Stop Kisruh Sepak Bola!

Senin, 29 Juni 2015 - 10:48 WIB
Stop Kisruh Sepak Bola!
Stop Kisruh Sepak Bola!
A A A
MEDAN - Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi didesak segera mencabut SK pembekuan PSSI bernomor 01307 tahun 2015. Pencabutan itu harus dilakukan demi menyelamatkan masa depan sepak bola Indonesia.

SK pembekuan PSSI yang berujung pada sanksi FIFA pada 30 Maret lalu membuat sepak bola Indonesia menjadi amatir. Gairah kompetisi profesional sepak bola Indonesia kini digantikan turnamen antarkampung (tarkam). Talenta-talenta muda Indonesia termasuk generasi emas timnas Indonesia yang bersinar bersama timnas U-19 juga harus bermain tarkam.

Demi menyambung hidup dan mendapatkan saweran dari penonton, para pemain harus rela bermain dari satu klub amatir ke klub amatir lainnya. Peluang sepak bola Indonesia tampil di berbagai ajang internasional juga berantakan. Termasuk peluang futsal yang sejak tahun lalu mencanangkan misi menembus Piala Dunia Futsal 2016 di Kolombia, 10 September sampai 2 Oktober mendatang.

”Menpora benar-benar ngawur. Kisruh atas PSSI, dan sanksi FIFA berimbas pada futsal. Saya harap ini segera diselesaikan. Kisruh yang merugikan seperti ini harus segera diakhiri,” ujar Ketua Umum Asosiasi Futsal Indonesia (AFI) Hary Tanoesoedibjo (HT) di Medan, Sumatera Utara (Sumut), kemarin. Kekecewaan HT sangat beralasan.

Sejak terpilih sebagai ketua umum AFI pada 22 Juni 2014, pihaknya telah melakukan serangkaian tahapan demi meraih target ke pentas dunia. Selain menggulirkan Liga Futsal, AFI juga menggelar uji coba internasional. Indonesia bahkan sudah menyatakan kesiapan diri menjadi tuan rumah Piala AFF 2015 yang digelar pada 8-18 Oktober 2015.

Tapi, karena sanksi FIFA, ASEAN Football Federation (AFF) mencabut status tuan rumah Indonesia dan memindahkannya ke Thailand. Selain itu, keberadaan Indonesia di Grup A, bersama Thailand, Timor Leste, Brunei Darussalam, dan Malaysia, digantikan Singapura yang sudah absen sejak 2001. Padahal, AFF menjadi batu loncatan untuk tampil di AFC Futsal Championship di Uzbekistan pada 9-20 Februari 2016.

Lima tim terbaik di AFC Futsal Championship tersebut akan mewakili Indonesia di Piala Dunia Futsal 2016. Kini dengan absennya Indonesia di AFF Futsal, otomatis peluang Indonesia tampil di Piala Dunia 2016 menjadi sirna.

”Saya menargetkan timnas futsal Indonesia tampil di Piala Dunia Futsal 2016. Tapi sanksi FIFA membuat timnas futsal kita gagal tampil di ajang itu. Menpora bertindak terlalu dalam dengan membekukan aktivitas PSSI yang menyebabkan FIFA mengambil langkah mengisolasi persepakbolaan Indonesia dari aktivitas sepak bola internasional,” bebernya.

Sebelumnya, Indonesia juga batal menjadi tuan rumah kejuaraan sepak bola Piala AFF U-16, 27 Juli-9 Agustus 2015. Peluang tuan rumah akhirnya dialihkan ke Kamboja. Sementara untuk timnas U-19, Indonesia juga batal berlaga dan menjadi tuan rumah. Tempat penyelenggaraan dipindah ke Laos. Turnamen digelar pada 22 Agustus- 4 September 2015.

Untuk timnas senior, Indonesia juga tak bisa berlaga di kualifikasi zona Asia Piala Dunia 2018. Indonesia yang tergabung di Grup F bersama Thailand, Irak, Vietnam, dan Taiwan, hanya bisa menjadi penonton pergelaran yang dimulai 11 Juni-29 Maret 2016 itu.

Seperti diketahui, konflik sepak bola di Tanah Air semakin runyam setelah Menpora bersikukuh tidak mencabut SK pembekuan PSSI. Dia berencana mencabut SK pembekuan PSSI selepas Kongres FIFA digelar pada akhir 2015 mendatang. Namun semakin lamanya SK ini belum dicabut, selama itu pula efek domino akan ditimbulkan.

”Kalau saya jadi presiden, maka saya akan ganti Menporanya! Cara menyelesaikan masalah tidak seperti ini. Ibaratnya, bila mencari jarum di kolam, maka jangan diobok-obok kolamnya, sebab selain tidak akan menemukan jarumnya, ikanikan yang ada di kolam juga akan ikut mati,” imbuh HT.

Menurutnya, pemerintah juga tidak bijak dalam menyikapi persepakbolaan Indonesia karena telah merugikan pemain, pelatih, penggemar, dan mematikan industri sepak bola. Selain itu, lanjutnya, prestasi sepak bola juga otomatis menurun dan reputasi Indonesia di internasional rusak.

”Semua pihak sudah turun (mencoba menyelesaikan masalah ini) seperti Ibu Rita Subowo (Ketua KOI), Pak Agum Gumelar (mantan Ketua Umum PSSI), tapi tetap tidak menemukan solusi. Saya termasuk orang yang sedih karena tidak dapat menonton sepak bola (Tanah Air). Futsal juga tidak dapat berlaga di Piala Dunia. Padahal saya sudah memiliki target dan rencana,” paparnya.

Dari sekian banyak pihak yang dirugikan, pemain memang jadi salah satu elemen utama di dalamnya. Dengan tidak adanya kompetisi, para pemain mau tidak mau mengambil kesempatan tampil di turnamen-turnamen antarkampung atau biasa disebut tarkam yang risiko cederanya sangatlah besar. Tidak hanya tampil di turnamen tarkam, banyak pemain akhirnya banting setir melakoni profesi lain demi menyambung hidup.

Beberapa ada yang berdagang atau melakoni aktivitas apa pun demi menyambung hidup. Setidaknya pilihan-pilihan itu yang diutarakan sebagian besar pemain yang hadir dalam acara ”Trofeo Charity Matches Solidaritas Pesepak Bola Alfin Bisa” di Jakarta kemarin sore. Ini adalah ajang solidaritas penggalangan dana untuk punggawa timnas U-23 Indonesia di SEA Games 2013 Myanmar Alfin Tuasalamony yang mengalami cedera parah karena kecelakaan.

”Jelas kami hanya ingin bermain kembali, kembali berkompetisi supaya penghasilan kami bisa kembali normal. Dengan kondisi saat ini jelas sekali sangat menyulitkan kami. Apalagi sekarang di bulan Ramadan dan sebentar lagi lebaran. Walau saya belum punya anak istri pasti saya juga berpikir untuk keluarga di kampung,” tutur pemain Arema Cronus Hasim Kipuw.

Bek Persipura Jayapura Ruben Sanadi juga ikut berkomentar. Di tengah tidak menentunya konflik di persepakbolaan Indonesia, dirinya berpikir untuk mengambil kesempatan menjadi pegawai negeri sipil (PNS) di Jayapura. Memang, banyak pemain Persipura yang diberi kesempatan untuk menjadi PNS di Kantor Wali Kota Jayapura. ”Sekarang saya sedang memasukkan lamaran di Kantor Wali Kota Jayapura. Pemain Persipura banyak yang menjadi PNS. Jadi sekarang mereka di sana sedang memakai baju dinas,” paparnya.

Melihat situasi yang semakin tidak menentu, harapan agar konflik berakhir dan sanksi FIFA segera dicabut juga disampaikan Rahmad ”RD” Darmawan. Mantan pelatih Persija dan timnas Indonesia itu meminta agar semua pihak tidak lagi menunggu situasi di persepakbolaan Indonesia menjadi semakin buruk.

”Kita harus segera bekerja untuk sepak bola Indonesia. Caranya bersinergilah antara PSSI dengan pemerintah. Hilangkan sikap egoisme di antara dua lembaga itu. Kalau menunggu sampai Desember (untuk pencabutan SK pembekuan PSSI), buat saya apa yang mau ditunggu? Yang ada harus segera diselesaikan, bukannya menunggu,” tegas RD.

Soal upaya menyelesaikan konflik sepak bola Indonesia, sebetulnya sudah coba dibantu berbagai pihak, termasuk Komisi X DPR. Akan tetapi, Menpora bukannya menjalin komunikasi dengan La Nyalla Mattalitti sebagai ketua umum (ketum) PSSI saat ini, malah mengundang mantan Ketum PSSI Djohar Arifin Husin.

Langkah Menpora tersebut membuat Komisi X kecewa. Wakil Ketua Komisi X Ridwan Hisjam menilai Menpora tidak punya iktikad baik untuk menyelesaikan konflik di persepakbolaan Indonesia. Imbasnya, Komisi X membatalkan rapat kerja (raker) dengan Menpora sekaligus akan mempertimbangkan persetujuan atas pembahasan RAPNB Tahun Anggaran 2016.

”Kami anggap Menpora tidak memiliki niat baik dan mengabaikan raker yang kita lakukan bersama pada tanggal 10 Juni 2015 lalu. Kami kecewa hingga batas waktu yang ditentukan pada tanggal 23 Juni 2015, Menpora tidak melakukan pertemuan dengan PSSI hasil KLB Surabaya 2015 yang diakui FIFA,” tutur Ridwan.

Decky irawan jasri/ fakhrur rozi/ bambang s harahap
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5664 seconds (0.1#10.140)