Polisi Kewalahan Atasi Tawuran

Rabu, 24 Juni 2015 - 09:39 WIB
Polisi Kewalahan Atasi Tawuran
Polisi Kewalahan Atasi Tawuran
A A A
JAKARTA - Aksi kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini makin memprihatinkan. Polisi pun kewalahan mengatasi tawuran massa yang hampir setiap hari terjadi di berbagai tempat di Jabodetabek.

Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Tito Karnavian mengaku kesulitan mengantisipasi tawuran yang kini seakan telah menjadi tren tersebut. Alasannya, aksi tawuran itu terjadi secara spontan. ”Ini ada yang terjadi spontan. Kalau berulang terjadi di tempat yang sama antisipasinya cukup mudah, tetapi ini terkadang mereka tawurannya berpindah- pindah,” kata Kapolda di Jakarta kemarin.

Keterbatasan anggota yang berpatroli juga menjadi salah satu penyebab minimnya antisipasi di lapangan. Meski begitu, dia meminta seluruh polres dan polsek mengantisipasi tawuran yang kian marak terjadi pada bulan Ramadan ini. Kapolda memerintahkan para kapolres untuk melakukan evaluasi dan analisis lokasi-lokasi tawuran. Selain itu, peningkatan patroli juga terus dilakukan.

Kapolres juga diminta untuk mengonsep bagaimana cara mengatasi tawuran. Adapun, maraknya tawuran juga telah menginspirasi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengajak Polda Metro Jaya membentuk badan khusus untuk meminimalkan aksi kekerasan yang sudah meresahkan tersebut. ”Kalau tawuran warga, mungkin ada Inpres Nomor 3 Tahun 2014 kalau tidak salah. Saya sudah bicara sama kapolda baru (Kapolda Tito Karnavian),” ujar Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Balai Kota, Jakarta Pusat, kemarin.

Dia menambahkan, hingga saat ini Jakarta belum memiliki badan khusus sesuai amanah inpres tersebut. Ke depannya, melalui institusi bentukan polisi dan pemerintah daerah, diharapkan aksi tawuran antarwarga dapat diminimalkan. Sementara untuk mengatasi tawuran antarsekolah, Ahok mengaku pihaknya sudah bekerja sama dengan kepolisian.

”Apabila kedapatan pelajar di sekolah negeri terlibat tawuran, kita keluarkan saja. Sistemnya sudah ada seperti itu,” ungkapnya. Seperti diketahui, fenomena tawuran sudah sangat mengkhawatirkan. Dalam tiga hari terakhir saja setidaknya telah lima kali terjadi tawuran massal. Bahkan pada Minggu (21/6), tawuran telah merenggut 2 nyawa. Pertama, dua kelompok pemuda terlibat tawuran di Jalan HOS Cokroaminoto depan Perumahan Puri Beta 2, Kelurahan Larangan Indah, Kecamatan Larangan, Tangerang, Banten.

Dalam tawuran tersebut, yang terjadi sekitar pukul 06.30 WIB, seorang pemuda berinisial SS, 25, tewas karena luka tusukan. Di hari yang sama, tawuran antardua kelompok pecah di Bekasi, Jawa Barat. Akibat aksi brutal itu, seorang pelajar bernama Yosafat Lais, 19, tewas akibat luka yang dideritanya. Tawuran di kawasan ini ternyata mulai terjadi sejak Jumat (19/6) hingga puncaknya pecah pada Minggu.

Pada hari Minggu tersebut, tawuran juga terjadi di kawasan Kelurahan Parigi Baru, Pondok Aren, Tengarang Selatan. Sebelumnya, kawasan tersebut sering dipakai ratusan remaja untuk ajang trek-trekan yang sangat meresahkan pengguna jalan dan masyarakat sekitar lokasi. Ironisnya, kawasan yang hampir tiap malam dipakai ajang balapan liar tersebut letaknya hanya sekitar 1 km dari Polsek Pondok Aren.

Berdasarkan data Traffic Management Center (TMC) Polda Metro Jaya, Minggu (21/6), sekelompok pemuda terlibat tawuran di depan Pomad, Jalan Raya Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Sehari sebelumnya, Sabtu (20/6), Data TMC juga menyebutkan adanya tawuran di Jatinegara, Jakarta Timur dan Manggarai, Jakarta Selatan. Kemudian, pada hari yang sama, tawuran antarpemuda terjadi di depan Kampus Magister Manajemen Universitas Gadjah Mada (MM UGM), Jalan Saharjo, Tebet, Jakarta Selatan. Ironisnya, tawuran rata-rata terjadi menjelang waktu sahur.

Program 1 RT 1 Polisi

Sementara itu, Polsek Setiabudi Jakarta Selatan sudah melakukan antisipasi maraknya tawuran di wilayahnya. Kawasan Setiabudi merupakan salah satu lokasi terjadinya tawuran yang cukup aktif. Untuk mencegah hal ini terus terulang, setiap anggota Polsek Setiabudi diwajibkan menyambangi 1 RT setiap harinya untuk melakukan upaya dialogis dengan warga. Program 1 RT 1 Polisi ini dibentuk oleh Kapolsek Setiabudi Kompol M Arsal Sahban sebagai langkahantisipatif.

MenurutArsal, masalah tawuran tidak hanya bisa diselesaikan dengan tindakan represif, tetapi harus dilakukan dengan pre-emptive , salah satunya dengan menyambangi warga. ”Agar kita tahu akar permasalahan sehingga setiap polisi harus mampu membangun komunikasi dialogis dengan warga di RT binaannya. Kalau komunikasi terbangun, pasti akan lebih mudah membimbing mereka,” kata Arsal.

Jumlah personel Polsek Setiabudi sebanyak 120 orang dan mereka harus mendatangi 142 RT di seluruh Kecamatan Setiabudi. Kecamatan Setiabudi terdiri dari sejumlah kelurahan yang rawan. Salah satunya Kelurahan Pasarmanggis, khususnya wilayah Pasar Rumput menjadi lokasi yang sering terjadi tawuran antarwarga. ”Tingkat kepadatan penduduk yang tinggi melahirkan permasalahan sosial yang juga cukup tinggi.

Kepadatan penduduk sangat erat kaitannya dengan kemampuan wilayah dalam mendukung kehidupan penduduknya,” kata dia. Untuk diketahui, Kelurahan Pasarmanggis terdiri atas 12 RW dengan penduduk sekitar 33.714 jiwa dari 6.331 kepala keluarga (KK). Permasalahan sosial yang sering terjadi di wilayah Kelurahan Pasarmanggis tidak hanya tawuran. Kawasan ini juga banyak terjadi berbagai aktivitas kejahatan seperti narkoba hingga premanisme.

Dari hasil identifikasi Polsek Metro Setiabudi, ada 42 kelompok geng di wilayah kelurahan pasar manggis. ”Di mana sering kali terjadi gesekan yang mengarah kepada tawuran antargeng. Nah hal inilah yang kita antisipasi,” imbuhnya. Diharapkanprogram 1RT 1polisi inidapat menekan aksi tawuran yang ada di kawasan tersebut yang sudah lama membudaya ini. Polresta Depok juga bergerak cepat mengantisipasi tawuran di wilayahnya.

Kemarin sebanyak 38 remaja digelandang ke Mapolresta Depok. Puluhan remaja itu ditangkap saat berkumpul di sekitar Lembah Gurame, Pancoran Mas, Depok sekitar pukul 03.00 WIB. Mereka diduga hendak melakukan tawuran. Dari kerumunan ini polisi berhasil mendapati senjata tajam yang dibuang ke semak-semak.

Mereka didata, difoto, kemudian disuruh membuat surat pernyataan bahwa tidak akan mengulangi tawuran lagi. Setelah didata mereka dikembalikan ke orang tua masing-masing. Kapolresta Depok AKBP Dwiyono mengatakan, puluhan remaja itu belum terlibat aksi tawuran. Namun, sebagai antisipasi, pihaknya membubarkan kumpulan remaja sehingga aksi tawuran berhasil digagalkan.

”Kami terima laporan dari masyarakat yang mengatakan ada kerumunan remaja yang diduga hendak melakukan tawuran,” kata Kapolres. Menurut catatan yang ada, titik rawan tawuran di Depok antara lain di Pancoran Mas, Sukmajaya, dan Beji. Biasanya remaja berkumpul di ruang terbuka. Namun belum diketahui pemicu hingga mereka kerap terlibat tawuran. ”Belum diketahui (penyebabnya).

Cuma biasanya terjadi secara spontan saja ketika mereka berkumpul tiba-tibaadasaja halpemicukecil (tawuran),” ungkapnya. Dari catatan kepolisian, selama Ramadan, baru ini aksi tawuran yang berhasil digagalkan. Sebelumnya polisi telah mengamankan beberapa remaja yang berkumpul menjelang waktu sahur. ”Tapi yang paling banyak baru ini sebanyak 38 remaja,” katanya. Kapolsek Pancoran Mas Kompol Purwadi menambahkan, pihaknya terus melakukan pemantauan dan patroli selama Ramadan. Terutama saat menjelang waktu sahur.

”Kami bawa ke kantor dan dilakukan pendataan. Kalau mereka kedapatan terjaring lagi maka bisa dikenai tindakan tegas,” katanya. Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Yogo Tri Hendiarto mengatakan, biasanya tawuran terjadi karena ada persoalan individu yang kemudian diidentifikasi menjadi permasalahan kelompok.

Biasanya tawuran dipicu permasalahan sepele yang kemudian membesar karena menjadi masalah kelompok. ”Untuk mengatasinya harus dilakukan proses identifikasi masalahnya. Dalam tawuran, masalah pribadi menjadi masalah kelompok. Yang tidak terkait pun menjadi terlibat karena rasa toleransi,” kata Yogo. Dalam kelompok, individu menjadi lebih berani karena identitasnya tersamarkan.

Padahal jika dihadapi secara pribadi belum tentu dia berani bertindak anarki. Kekuatan massa menjadi besar dalam aksi tawuran karena ada kekuatan baru di situ. ”Yang dulu nggak berani menjadi berani karena kekuatannya menjadi kolektif sehingga memunculkan perilaku kekerasan kolektif,” ungkapnya. Untuk mencegahnya, diperlukan solusi mekanisme damai.

Masyarakat juga diimbau menjaga keamanan lingkungannya. Kemudian harus terjalin sinergi antara petugas dengan masyarakat. ”Dengan adanya pemetaan, sudah ada upaya identifikasi masalah. Tinggal bagaimana kerja sama antara masyarakat dengan petugas,” jelasnya. Kunci untuk menjaga keamanan lingkungan adalah komitmen dan konsistensi dari seluruh stakeholder untuk benarbenar menjaganya.

Jangan hanya kepolisian saja yang dilimpahkan wewenang menjaga keamanan, tetapi tidak disertai dengan kesadaran masyarakatnya. ”Nggak akan bisa kalau jalan sendiri-sendiri. Kuncinya ya komitmen dan konsisten. Jika masyarakat mau menjaga lingkungan aman ya harus ada partisipasi. Jangan cuma ingin aman tapi tidak ada kontribusinya,” tandasnya.

Bima setiyadi/ helmi syarif/ r ratna purnama/ okezone
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3464 seconds (0.1#10.140)