Hindari Kegaduhan Politik, Jokowi Harus Segera Bersikap
A
A
A
JAKARTA - Perombakan menteri Kabinet Kerja yang diusung Presiden Joko Widodo (Jokowi) dianggap wajar dilakukan. Sebab, kewenangan reshuffle kabinet hak prerogratif presiden yang tidak dapat diganggu gugat.
"Reshuffle adalah hak prerogratif (Presiden). Kapan pun dilakukan adalah haknya. Waktu itu hanya masalah variable," kata Direktur Populi Center Nico Harjanto saat diskusi bertajuk Menteri Politisi dan Bukan; Bagus Mana? di Gado-gado Boplo, Jalan Gereja Theresia, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (27/6/2015).
Meski begitu, Nico berharap mantan Gubernur DKI Jakarta itu tetap mempertimbangkan waktu yang tepat. Hal ini dilakukan guna mengurangi kegaduhan dan tidak menjadi isu politik berkepanjangan.
Dia menyarankan, sebaiknya reshuffle dilakukan dalam kurun waktu kurang dari satu tahun. Tepatnya dilakukan setelah Lebaran Idul Fitri.
"Bagaimana isunya tidak jadi isu politik, tidak jadi kegaduhan baru. Presiden bisa evaluasi menteri bekerja di bidang ekonomi. Sehingga bisa dilihat transparansi baik atau enggak," terangnya.
Lebih lanjut, kata dia, pertimbangan setelah Lebaran guna mengurangi isu politik di tengah inflasi yang seringkali terjadi sewaktu-waktu tersebut. Sehingga, presiden tidak harus bekerja dua kali karena para menterinya masih bertanggungjawab akan hal tersebut.
"Ada masalah besar terkait Lebaran. Kita tentu harapkan masalah ekonomi dapatkan jalan keluar, tim ekonomi temukan juga dan kembalikan kepercayaan pasar dan publik," imbuhnya.
Seperti diketahui, wacana reshuffle kabinet kembali mencuat pasca Kamis 18 Juni 2015 lalu Presiden Jokowi meminta ke-34 menterinya tersebut mengumpulkan laporan (rapor) selama enam bulan menjabat.
PILIHAN:
Kontrak Tak jelas, Menteri Harus Siap Dicopot Kapan Saja
7 Kementerian Ini Disarankan Diisi Orang Nonparpol
"Reshuffle adalah hak prerogratif (Presiden). Kapan pun dilakukan adalah haknya. Waktu itu hanya masalah variable," kata Direktur Populi Center Nico Harjanto saat diskusi bertajuk Menteri Politisi dan Bukan; Bagus Mana? di Gado-gado Boplo, Jalan Gereja Theresia, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (27/6/2015).
Meski begitu, Nico berharap mantan Gubernur DKI Jakarta itu tetap mempertimbangkan waktu yang tepat. Hal ini dilakukan guna mengurangi kegaduhan dan tidak menjadi isu politik berkepanjangan.
Dia menyarankan, sebaiknya reshuffle dilakukan dalam kurun waktu kurang dari satu tahun. Tepatnya dilakukan setelah Lebaran Idul Fitri.
"Bagaimana isunya tidak jadi isu politik, tidak jadi kegaduhan baru. Presiden bisa evaluasi menteri bekerja di bidang ekonomi. Sehingga bisa dilihat transparansi baik atau enggak," terangnya.
Lebih lanjut, kata dia, pertimbangan setelah Lebaran guna mengurangi isu politik di tengah inflasi yang seringkali terjadi sewaktu-waktu tersebut. Sehingga, presiden tidak harus bekerja dua kali karena para menterinya masih bertanggungjawab akan hal tersebut.
"Ada masalah besar terkait Lebaran. Kita tentu harapkan masalah ekonomi dapatkan jalan keluar, tim ekonomi temukan juga dan kembalikan kepercayaan pasar dan publik," imbuhnya.
Seperti diketahui, wacana reshuffle kabinet kembali mencuat pasca Kamis 18 Juni 2015 lalu Presiden Jokowi meminta ke-34 menterinya tersebut mengumpulkan laporan (rapor) selama enam bulan menjabat.
PILIHAN:
Kontrak Tak jelas, Menteri Harus Siap Dicopot Kapan Saja
7 Kementerian Ini Disarankan Diisi Orang Nonparpol
(kri)