Buah Puasa

Kamis, 25 Juni 2015 - 10:38 WIB
Buah Puasa
Buah Puasa
A A A
Kesanggupan menahan diri, yang menjadi bagian penting dalam ajaran puasa, ternyata menjadi sisi penting dari sebuah peradaban. Bangsa Yunani kuno disebut berperadaban karena berwawasan ke depan.

Yang dimaksud ialah bangsa tersebut bersedia dan rela menahan penderitaan saat ini demi kesenangan nanti, sekalipun kesenangan nanti itu masih agak jauh. Kesiapan menahan diri yang demikian seiring dengan lahirnya pertanian. Dengan pertanian orang Yunani atau manusia berkorban dan menahan diri untuk melewati proses-proses menggarap/ membajak tanah, menanam/menyemaikan bibit tanaman, merawat/menyirami/memberi pupuk, dan setelah masa tertentu, manusia baru memetik buah tanamannya.

Tanpa menahan diri, manusia sulit meraih kemajuan yang berkualitas. Sebaliknya, karena kehilangan kekuatan dalam menahan diri, manusia atau suatu bangsa justru memerosotkan dan merusak kualitas kemajuan-kemajuannya yang telah diraih. Saat berkunjung ke kedutaan besar kita di Ottawa,

Kanada, beberapa tahun lalu, duta besar di sana antara lain menjelaskan bahwa anak-anak Kanada di daerah-daerah oleh orang tua mereka disuruh menanam dan merawat sebatang pohon yang daunnya tergambar di bendera kebangsaan Kanada agar tumbuh dengan baik.

Nasionalisme atau cinta Tanah Air, dengan demikian sudah ditanamkan ke dalam jiwa generasi mereka dengan menanam dan merawat pohon sejak kecil. Dan itu, sekali lagi, memerlukan daya menahan diri untuk menanam, merawat, bersabar, lalu melahirkan rasa memiliki Tanah Air.

Berwawasan ke depan dengan demikian bisa diwujudkan kalau manusia melakukan sesuatu dengan daya nalar atau akalnya, bukan perasaannya. Daya nalar yang menjadi inti filsafat itulah yang disusun sistemnya oleh pemikir Yunani dan dikenal sebagai ilmu logika. Ilmu logika adalah ilmu berpikir lurus dan benar.

Misalnya, 1+1=2. Tidak usah Anda berkata 1+1 insya Allah 2. Demikianlah pengetahuan yang sangat pasti itu bertingkattingkat dari yang amat sederhana hingga yang amat canggih atau rumit; namun semuanya pasti. Ilmu logika Yunani itu kelak dikembangkan pada masa Islam dan disebut ilmu mantiq , lalu ilmu tersebut juga mati di dalam Islam sebagai akibat kemunduran penalaran yang terjadi di dalam diri kaum muslimin (hingga saat ini).

Daya nalar itulah pula yang menyadarkan manusia bahwa dia akan memperoleh manfaat nanti dari tindakannya yang menahan pada masa sekarang. Karena menahan diri, para biksu Buddha di Tibet bisa bergaul dengan singa-singa yang dikenal sebagai hewan buas. Saya baca dalam sebuah majalah, bahwa setiap hari para biksu itu berkeliling ke rumah warga, meminta sedekah.

Kalau pemberian warga sudah cukup untuk menunjang disiplin makan minum mereka untuk hari itu, mereka pun pulang ke kuil untuk beribadah/bersemedi. Mereka pantang atau menahan diri untuk mengambil sumbangan warga lebih dari secukupnya. Ketika Alquran datang berbicara tentang puasa, kitab suci itu menegaskan bahwa ajaran puasa sudah diajarkan Tuhan kepada umat-umat sebelumnya, selain menegaskan juga bahwa tujuan puasa adalah manusia takwa.

Lalu, kalau dicermati dengan saksama ayat-ayat Alquran yang berbicara tentang takwa, maka inti penting yang dikandungnya adalah kesanggupan mengendalikan diri dari godaan keserakahan dan kemarahan. Keserakahan menjadi ancaman yang amat berbahaya ketika dia melebar, bukan hanya kepada materi, melainkan juga keserakahan kepada kekuasaan dan syahwat-syahwat badaniah lain.

Negeri yang kita cintai ini sedang menghadapi ancaman keserakahan yang berdimensi luas ini. Karena itu, ajaran puasa yang sudah diajarkan Tuhan sejak umat-umat terdahulu menjadi niscaya untuk dipelihara sebagai tradisi kemanusiaan yang luhur. Dalam hal menahan diri yang dikandung dalam ajaran puasa, kita teringat kembali pernyataan Mahatma Gandhi, bahwa dunia dan isinya sebenarnya cukup bagi semua manusia, tapi tidak pernah cukup bagi seorang yang serakah.

Dari sebuah pohon manusia menunggu buahnya. Adapun dari puasa, ditunggu juga buahnya, yakni manusia yang memiliki kesanggupan tinggi untuk menahan diri. Kesanggupan menahan diri merupakan modal pokok dari sebuah peradaban. Selamat berpuasa!

M QASIM MATHAR
Guru Besar Bidang Pemikiran Islam
UIN Alauddin Makassar
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3905 seconds (0.1#10.140)