KPK Minta Aturan Teknis Dana Aspirasi
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan DPR untuk menyiapkan aturan teknis dana aspirasi yang baru disahkan. Meskipun dari segi payung hukum gagasan tersebut sudah terpenuhi, DPR perlu mengedepankan unsur kehati-hatian.
Wakil Ketua KPK Zulkarnain mengatakan dalam pelaksanaannya dana aspirasi bisa menimbulkan masalah serius. ”Kita apresiasi atas keterbukaan DPR khususnya UP2DP mengundang KPK untuk meminta masukan terkait dana aspirasi,” kata Wakil Ketua KPK Zulkarnain seusai bertemu dengan Tim Dana Aspirasi di Gedung DPR, Jakarta, kemarin. Tim yang menemui Zulkarnain adalah Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan, M Misbakhun (Fraksi Partai Golkar), Bambang Riyanto (Fraksi Partai Golkar), dan Hendrawan Supratikno (Fraksi PDIP).
Zulkarnain mengungkapkan, KPK dalam melihat gagasan dana aspirasi dari sisi politik memang masih cukup tinggi pro-kontranya. Untuk itu, kata dia, pihaknya lebih memberikan perhatian mengenai perencanaan kegiatan programnya dan aspek budaya pelaksanaannya. ”Dari aspek kewenangan (dana aspirasi) tentu ada dasar hukumnya. Keinginan yang baik tentu diharapkan tercapai dengan baik sehingga tak timbulkan masalah serius. Perlu kehati-hatian,” ujarnya.
Menurut Zulkarnain, dalam pelaksanaan dana aspirasi tentu harus ada kejelasan dan petunjuk teknis dari eksekutor yang melaksanakan. Selain itu, dari tim lembaga juga harus ditinjau sejauh mana kesiapan, pertanggungjawaban, dan hasil yang diharapkan. ”Kalau sistemnya tak baik tentu risiko-risiko harus kita antisipasi.
Kami berharap DPR perlu kehati-hatian dan kesiapan yang matang untuk pemerataan pembangunan daerah bisa terwujud,” ungkapnya. Sementara itu, Taufik Kurniawan mengatakan pihaknya sangat mengapresiasi KPK yang memberikan masukan secara detail, termasuk ramburambu manakala akan jadi masalah jika ditetapkan menjadi peraturan DPR.
”Ada masukan ramburambu mana saja yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilaksanakan. Tapi ini proses dari pimpinan DPR dari rapat paripurna lalu sehingga dibentuk tim ini,” katanya. Sementara itu dalam rapat paripurna kemarin, DPR mengesahkanperaturantatacara pengusulan program pembangunan daerah pemilihan atau peraturan tentang dana aspirasi dalamrapatparipurnaDPRke-33.
Ketua Panja Dana Aspirasi DPR Totok Daryanto menjelaskan, peraturan tata cara pengusulan program pembangunan daerah pemilihan ini telah delapan kali melewati rapat panja dan dengan perdebatan yang cukup pelik serta panjang. Akhirnya sampai pada pendapat dan pandangan fraksi dalam rapat pleno di Baleg dengan tujuh fraksi menyetujui dan tiga sisanya menolak.
”Fraksi yang setuju adalah PAN, PKS, PPP, PKB, Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Demokrat. Yang menolak Partai NasDem, PDIP, dan Partai Hanura,” kata Totok dalam rapat paripurna kemarin. Setelah paparan, sejumlah anggota dari fraksi yang tidak setuju berebut untuk bisa memberikan interupsi. Bahkan ketika ada yang interupsi, anggota lain menyorakinya.
Kemudian pimpinan sidang Fahri Hamzah memberikan kesempatan kepada anggota Fraksi Partai Golkar Agun Gunandjar Sudarsa. Agun menegaskan bahwa dirinya secara pribadi menolak peraturan dan implementasi program dana aspirasi tersebut. Dia berpendapat, dalam implementasinya nanti akan menunjukkan ketidakadilan karena komposisi anggota DPR yang tidak bisa merepresentasikan seluruh provinsi dan kabupaten di seluruh Indonesia.
”Akan terjadi ketimpangan antara daerah satu dengan yang lain,” ujar Agun. Dia meminta agar peraturan ini direvisi kembali karena di dalamnya masih menuliskan nominal. Dia lebih setuju jika anggota DPR dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan di tingkat kabupaten/kota serta perlu adanya peraturan presiden (perpres) tentang program ini.
”Bila akhirnya akan ada proses pengambilan keputusan hari ini, kami tidak akan ikut dan memilih meninggalkan ruangan ini,” tandasnya. Wakil Ketua Fraksi PDIP di DPR Arif Wibowo mengatakan, PDIP menegaskan kembali apa yang sudah disampaikan Totok Daryanto bahwa PDIP menolak program dana aspirasi.
Karena perlu ada kajian secara serius dan mendalam dalam rumusan mengenai Pasal 80 huruf j yang menjadi dasar program ini. ”Sependek ingatan saya, Pansus UU MD3 Pasal 80 huruf j menyisakan perdebatan. Anggota DPR punya hak memperjuangkan program, tapi tak dibatasi daerah pemilihan (dapil),” kata Arif. Menurut Arif, status anggota DPR merupakan wakil rakyat Indonesia, bukan wakil dapil.
Tentu, hak anggota DPR untuk memperjuangkan kepentingan nasional. Itu kritik terpenting dalam upaya merumuskan UU MD3. Jika pemahaman ini terus-menerus berlangsung, yang terjadi adalah pemahaman yang otentik akan melemahkan negara kesatuan RI, sebab representasinya adalah kedaulatan.
”Dalam jangka panjang politik nasionalisme akan tergerus kelembagaan politik lokal, maka UP2DP tidak mungkin terwujud sehingga harus ditolak, tidak boleh dimaknai bagi-bagi program apalagi di dapil, karena tidak mudah dikontrol dan bisa mencederai partai sendiri,” tandasnya.
Pimpinan sidang Fahri Hamzah mengatakan, jika ada anggota atau fraksi yang tidak mau menggunakan program dana aspirasi tidak masalah. Karena itu mereka nantinya sebagai bagian dari representasi masyarakat dapil tidak dapat berbuat banyak dalam menanggapi aspirasi masyarakat. ”Jadi kita setujui saja dulu mekanisme iniuntukselanjutnya dibahas dalam tim,” ujar Fahri.
Rahmat sahid/ kiswondari
Wakil Ketua KPK Zulkarnain mengatakan dalam pelaksanaannya dana aspirasi bisa menimbulkan masalah serius. ”Kita apresiasi atas keterbukaan DPR khususnya UP2DP mengundang KPK untuk meminta masukan terkait dana aspirasi,” kata Wakil Ketua KPK Zulkarnain seusai bertemu dengan Tim Dana Aspirasi di Gedung DPR, Jakarta, kemarin. Tim yang menemui Zulkarnain adalah Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan, M Misbakhun (Fraksi Partai Golkar), Bambang Riyanto (Fraksi Partai Golkar), dan Hendrawan Supratikno (Fraksi PDIP).
Zulkarnain mengungkapkan, KPK dalam melihat gagasan dana aspirasi dari sisi politik memang masih cukup tinggi pro-kontranya. Untuk itu, kata dia, pihaknya lebih memberikan perhatian mengenai perencanaan kegiatan programnya dan aspek budaya pelaksanaannya. ”Dari aspek kewenangan (dana aspirasi) tentu ada dasar hukumnya. Keinginan yang baik tentu diharapkan tercapai dengan baik sehingga tak timbulkan masalah serius. Perlu kehati-hatian,” ujarnya.
Menurut Zulkarnain, dalam pelaksanaan dana aspirasi tentu harus ada kejelasan dan petunjuk teknis dari eksekutor yang melaksanakan. Selain itu, dari tim lembaga juga harus ditinjau sejauh mana kesiapan, pertanggungjawaban, dan hasil yang diharapkan. ”Kalau sistemnya tak baik tentu risiko-risiko harus kita antisipasi.
Kami berharap DPR perlu kehati-hatian dan kesiapan yang matang untuk pemerataan pembangunan daerah bisa terwujud,” ungkapnya. Sementara itu, Taufik Kurniawan mengatakan pihaknya sangat mengapresiasi KPK yang memberikan masukan secara detail, termasuk ramburambu manakala akan jadi masalah jika ditetapkan menjadi peraturan DPR.
”Ada masukan ramburambu mana saja yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilaksanakan. Tapi ini proses dari pimpinan DPR dari rapat paripurna lalu sehingga dibentuk tim ini,” katanya. Sementara itu dalam rapat paripurna kemarin, DPR mengesahkanperaturantatacara pengusulan program pembangunan daerah pemilihan atau peraturan tentang dana aspirasi dalamrapatparipurnaDPRke-33.
Ketua Panja Dana Aspirasi DPR Totok Daryanto menjelaskan, peraturan tata cara pengusulan program pembangunan daerah pemilihan ini telah delapan kali melewati rapat panja dan dengan perdebatan yang cukup pelik serta panjang. Akhirnya sampai pada pendapat dan pandangan fraksi dalam rapat pleno di Baleg dengan tujuh fraksi menyetujui dan tiga sisanya menolak.
”Fraksi yang setuju adalah PAN, PKS, PPP, PKB, Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Demokrat. Yang menolak Partai NasDem, PDIP, dan Partai Hanura,” kata Totok dalam rapat paripurna kemarin. Setelah paparan, sejumlah anggota dari fraksi yang tidak setuju berebut untuk bisa memberikan interupsi. Bahkan ketika ada yang interupsi, anggota lain menyorakinya.
Kemudian pimpinan sidang Fahri Hamzah memberikan kesempatan kepada anggota Fraksi Partai Golkar Agun Gunandjar Sudarsa. Agun menegaskan bahwa dirinya secara pribadi menolak peraturan dan implementasi program dana aspirasi tersebut. Dia berpendapat, dalam implementasinya nanti akan menunjukkan ketidakadilan karena komposisi anggota DPR yang tidak bisa merepresentasikan seluruh provinsi dan kabupaten di seluruh Indonesia.
”Akan terjadi ketimpangan antara daerah satu dengan yang lain,” ujar Agun. Dia meminta agar peraturan ini direvisi kembali karena di dalamnya masih menuliskan nominal. Dia lebih setuju jika anggota DPR dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan di tingkat kabupaten/kota serta perlu adanya peraturan presiden (perpres) tentang program ini.
”Bila akhirnya akan ada proses pengambilan keputusan hari ini, kami tidak akan ikut dan memilih meninggalkan ruangan ini,” tandasnya. Wakil Ketua Fraksi PDIP di DPR Arif Wibowo mengatakan, PDIP menegaskan kembali apa yang sudah disampaikan Totok Daryanto bahwa PDIP menolak program dana aspirasi.
Karena perlu ada kajian secara serius dan mendalam dalam rumusan mengenai Pasal 80 huruf j yang menjadi dasar program ini. ”Sependek ingatan saya, Pansus UU MD3 Pasal 80 huruf j menyisakan perdebatan. Anggota DPR punya hak memperjuangkan program, tapi tak dibatasi daerah pemilihan (dapil),” kata Arif. Menurut Arif, status anggota DPR merupakan wakil rakyat Indonesia, bukan wakil dapil.
Tentu, hak anggota DPR untuk memperjuangkan kepentingan nasional. Itu kritik terpenting dalam upaya merumuskan UU MD3. Jika pemahaman ini terus-menerus berlangsung, yang terjadi adalah pemahaman yang otentik akan melemahkan negara kesatuan RI, sebab representasinya adalah kedaulatan.
”Dalam jangka panjang politik nasionalisme akan tergerus kelembagaan politik lokal, maka UP2DP tidak mungkin terwujud sehingga harus ditolak, tidak boleh dimaknai bagi-bagi program apalagi di dapil, karena tidak mudah dikontrol dan bisa mencederai partai sendiri,” tandasnya.
Pimpinan sidang Fahri Hamzah mengatakan, jika ada anggota atau fraksi yang tidak mau menggunakan program dana aspirasi tidak masalah. Karena itu mereka nantinya sebagai bagian dari representasi masyarakat dapil tidak dapat berbuat banyak dalam menanggapi aspirasi masyarakat. ”Jadi kita setujui saja dulu mekanisme iniuntukselanjutnya dibahas dalam tim,” ujar Fahri.
Rahmat sahid/ kiswondari
(bbg)