Ekonomi Melambat, Pertamina Tetap Ekspansif

Selasa, 30 Juni 2015 - 08:55 WIB
Ekonomi Melambat, Pertamina Tetap Ekspansif
Ekonomi Melambat, Pertamina Tetap Ekspansif
A A A
Melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia menyebabkan banyak sektor industri terkena dampaknya, termasuk minyak dan gas bumi (migas).

Industri migas bahkan termasuk salah satu sektor yang paling tertekan karena perlambatan ekonomi berujung pada turunnya harga minyak. Alhasil, para produsen pun harus pandai menyiasati perlambatan ini agar kinerja perusahaan tidak tergerus.

Bagi PT Pertamina (Persero), selaku perusahaan minyak nasional, penurunan harga minyak justru dipandang sebagai peluang meningkatkan investasi di sektor hulu migas. Ini ditunjukkan dengan ekspansi blok-blok migas oleh Pertamina di luar negeri, antara lain di Amerika, Afrika, Asia Tenggara.

Meski begitu, Pertamina hanya akan mengakuisisi ladang migas yang sudah berproduksi untuk mengurangi risiko kegagalan kegiatan eksplorasi. “Misalnya, di Amerika, kami sedang membidik lapangan migas di salah satu negara di sana. Tapi yang jelas, dana digunakan untuk ladang-ladang yang sudah menghasilkan,” tutur Direktur Hulu Pertamina Syamsu Alam.

Aksi korporasi berupa ekspansi ladang-ladang migas tersebut bukan tanpa alasan. Syamsu Alam melihat hasil produksi migas dari blok yang diakuisisi diperkirakan terasa 3-4 tahun mendatang. Dengan demikian, dapat membantu pemerintah dalam mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM). Saat ini Pertamina telah memiliki ladang migas di beberapa negara, seperti Malaysia, Vietnam, Aljazair, Irak.

Melalui PT Pertamina Internasional Eksplorasi dan Produksi atau PIEP yang berdomisili di Malaysia, Pertamina telah menyelesaikan akuisisi 30% saham Murphy Sabah Oil Co Ltd dan Murphy Sarawak Oil Co Ltd di ladang migas lepas pantai di Sabah dan Sarawak bernilai USD2 miliar. Produksi minyak bagian Pertamina di negeri jiran tersebut telah mencapai 42.000 barel setara minyak per hari.

Pada 2020-2022 Pertamina menargetkan besaran produksi bagiannya mencapai 70.000 boepd. Secara keseluruhan, Pertamina telah menambah produksi minyak mencapai sekitar 110.000 barel setara minyak per hari (bph) dari ekspansinya ke luar negeri. Produksi migas Pertamina rata-rata mencapai sekitar 520.000 barel setara minyak per hari.

Pertamina menargetkan pada 2025 produksi migas mencapai 2,2 juta barel setara minyak per hari, di mana 600.000 barel setara minyak per hari di antaranya dari ladang-ladang di luar negeri. Upaya-upaya peningkatan cadangan dan produksi dari luar negeri diyakini tidak hanya menguntungkan secara bisnis, tapi juga meningkatkan ketahanan energi nasional.

Selain akuisisi di sektor hulu, guna meningkatkan ketahanan energi nasional Pertamina juga melakukan berbagai upaya terobosan untuk menambah kapasitas produksi bahan bakar di dalam negeri secara efisien dan kompetitif. Direktur Pengolahan Pertamina Rachmad Hardadi mengatakan, ada beberapa langkah yang disiapkan untuk tujuan tersebut, yaitu akuisisi kilang-kilang di luar negeri, Refinery Development Masterplan Program (RDMP), dan pembangunan kilangkilang baru penugasan dari pemerintah.

“Akuisisi ini kami melihat jangka pendek mengamankan suplai BBM. Sementara untuk jangka menengah tetap melaksanakan program RDMP, sedangkan jangka panjang berupa kilang baru,” tuturnya. Dari tiga upaya tersebut, Pertamina memproyeksikan peningkatan kapasitas kilang menjadi 2,3 juta barel per hari, dari saat ini 1 juta barel per hari.

Dengan tingkat kompleksitas yang semakin tinggi, kilang-kilang Pertamina kelak memiliki fleksibilitas untuk mengolah berbagai jenis feedstock minyak mentah sehingga biaya produksi semakin efisien dan kompetitif. Bahkan, Rachmad meyakini apabila seluruh proyek tersebut tuntas, maka biaya pokok produksi kilang Pertamina akan jauh lebih rendah dari Mean Oil Platts of Singapore.

Semakin Efisien

Menghadapi tekanan rendahnya harga minyak dunia, banyak perusahaan migas global melakukan efisiensi, mulai pemotongan rencana belanja investasi hingga pemutusan hubungan kerja (PHK).

Namun, Pertamina sebagai BUMN yang juga berperan sebagai agen pembangunan justru memilih langkah lebih moderat dengan melakukan efisiensi di segala lini, dengan tetap mempertahankan dan mengoptimalkan sumber daya yang ada, termasuk sumber daya manusia (SDM). “Karena jika kita melakukan PHK haram hukumnya bagi perusahaan BUMN,” ujar Direktur Utama Dwi Soetjipto saat berkunjung ke MNC Media belum lama ini.

Langkah ini patut mendapatkan apresiasi, terlebih ternyata upaya tersebut benar-benar membuahkan hasil menggembirakan. Pertamina mencatat efisiensi dan penghematan melalui pelaksanaan breakthrough project perusahaan senilai USD172 juta atau Rp2,29 triliun hingga akhir Mei 2015. Capaian efisiensi tersebut di atas target periode lima bulan pertama yang dipatok USD168 juta atau meningkat signifikan dibanding realisasi kuartal I 2015 yang mencapai USD96 juta.

Manajemen Pertamina pun optimistis melalui program besar berupa breakthrough project itu, efisiensi tahun ini bisa mencapai USD479 juta. Efisiensi terbesar diperoleh dari sentralisasi pengadaan di mana Pertamina mengubah pola pengadaan yang sebelumnya dilakukan korporat unit dan anak perusahaan secara terpisah-pisah menjadi terpusat melalui Procurement Excellence Group Pertamina.

Nilai efisiensi yang dicapai dengan perubahan ini telah mencapai USD66 juta. Pembenahan tata kelola dan arus minyak di antaranya dilakukan dengan memperkecil volume losses minyak dan produk minyak yang menyumbang efisiensi cukup besar, yakni USD64,4 juta.

Selanjutnya efisiensi dari perubahan proses pengadaan minyak dan produk minyak oleh Integrated Supply Chain (ISC) yang hingga akhir Mei lalu telah mencapai USD37 juta. Revitalisasi telah menjadikan ISC berperan lebih baik, antara lain dari proses tender yang dilaksanakan terbukti menghasilkan harga lebih kompetitif. Demikian juga dengan metode pembayaran yang kini sepenuhnya tidak lagi menggunakan L/C.

Hal ini merepresentasikan tingkat kepercayaan seller kepada Pertamina lebih tinggi. Sementara dari program corporate cash management yang ditujukan untuk memperbaiki pengelolaan treasury, efisiensiPertamina juga di atas target, yaitu USD6,22 juta. Adapun, program optimalisasi aset penunjang usaha telah berhasil menyumbang tambahan pendapatan senilai USD2,62 juta.

“Di tengah masa sulit industri migas seperti saat ini, upaya-upaya efisiensi menjadi penting untuk terus dilakukan,” tutur Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro.

Nanang Wijayanto
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0418 seconds (0.1#10.140)