7.000 TKI di Korsel Ilegal

Senin, 29 Juni 2015 - 11:03 WIB
7.000 TKI di Korsel...
7.000 TKI di Korsel Ilegal
A A A
SOLO - Sebanyak 7.000 Warga Negara Indonesia (WNI) tercatat sebagai tenaga kerja ilegal di Korea Selatan (Korsel). Masa kerja mereka habis, namun tetap bertahan hingga melebihi batas tinggal (overstay).

Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Nusron Wahid mengemukakan, tercatat ada 61.000 TKI pernah bekerja di Korsel. Dari jumlah itu 42.000 di antaranya masih tinggal di Korsel untuk bekerja. Sementara, 7.000 di antaranya dinyatakan ilegal karena telah melewati batas tinggal atau overstay. Keberadaan mereka yang enggan pulang ke Tanah Air itu menjadi persoalan tersendiri bagi Indonesia.

Sebab, Pemerintah Korsel telah memperingatkan akan menutup program government to government (g to g) apabila jumlah TKI yang overstay mencapai 10.000 orang. ”Ada memorandum saling pengertian antara Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi IndonesiadenganKoreatentang pengiriman TKI berdasarkan izin kerja yang dimulai sejak Juli 2004,” kata Nusron, saat memberikan keterangan pers pelaksanaan ujian Employment Permit System Test of Proficiency in Korea (EPS-TOPIK) di Kampus Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, kemarin.

Pihaknya terus berupaya membujuk agar TKI yang sudah berstatus overstay dapat segera kembali ke Indonesia. Pada dasarnya, pemerintah tidak bisa memulangkan paksa TKI yang bersangkutan karena semua warga negara berhak mencari pekerjaan di mana pun. Penyebab TKI di Korsel enggan pulang ke Indonesia karena telah memiliki pekerjaan tetap dengan penghasilan yang besar serta tempat tinggal yang mapan. ”Jadi, bukan karena kekurangan biaya untuk kembali ke Tanah Air,” tegas Nusron.

Pemerintah pun tetap menyediakan dana pemulangan TKI bermasalah yang tertangkap kendati para TKI tersebut memiliki uang sendiri untuk pulang ke Tanah Air. Apabila 7.000 TKI yang overstay bisa dikurangi, otomatis jumlah WNI yang dapat bekerja ke Korsel menjadi lebih banyak mengingat peminatnya sangat tinggi.

Upaya lainnya adalah menjembatani para TKI overstay dengan Pemerintah Korsel. Pemerintah Negeri Ginseng menyanggupi permintaan TKI untuk pemutihan pelanggaran izin tinggal. Namun, mereka juga meminta hal sama bagi warga negara Korsel yang ada di Indonesia. Padahal, jumlah warga Korsel yang ada di Indonesia mencapai 40.000 orang, sehingga sejauh ini belum ada jalan keluar atau kesepakatan antara pemerintah Indonesia dengan Korsel.

Adapun, jumlah calon TKI (CTKI) yang mengikuti ujian EPS-TOPIK yang berlangsung dua hari, 27-28 Juni 2015, mencapai 28.556 peserta. Rinciannya, di Universitas Esa Tunggal Jakarta ada 1.799 CTKI; di Institut Manajemen Koperasi Indonesia Jawa Barat sebanyak 5.712 CTKI; UNS Surakarta mencapai 13.048 CTKI; dan Universitas DR Soetomo Jawa Timur 7.997 CTKI.

Berdasar jenis kelamin, ada 25.413 CTKI pria dan 3.143 CTKI perempuan. Adapun, lapangan pekerjaan yang disediakan adalah industri manufaktur. Hasil kelulusan ujian EPS-TOPIK ke-13 diharapkan sesuai dengan kuota yang diberikan Korsel kepada Indonesia untuk program G to G pada 2015 yaitu sebanyak 5.800 orang.

Rektor UNS Surakarta Profesor Ravik Karsidi mengatakan, ujian EPS-TOPIK yang digelar di UNS merupakan kelima kali berturut turut sejak 2010. Peserta yang mendaftar melalui UNS diakui cukup tinggi, ratarata 13.000 CTKI atau 40% dari seluruh pendaftar. Demi mendukung kelancaran ujian EPSTOPIK, pihaknya melibatkan 204 pengawas ujian. ”Materi dalam ujian adalah reading dan listening,” ungkap Ravik.

Demi mengantisipasi praktek perjokian, di lokasi ujian ada tahap pemeriksaan sidik jari (finger print) dan pemeriksaan dengan metal detektor untuk memastikan TKI tidak membawa alat komunikasi atau alat lain yang berpotensi dipakai untuk melakukan kecurangan.

Ary wahyu wibowo
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1220 seconds (0.1#10.140)