lebih mendekatkan diri kepada masyarakat pun digelar pada 25–27 Juni. Perhelatan melibatkan sejumlah musisi Tanah Air.
Rektor IKJ Wagiono Sunarto mengatakan, sejak didirikan pada 25 Juni 1976 oleh Ali Sadikin dan diresmikan oleh Soekarno, IKJ berusaha terus menjadi perguruan tinggi seni yang menghasilkan lulusan berkualitas. Dalam perjalanannya, IKJ mengalami banyak tantangan, misalnya tawaran atau godaan untuk lebih berorientasi pada pasar. Kendati demikian, hingga saat ini IKJ tetap teguh pada idealismenya –sebagaimana keinginan Ali Sadikin–yakni agar Jakarta menjadi kota berbudaya.
”Karenanya, dalam perayaan hari jadinya ini, IKJ akan menampilkan karya-karya daritiga fakultas, yakni Fakultas Seni Pertunjukan, Fakultas Seni Rupa, serta Fakultas Film dan Televisi,” ujar Wagiono kepada KORAN SINDO seusai jumpa pers diGaleri Cipta III, TIM, Cikini, Jakarta Pusat. Perayaan ulang tahun IKJ kali ini diramaikan dengan sejumlah kegiatan. Para pengisi acara bukan cuma dari kalangan mahasiswa IKJ, melainkan alumni, siswa SMA, serta berbagai komunitas seni.
Pameran bertajuk 28 BIKINI; 28 Tahun Bikin Komik di Cikini oleh Fakultas Seni Rupa (FSR) IKJ di Galeri Cipta III, kompleks TIM. Selain menikmati hasil karya komik dan kartun, pengunjung juga bisa berpartisipasi dalam diskusi, workshop, dan peluncuran buku komik-kartun karya mahasiswa dan dosen FSR-IKJ. Lalu ada pameran seni rupa Beyond Border in Art. Eksebisi yang bekerja sama antara seniman Indonesia dan Korea ini digelar di lobi Teater Jakarta, TIM.
Pamerannya menampilkan karya dosen FSR IKJ dan dosen dari Sookmyang Women’s. Ada dua kompetisi yang diselenggarakan, yakni lomba busana Indonesian Stylepada 25 Juni di lobi Teater Jakarta serta lomba lukis ”Identitas Jakarta” pada 27 Juni di lokasi yang sama. Kompetisi ini dapat diikuti siswa SMU/SMK se-Jabodetabek yang ingin mengekspresikan minat dan bakatnya di bidang seni rupa dan desain. Semua kegiatan itu terbuka untuk umum agar masyarakat dapat ikut merayakan dan mengapresiasi perwujudan kesenian dan kebudayaan yang digelar para seniman muda IKJ.
Di sisi lain, dengan cara itu, IKJ bisa memberikan nilai positif kepada masyarakat yang saat ini tengah mengalami pergeseran nilai. ”Ini adalah amanah yang diberikan Ali Sadikin, bahwa DKI Jakarta dapat menjadi kota berbudaya. Jakarta berubah dari segi nilai masyarakatnya, dan kami sudah sampai pada titik ini,” ucapnya.
Menyangkut output,Wagiono mengungkapkan, selama 45 tahun perguruan tinggi sudah menghasilkan lebih dari 3.000 lulusan D-III, DIV, S-1, dan S-2. Namun, tak hanya yang lulus, IKJ juga mempunyai 8.500 mahasiswa yang tidak lulus alias drop out. ”Mereka tidak lulus, tapi langsung jadi seniman. Kami terlalu cepat mendidik. Rupanya bukan bangga, tapi itulah sejarahnya,” kata Wagiono. Sebanyak 8.500 yang tidak lulus ini, lanjut Wagiono, merupakan kegagalan sejarah.
Meski demikian, banyak dari mereka malah lahir jadi seniman yang hebat. Sebagai contoh, musisi Iwan Fals. Menurutnya, mereka yang tidak lulus ini kebanyakan mahasiswa awal ketika IKJ berdiri. Sekadar diingat, saat didirikan, IKJ bernama Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta. Waktu itu IKJ tidak mengikuti konsep dari Direktorat Pendidikan Tinggi dan Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta.
”Kan konsepnya (IKJ waktu itu) sanggar. Konsep lulus atau tidak lulus itu yadi masyarakat,” pungkasnya.Dia memaparkan, kini IKJ menerima tak kurang 500 mahasiswa baru dan meluluskan 400 mahasiswa tiap tahunnya. Angka kelulusan di IKJ makin lama makin tinggi.
Kendati demikian, Wagiono menegaskan, tantangan ke depan makin berat, yakni tetap menjalankan visi dan misi para perintis dan pendiri untuk mewujudkan sekolah yang tidak melulu berorientasi material, tapi juga idealisme. Tantangan lainnya adalah perkembangan teknologi yang harus dilewati oleh mahasiswa dan pengajar.
Thomasmanggalla
(ars)