Kuota Tes Sertifikasi Guru Tak Terpenuhi
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyatakan kesulitan untuk mencari guru yang memenuhi syarat untuk sertifikasi. Akibatnya kuota sertifikasi guru sertifikasi tahun ini tidak terpenuhi semua.
Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud Sumarna Surapranata mengatakan, tahun ini kuota sertifikasi guru sebanyak 60.000 orang, tetapi yang dapat diproses mengikuti sertifikasi hanyalah 53.089 guru. Berarti ada 6.911 guru yang tidak memenuhi syarat untuk sertifikasi. Pranata menekankan, bukan pemerintah membatasbatasi kuota sertifikasi, malah mereka menginginkan kuota itu terpakai semua.
Namun, nyatanya tidak semua guru memenuhi syarat untuk disertifikasi. ”Sekarang susah cari orang (guru) untuk disertifikasi karena tidak memenuhi syarat,” katanya di Kantor Kemendikbud kemarin. Berdasarkan data, syarat guru mengikuti sertifikasi adalah sudah menjadi guru saat UU Guru dan Dosen No 14/2005 ditetapkan pada 30 Desember 2005, memilikiNomorUnikPendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK).
Guru masih aktif mengajar dan diangkat kepala daerah atau guru tetap yayasan, pendidikan terakhir S-1/D-4. Atau syarat di atas bisa dikesampingkan jika sudah berusia 50 tahun dengan masa kerja di atas 20 tahun atau guru yang memiliki golongan IV/a. Guru yang diangkat dalam jabatan pengawas sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru dan berusia setinggitingginya 50 tahun saat diangkat sebagai pengawas satuan pendidikan.
Pranata menjelaskan, guru yang berstatus tidak tetap tidak akan diikutsertakan dalam sertifikasi meski kerap GTT ini berdemo minta diikutsertakan. Menurut dia, Kemendikbud harus menyeleksi sesuai dengan syarat yang digariskan. Jika seleksinya menyimpang maka Kemendikbud bisa melanggar hukum. ” Untuk satu kali sertifikasi, anggarannya Rp3,5 juta per orang.
Itu pun tidak terpenuhi semua karena banyak guru tidak tetap. Kita bekerja sesuai dengan undang-undang jika tidak kita akan ditangkap,” ungkapnya. Pranata mengakui memang apa yang dilakukan Kemendikbud dalam sertifikasi ini belum sempurna. Bukan hanya kualitas, kuantitas juga tentu belum tercapai semua. Namun, yang penting harus disampaikan adalah pemerintah sudah melakukan upaya peningkatan kompetensi dan kualifikasi guru.
Seharusnya sesuai dengan Pasal 41-43 UU Guru dan Dosen, organisasi profesi membantu bekerja sama meningkatkan kompetensi itu dengan hak dan kewajiban masing-masing. Bahkan, pemerintah menyambut baik jika ada organisasi profesi yang membantu meningkatkan kualitas guru dengan standar yang sudah ditetapkan Kemendikbud.
Ketua Umum PB Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistiyo menyesalkan penafsiran Kemendikbud terhadap UU 14, khususnya Pasal 82, bahwa yang wajib berkualifikasi S-1/D-4 dan bersertifikat pendidik adalah guru yang diangkat sebelum tahun 2006. Menurutnya, penafsiran itu sebenarnya untuk menutupi kegagalannya sehingga seolah-olah Kemendikbud sukses besar.
”Kenapa sih tidak mengakui saja kalau belum berhasil karena kemampuan (khususnya anggaran) yang terbatas, misalnya kemudian dirancang agar bisa segera selesai. Itu malah terhormat,” terangnya.
Neneng zubaidah
Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud Sumarna Surapranata mengatakan, tahun ini kuota sertifikasi guru sebanyak 60.000 orang, tetapi yang dapat diproses mengikuti sertifikasi hanyalah 53.089 guru. Berarti ada 6.911 guru yang tidak memenuhi syarat untuk sertifikasi. Pranata menekankan, bukan pemerintah membatasbatasi kuota sertifikasi, malah mereka menginginkan kuota itu terpakai semua.
Namun, nyatanya tidak semua guru memenuhi syarat untuk disertifikasi. ”Sekarang susah cari orang (guru) untuk disertifikasi karena tidak memenuhi syarat,” katanya di Kantor Kemendikbud kemarin. Berdasarkan data, syarat guru mengikuti sertifikasi adalah sudah menjadi guru saat UU Guru dan Dosen No 14/2005 ditetapkan pada 30 Desember 2005, memilikiNomorUnikPendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK).
Guru masih aktif mengajar dan diangkat kepala daerah atau guru tetap yayasan, pendidikan terakhir S-1/D-4. Atau syarat di atas bisa dikesampingkan jika sudah berusia 50 tahun dengan masa kerja di atas 20 tahun atau guru yang memiliki golongan IV/a. Guru yang diangkat dalam jabatan pengawas sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru dan berusia setinggitingginya 50 tahun saat diangkat sebagai pengawas satuan pendidikan.
Pranata menjelaskan, guru yang berstatus tidak tetap tidak akan diikutsertakan dalam sertifikasi meski kerap GTT ini berdemo minta diikutsertakan. Menurut dia, Kemendikbud harus menyeleksi sesuai dengan syarat yang digariskan. Jika seleksinya menyimpang maka Kemendikbud bisa melanggar hukum. ” Untuk satu kali sertifikasi, anggarannya Rp3,5 juta per orang.
Itu pun tidak terpenuhi semua karena banyak guru tidak tetap. Kita bekerja sesuai dengan undang-undang jika tidak kita akan ditangkap,” ungkapnya. Pranata mengakui memang apa yang dilakukan Kemendikbud dalam sertifikasi ini belum sempurna. Bukan hanya kualitas, kuantitas juga tentu belum tercapai semua. Namun, yang penting harus disampaikan adalah pemerintah sudah melakukan upaya peningkatan kompetensi dan kualifikasi guru.
Seharusnya sesuai dengan Pasal 41-43 UU Guru dan Dosen, organisasi profesi membantu bekerja sama meningkatkan kompetensi itu dengan hak dan kewajiban masing-masing. Bahkan, pemerintah menyambut baik jika ada organisasi profesi yang membantu meningkatkan kualitas guru dengan standar yang sudah ditetapkan Kemendikbud.
Ketua Umum PB Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistiyo menyesalkan penafsiran Kemendikbud terhadap UU 14, khususnya Pasal 82, bahwa yang wajib berkualifikasi S-1/D-4 dan bersertifikat pendidik adalah guru yang diangkat sebelum tahun 2006. Menurutnya, penafsiran itu sebenarnya untuk menutupi kegagalannya sehingga seolah-olah Kemendikbud sukses besar.
”Kenapa sih tidak mengakui saja kalau belum berhasil karena kemampuan (khususnya anggaran) yang terbatas, misalnya kemudian dirancang agar bisa segera selesai. Itu malah terhormat,” terangnya.
Neneng zubaidah
(bbg)