Istana Tak Kompak Soal Revisi UU KPK

Selasa, 23 Juni 2015 - 09:21 WIB
Istana Tak Kompak Soal...
Istana Tak Kompak Soal Revisi UU KPK
A A A
JAKARTA - Rencana revisi Undang- Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) membuat istana terbelah. Berbeda dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menolak, Wakil Presiden Jusuf Kalla (Wapres JK) justru berpandangan revisi dibutuhkan untuk merespons perkembangan zaman.

Sejumlah kalangan menilai perbedaan pendapat ini dapat membingungkan publik serta menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. ”Sebagai dwitunggal, representasi dari sikap pemerintah, seyogianya Presiden dan Wakil hand in hand. K eduanya harus berjalan seiring seirama,” kritik pengamat politik dari LIPI Siti Zuhro di Jakarta kemarin.

Dia menegaskan, sikap berbeda, apalagi terjadi berulang kali, dapat menimbulkan pertanyaan besar. Jika terus terjadi, bisa saja muncul penilaian buruk terhadap penyelenggara negara. ”Ini akan mengurangi respek publik, timbul distrust building yang serius, padahal di situ sangat jelas seharusnya komunikasi terjalin dengan baik,” ungkapnya.

JK kemarin menepis anggapan yang menyatakan UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK tak perlu direvisi karena dianggap akan melemahkan lembaga tersebut. Menurut dia, perubahan dibutuhkan untuk penyempurnaan. ”Untuk memperbaiki keadaan setelah sekian puluh tahun, ada hal-hal tertentu yang perlu penguatan, perlu perbaikan. Undang-Undang Dasar (1945) saja diamandemen kok, masaUU KPK tidak bisa, apabila dibutuhkan.

Yang tidak boleh diamandemen hanya Alquran, hadis, dan Injil, itu saja,” kata Wapres di Kantornya, kemarin. Wapres mengungkapkan, revisi tidak berarti mengubah keseluruhan, melainkan akan dipelajari menyeluruh, bagian mana dari UU KPK yang perlu direvisi. Yang pasti, KPK tetap akan berposisi sebagai lembaga pemberantas korupsi. Dalam pandangannya, tidak ada lembaga sehebat KPK.

”Ada tidak negara yang menangkap delapan menteri di dunia ini. Ada tidak negara yang menangkap 14 gubernurnya selama 10 tahun, tidak ada. Kita terhebat, tapi kenapa mesti berhenti karena sesuatu harus dievaluasi,” katanya. Seperti diberitakan, Presiden Jokowi telah menolak rencana revisi UU KPK masuk ke program legislasi nasional. Penolakan itu disampaikan Pelaksana Tugas Ketua KPK Taufiequrachman Ruki seusai menghadap Jokowi, Jumat (19/6).

Presiden, kata Ruki, mengatakan menolak rencana itu karena bukan termasuk prioritas pembahasan undang-undang. Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengungkapkan ini siatifrevisi UU KPK bukan dari Presiden, melainkan DPR. Pemerintah, kata dia, tidak bisa menolak rencana revisi tersebut karena memang usulan dari legislator.

Preseden Buruk

Siti Zuhro mengingatkan, sebelum merespons isu-isu penting dan menjadi perhatian publik, Presiden Jokowi dan Wapres JK sebaiknya menyamakan persepsi terlebih dahulu. Terlepas bahwa mereka mengklaim tidak ada perbedaan secara substantif, kenyataannya publik memandang sikap itu sebagai ketidak kompakan.

Siti memperkirakan sikap Jokowi menolak revisi UU KPK kemungkinan melihat opini publik yang cenderung tak setuju. Oleh karena itu, Jokowi berupaya mengembalikan reputasinya dalam hal semangat pemberantasan korupsi. ”Namun sikap itu seharusnya clear dipemerintahan sehingga tidak menimbulkan kesimpangsiuran,” katanya.

Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo menilai perbedaan pandangan itu karena Presiden Jokowi belum mampu mengendalikan para pembantu terdekatnya. Dalam catatannya setidaknya dua kali Jokowi dan JK berseberangan sikap. Pertama , soal isu PSSI di mana JK tegas menginstruksikan Menpora Imam Nahrawi mencabut surat pembekuan, sementara Jokowi sebaliknya.

Perbedaan kedua mengenai isu revisi UU KPK. Sepengetahuannya Wapres, Jaksa Agung, dan Menkumham Yasonna Laoly setuju UU KPK direvisi, tetapi Presiden Jokowi menolak. ”Penolakan Jokowi adalah tamparan telak. Presiden secara tidak langsung sudah mengatakan tidak percaya lagi kepada Menteri Yassona,” ujarnya kemarin melalui keterangan tertulis.

Bendahara Umum Partai Golkar tersebut mengatakan baik isu mengenai PSSI maupun revisi UU KPK adalah persoalan strategis yang idealnya dibahas di sidang kabinet agar pemerintah bisa muncul dengan satu suara bulat. ”Kalau kemudian silang pendapat di antara pejabat tinggi pemerintah begitu sering terjadi, berarti banyak masalah tidak dibawa ke sidang kabinet.

Kalau tidak dibawa ke sidang kabinet, berarti para menteri punya agenda sendiri-sendiri yang tidak diketahui dan tidak dilaporkan ke Presiden,” jelasnya. Bambang mengatakan tidak mengherankan jika persepsi publik tentang manajemen kepemimpinan Jokowi masih negatif alias amburadul. Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat Ruhut Sitompul mengungkapkan, JK seharusnya berkomunikasi dan menyatukan kesepakatan dengan Presiden sebelum merespons isu tertentu.

Menurutnya, perbedaan- perbedaan selama ini adalah kecerobohan JK. Ruhut meminta Jokowi mengevaluasi sikap Wapres. ”Harusnya Jokowi gerah dengan wapresnya. Saat zaman Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) juga sering JK beda pandangan, karena itu selanjutnya nggak dipakai lagi,” katanya.

JK sebelumnya mengklaim tidak berbeda pandangan dengan Jokowi mengenai rencana revisi UU KPK. Keduanya juga memiliki tujuan yang sama, yakni perbaikan KPK. ”Kadangkadang cara berbicaranya saja beda,” ungkapnya.

Mula akmal/ rahmat sahid/ kiswondari/ant
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6080 seconds (0.1#10.140)