Andalkan Riset dan Perkuat Jaringan Internasional
A
A
A
Bukan hanya mengejar gelar sarjana, master ataupun doktor. Mencintai ilmu pengetahuan dan mampu menciptakan teori yang dapat dipakai untuk dunia kerja merupakan tujuan utama belajar di Negeri Kanguru.
Dalam pendidikan tinggi, utamanya di universitas berkelas dunia, tidak hanya ditawarkan fasilitas dan kemampuan tenaga pengajar, tetapi juga kemampuan riset. Hal itu memberikan kesempatan untuk mengembangkan keilmuan. Bukan sekadar menerima teori lama, tetapi juga ada pembaruan teori berbasis riset. ”Kita masuk dalam 100 universitas riset terbaik di dunia,” kata Sandra Meiras, Direktur Kerja Sama Global University of Sydney.
Menurutnya, University of Sydney memiliki berbagai lembaga riset seperti Institut Penelitian Otak dan Pikiran, Pusat Kajian China, Pusat Kajian Asia Tenggara, dan Institut Australia Nanoscience. ”Kita juga memiliki Charles Perkins Centre yang menggabungkan penelitian dari berbagai disiplin ilmu untuk mempelajari penyakit diabetes dan jantung dengan fasilitas senilai 350 juta dolar Australia,” imbuhnya.
Menurut Michele Robinson, Direktur Kerja Sama Internasional Universitas Macquarie, selain mengembangkan riset, kampusjugaharusmenjalinkerja sama dengan perusahaan ternama. ”Kita bekerja sama dengan berbagai perusahaan berkelas dunia,” ujarnya. Itu memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk memiliki akses pengaplikasian teori dengan praktik di dunia industri.
Entrepreneurship juga menjadi program yang diminati. Program itu dikembangkan di segala lini jurusan, bukan hanya di jurusan ekonomi. Program ini menciptakan kesempatan bisnis baru atau mengembangkan produk dan layanan jasa yang lebih mapan. Menurut Meiras, banyak mahasiswa internasional yang tertarik belajar entrepreneurship.
”Terutama mahasiswa asal China yang sangat dominan,” ujarnya. Selain tentunya mendapatkan pergaulan dan jaringan internasional, program tersebut juga membantu mahasiswa setelah lulus dan mengembangkan diri baik dalam membuka bisnis atau berkarier di perusahaan berskala internasional. Pendidikan juga harus mengutamakan kreativitas dan inovasi. Kedua hal itu mendukung alumni yang ingin mendirikan industri baik skala kecil atau menengah.
Hal menarik lain adalah penguatan nilai mata uang dolar Australia terhadap mata uang negara-negara Asia pada umumnya. Ternyata itu tidak berdampak serius terhadap penurunan jumlah mahasiswa asing. Kirrilee Hughes, Deputi Direktur Hubungan Indonesia University of New South Wales, mengungkapkan penguatan nilai mata uang Australia tidak berdampak pada jumlah mahasiswa asing di Australia.
”Australia masih menjadi tempat belajar utama bagi pemuda di Asia, baik Indonesia ataupun negara lain,” sebutnya. Beragam alasan mahasiswa Indonesia memilih Australia sebagai tempat kuliah. Bukan hanya karena memiliki jarak yang dekat dengan Indonesia, tetapi juga lantaran kualitas dan daya tarik Sydney. ”Kuliah di kota besar yang menjadi pusat perhatian seperti Sydney memberikan gambaran tentang dunia kerja,” kata Lenny Chengi, mahasiswi pascasarjana University of Sydney asal Indonesia, kepada KORAN SINDO kemarin.
Dia menambahkan, Sydney memberikan pemahaman lebih tentang kota bisnis dunia. ”Saya kuliah manajemen bisnis, Sydney menjadi tempat yang bagus dalam belajar tentang ekonomi,” imbuhnya. Hal berbeda diungkapkan Norma Solikhah, mahasiswi pascasarjana University of Sydney. Gadis asal Surabaya itu mengungkapkan ingin kuliah linguistik di kampus tempat mendiang Michael Halliday pernah mengajar. ”Saya terinspirasi Halliday yang menciptakan teori functional grammar,” ungkapnya.
Laporan Wartawan KORAN SINDO
ANDIKA HENDRA M
SYDNEY
Dalam pendidikan tinggi, utamanya di universitas berkelas dunia, tidak hanya ditawarkan fasilitas dan kemampuan tenaga pengajar, tetapi juga kemampuan riset. Hal itu memberikan kesempatan untuk mengembangkan keilmuan. Bukan sekadar menerima teori lama, tetapi juga ada pembaruan teori berbasis riset. ”Kita masuk dalam 100 universitas riset terbaik di dunia,” kata Sandra Meiras, Direktur Kerja Sama Global University of Sydney.
Menurutnya, University of Sydney memiliki berbagai lembaga riset seperti Institut Penelitian Otak dan Pikiran, Pusat Kajian China, Pusat Kajian Asia Tenggara, dan Institut Australia Nanoscience. ”Kita juga memiliki Charles Perkins Centre yang menggabungkan penelitian dari berbagai disiplin ilmu untuk mempelajari penyakit diabetes dan jantung dengan fasilitas senilai 350 juta dolar Australia,” imbuhnya.
Menurut Michele Robinson, Direktur Kerja Sama Internasional Universitas Macquarie, selain mengembangkan riset, kampusjugaharusmenjalinkerja sama dengan perusahaan ternama. ”Kita bekerja sama dengan berbagai perusahaan berkelas dunia,” ujarnya. Itu memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk memiliki akses pengaplikasian teori dengan praktik di dunia industri.
Entrepreneurship juga menjadi program yang diminati. Program itu dikembangkan di segala lini jurusan, bukan hanya di jurusan ekonomi. Program ini menciptakan kesempatan bisnis baru atau mengembangkan produk dan layanan jasa yang lebih mapan. Menurut Meiras, banyak mahasiswa internasional yang tertarik belajar entrepreneurship.
”Terutama mahasiswa asal China yang sangat dominan,” ujarnya. Selain tentunya mendapatkan pergaulan dan jaringan internasional, program tersebut juga membantu mahasiswa setelah lulus dan mengembangkan diri baik dalam membuka bisnis atau berkarier di perusahaan berskala internasional. Pendidikan juga harus mengutamakan kreativitas dan inovasi. Kedua hal itu mendukung alumni yang ingin mendirikan industri baik skala kecil atau menengah.
Hal menarik lain adalah penguatan nilai mata uang dolar Australia terhadap mata uang negara-negara Asia pada umumnya. Ternyata itu tidak berdampak serius terhadap penurunan jumlah mahasiswa asing. Kirrilee Hughes, Deputi Direktur Hubungan Indonesia University of New South Wales, mengungkapkan penguatan nilai mata uang Australia tidak berdampak pada jumlah mahasiswa asing di Australia.
”Australia masih menjadi tempat belajar utama bagi pemuda di Asia, baik Indonesia ataupun negara lain,” sebutnya. Beragam alasan mahasiswa Indonesia memilih Australia sebagai tempat kuliah. Bukan hanya karena memiliki jarak yang dekat dengan Indonesia, tetapi juga lantaran kualitas dan daya tarik Sydney. ”Kuliah di kota besar yang menjadi pusat perhatian seperti Sydney memberikan gambaran tentang dunia kerja,” kata Lenny Chengi, mahasiswi pascasarjana University of Sydney asal Indonesia, kepada KORAN SINDO kemarin.
Dia menambahkan, Sydney memberikan pemahaman lebih tentang kota bisnis dunia. ”Saya kuliah manajemen bisnis, Sydney menjadi tempat yang bagus dalam belajar tentang ekonomi,” imbuhnya. Hal berbeda diungkapkan Norma Solikhah, mahasiswi pascasarjana University of Sydney. Gadis asal Surabaya itu mengungkapkan ingin kuliah linguistik di kampus tempat mendiang Michael Halliday pernah mengajar. ”Saya terinspirasi Halliday yang menciptakan teori functional grammar,” ungkapnya.
Laporan Wartawan KORAN SINDO
ANDIKA HENDRA M
SYDNEY
(bbg)