Diprotes, Jokowi Revisi PP BPJS
A
A
A
JAKARTA - Setelah mendapat protes, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2015 tentang BPJS Ketenagakerjaan.
Revisi terutama terkait aturan mengenai pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) bagi peserta yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Dengan ada revisi ini, peserta BPJS Ketenagakerjaan yang terkena PHK akan dapat langsung mencairkan JHT tanpa harus menunggu waktu 10 tahun atau memasuki usia 56 tahun.
JHT akan dapat langsung cair setelah satu bulan terkena PHK. ”Kita sudah lapor ke Presiden dan saya sudah mendapat perintah dari Presiden. Intinya, jaminan hari tua itu, Presiden memerintahkan kepada kita untuk memastikan bahwa para pekerja yang terkena PHK bisa mengambil JHT-nya itu sebulan setelah kena PHK,” kata Menaker Hanif Dhakiri di Istana Negara, Jakarta, kemarin.
Revisi ini merupakan keputusan dari Presiden Jokowi setelah memanggil Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri dan Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Elvyn G Masassya. Hanif menambahkan, dengan perintah Presiden Jokowi untuk merevisi PP terkait JHT bagi yang terkena PHK akan membuat kondisi kembali tenang.
Sebelumnya masyarakat hingga pekerja melakukan aksi demonstrasi atas perubahan mekanisme pencairan JHT. ”Jadi kalau ada ramai-ramai kemarin 10 tahun itu adalah bagi mereka peserta aktif. Kalau kena PHK, satu bulan kemudian dia bisa ambil JHT-nya. Konsekuensinya akan ada revisi terhadap PP ini,” kata Hanif. Dengan revisi PP ini, pemerintah tidak akan mengambil langkah transisi yang sebelumnya akan diambil.”Sudah enggak relevan lagi dong.
Masalah sekarang ini kan ada pekerja yang sudah PHK tidak bisa mencairkan karena dia belum jadi 10 tahun. Kemudian itu diubah kalau dia di-PHK, satu bulan bisa dicairkan,” paparnya. Saat ditanya kapan revisi PP ini dilakukan, Hanif menyebut, secepatnya harus dilakukan.
”Perintahnya baru ini. Secepat mungkin,” ujarnya. Sebelumnya BPJS Ketenagakerjaan sesuai peraturan baru aktif beroperasi pada 1 Juli 2015. Hal tersebut tertuang dalam UU Nomor 24/2011 tentang BPJS. Anehnya, peraturan pemerintah (PP) baru ditandatangani pada 30 Juni.
Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf memandang, ada yang aneh dari peraturan tersebut. Perubahan peraturan tersebut hal yang sangat penting dan harus segera dipublikasikan. ”UU Nomor 24/2011 tentang BPJS perintahkan pelaksanaan BPJS Naker mulai 1 Juli 2015, tapi ternyata PP-nya baru diteken Presiden pada 30 Juni.
Padahal, Komisi IX sudah meminta sejak lama untuk disosialisasikan,” kata Dede. Berdasarkan hal itu, Dede mewakili Komisi IX akan memanggil Menteri Tenaga Kerja Hafif Dhakiri dan Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Elvyn G Massasya. Keduanya akan dipanggil untuk dimintakan penjelasannya terkait penandatanganan PP Nomor 46 Tahun 2015.
”Saya sebagai ketua komisi sudah teken surat Komisi IX untuk panggil Menaker dan Dirut BPJS Naker pada Senin. Untuk pertanggungjawabkan beri penjelasan mengapa kebijakan ini seolah sembunyi-sembunyi. Kenapa PP baru diteken H-1? Ada apa di balik batu?” imbuhnya.
neneng zubaidah/ Okezone
Revisi terutama terkait aturan mengenai pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) bagi peserta yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Dengan ada revisi ini, peserta BPJS Ketenagakerjaan yang terkena PHK akan dapat langsung mencairkan JHT tanpa harus menunggu waktu 10 tahun atau memasuki usia 56 tahun.
JHT akan dapat langsung cair setelah satu bulan terkena PHK. ”Kita sudah lapor ke Presiden dan saya sudah mendapat perintah dari Presiden. Intinya, jaminan hari tua itu, Presiden memerintahkan kepada kita untuk memastikan bahwa para pekerja yang terkena PHK bisa mengambil JHT-nya itu sebulan setelah kena PHK,” kata Menaker Hanif Dhakiri di Istana Negara, Jakarta, kemarin.
Revisi ini merupakan keputusan dari Presiden Jokowi setelah memanggil Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri dan Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Elvyn G Masassya. Hanif menambahkan, dengan perintah Presiden Jokowi untuk merevisi PP terkait JHT bagi yang terkena PHK akan membuat kondisi kembali tenang.
Sebelumnya masyarakat hingga pekerja melakukan aksi demonstrasi atas perubahan mekanisme pencairan JHT. ”Jadi kalau ada ramai-ramai kemarin 10 tahun itu adalah bagi mereka peserta aktif. Kalau kena PHK, satu bulan kemudian dia bisa ambil JHT-nya. Konsekuensinya akan ada revisi terhadap PP ini,” kata Hanif. Dengan revisi PP ini, pemerintah tidak akan mengambil langkah transisi yang sebelumnya akan diambil.”Sudah enggak relevan lagi dong.
Masalah sekarang ini kan ada pekerja yang sudah PHK tidak bisa mencairkan karena dia belum jadi 10 tahun. Kemudian itu diubah kalau dia di-PHK, satu bulan bisa dicairkan,” paparnya. Saat ditanya kapan revisi PP ini dilakukan, Hanif menyebut, secepatnya harus dilakukan.
”Perintahnya baru ini. Secepat mungkin,” ujarnya. Sebelumnya BPJS Ketenagakerjaan sesuai peraturan baru aktif beroperasi pada 1 Juli 2015. Hal tersebut tertuang dalam UU Nomor 24/2011 tentang BPJS. Anehnya, peraturan pemerintah (PP) baru ditandatangani pada 30 Juni.
Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf memandang, ada yang aneh dari peraturan tersebut. Perubahan peraturan tersebut hal yang sangat penting dan harus segera dipublikasikan. ”UU Nomor 24/2011 tentang BPJS perintahkan pelaksanaan BPJS Naker mulai 1 Juli 2015, tapi ternyata PP-nya baru diteken Presiden pada 30 Juni.
Padahal, Komisi IX sudah meminta sejak lama untuk disosialisasikan,” kata Dede. Berdasarkan hal itu, Dede mewakili Komisi IX akan memanggil Menteri Tenaga Kerja Hafif Dhakiri dan Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Elvyn G Massasya. Keduanya akan dipanggil untuk dimintakan penjelasannya terkait penandatanganan PP Nomor 46 Tahun 2015.
”Saya sebagai ketua komisi sudah teken surat Komisi IX untuk panggil Menaker dan Dirut BPJS Naker pada Senin. Untuk pertanggungjawabkan beri penjelasan mengapa kebijakan ini seolah sembunyi-sembunyi. Kenapa PP baru diteken H-1? Ada apa di balik batu?” imbuhnya.
neneng zubaidah/ Okezone
(bbg)