DPR Bentuk Badan Pengawas BIN
A
A
A
JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) khususnya Komisi I akan segera membentuk badan pengawas untuk Badan Intelijen Negara (BIN). Pembentukan badan tersebut sebagai adanya kontrol dan pengawasan terhadap kinerja BIN di masa yang akan datang.
Ketua Komisi I Mahfudz Sidiq menyatakan pembentukan badan ini merupakan aplikasi dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang BIN yang mengatur perlunya badan pengawasan intelijen.
”Pengawasan intelijen ini nantinya ada 14 orang, yang terdiri anggota tiap fraksi dan pimpinan. Peraturan internalnya sudah ada sebagai tindak lanjut UU intelijen,” ujarnya di Gedung DPR kemarin. Dia juga mengatakan pemilihan 14 orang tersebut juga perlu kehati-hatian. Mahfudz mengatakan penunjukan badan pengawas harus secara selektif dan diproyeksikan orang yang berasal dari Komisi I, bukan mutasi dari komisi lain.
”Karena sifat kerja tim dan badan ini yang harus diambil sumpahnya oleh pimpinan di paripurna DPR, bersamaan dilantiknya kepala BIN yang baru guna untuk menjaga aspek kerahasiaan dan kesinambungan badan pengawasan,” ungkapnya. Politikus asal PKS ini juga mengatakan jangkauan pengawasan badan tersebut hanya sampai pada unit kerja di Komisi I, namun diaktivasi jika ada kasus yang terindikasi pelanggaran dalam tupoksi intelijen.
”Ini amanah UU, badan ini disiapkan dan disiagakan jikalau ada kasus tertentu. Kalau pengawasan regulernya ada di Komisi I,” tambahnya. Kepala BIN Letjen (Purn) Marciano Norman menyetujui perihal dibentuknya badan pengawasan yang dibuat oleh Komisi I DPR. Menurutnya, hal tersebut sebagai tindak lanjut dari UU No 17 Tahun 2011, tidak ada satu lembaga kementerian yang tidak diawasi sepanjang mekanismenya sesuai aturan dan tidak membelenggu kebebasan lembaga yang diawasi.
”Sehingga tupoksi lembaga tersebut tetap tercapai dan bergerak dalam koridor hukum yang ada,” ungkapnya kemarin seusai Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi I di Gedung DPR. Dia juga mengatakan lembaga tersebut harus mengawasi kinerja BIN dan mengawasi jika terjadi pelanggaran yang dapat ditakuti masyarakat. ”BIN itu bekerja untuk rakyat. BIN tidak boleh intimidasi rakyatnya sendiri. BIN dari hari ke hari berikan jaminan kepada masyarakat untuk bisa melakukan kegiatannya dengan aman dan nyaman,” ucapnya.
Marciano berharap pengawasan yang dilakukan DPR berdampak positif, namun badan pengawasan juga diharapkan dapat memberikan keleluasaan dan kebebasan BIN untuk bekerja sesuai dengan aturan dan UU yang berlaku. ”Kebebasan berdasarkan yang diatur oleh UU. Prinsipnya pengawasan itu akan berdampak positif,” ujarnya.
Pengamat politik UI Boni Hargens meminta calon kuat kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso untuk melakukan penataan terhadap lembaga tersebut. Hal ini penting mengingat selama ini BIN kurang mendapatkan perhatian yang optimal dari pemerintah. Padahal, lembaga tersebut penting untuk mendukung program Nawacita.
”Selama ini negara tidak begitu serius mengurusi BIN. Teknologi kurang, humans skill dan kontrol kualitas juga kurang. Butuh perombakan total di tubuh BIN. Politisasi terhadap badan intelijen, kurangnya reward terhadap kerja intelijen sehingga mereka kerap bekerja untuk kepentingan politik tertentu dan penguasa,” ujar Boni Hargens.
Menurut Boni, penunjukan Sutiyoso sebagai kepala BIN sudah melalui pertimbangan yang matang. Apalagi, mantan gubernur DKI Jakarta ini memiliki pengalaman yang cukup di bidang intelijen saat masih berada di Kopassus. Dengan demikian, diharapkan bisa mewujudkan program Nawacita Presiden Jokowi. ”Presiden harus mendapat informasi yang tepat. Saya kira Sutiyoso mampu dan tepat untuk melaksanakan tugas ini karena yang diperlukan adalah koordinasi. Supaya Nawacita tidak digembosi, memang butuh intelijen yang kuat dan mampu mendeteksi persoalan secara tepat,” katanya.
Direktur Program Imparsial Al Araf menilai BIN merupakan aset yang sangat penting dan mahal. Sayangnya, lembaga tersebut kerap dijadikan alat dari suatu rezim. Dalam konteks demokrasi, BIN harus bekerja untuk kepentingan negara bukan rezim. ”Rasa aman itu bukan milik rezim tapi masyarakat. Kita nggak mau peristiwa Bom Bali dan JW Marriott terjadi lagi, itu hanya bisa diatasi kalau BIN profesional,” ujarnya.
Pengamat intelijen Susaningtyas Kertopati mengatakan, selama Sutiyoso mampu menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik, tentu usia tidak jadi soal. ”Memang di undangundang kita tak ada batasan usia. Tapi yang perlu diingat adalah Kepala BIN itu harus cepat dan tepat,” kata Nuning.
Wanita yang akrab disapa Nuning ini menegaskan, sistem keamanan dan pertahanan negara ke depan semakin luas dan kompetitif. ”Jadi bukan semata hanya terkait soal intel intai dan tempur (taipur), tapi juga mengedepankan intel proxy dan juga cyber,” ucapnya
Sucipto/mula akmal
Ketua Komisi I Mahfudz Sidiq menyatakan pembentukan badan ini merupakan aplikasi dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang BIN yang mengatur perlunya badan pengawasan intelijen.
”Pengawasan intelijen ini nantinya ada 14 orang, yang terdiri anggota tiap fraksi dan pimpinan. Peraturan internalnya sudah ada sebagai tindak lanjut UU intelijen,” ujarnya di Gedung DPR kemarin. Dia juga mengatakan pemilihan 14 orang tersebut juga perlu kehati-hatian. Mahfudz mengatakan penunjukan badan pengawas harus secara selektif dan diproyeksikan orang yang berasal dari Komisi I, bukan mutasi dari komisi lain.
”Karena sifat kerja tim dan badan ini yang harus diambil sumpahnya oleh pimpinan di paripurna DPR, bersamaan dilantiknya kepala BIN yang baru guna untuk menjaga aspek kerahasiaan dan kesinambungan badan pengawasan,” ungkapnya. Politikus asal PKS ini juga mengatakan jangkauan pengawasan badan tersebut hanya sampai pada unit kerja di Komisi I, namun diaktivasi jika ada kasus yang terindikasi pelanggaran dalam tupoksi intelijen.
”Ini amanah UU, badan ini disiapkan dan disiagakan jikalau ada kasus tertentu. Kalau pengawasan regulernya ada di Komisi I,” tambahnya. Kepala BIN Letjen (Purn) Marciano Norman menyetujui perihal dibentuknya badan pengawasan yang dibuat oleh Komisi I DPR. Menurutnya, hal tersebut sebagai tindak lanjut dari UU No 17 Tahun 2011, tidak ada satu lembaga kementerian yang tidak diawasi sepanjang mekanismenya sesuai aturan dan tidak membelenggu kebebasan lembaga yang diawasi.
”Sehingga tupoksi lembaga tersebut tetap tercapai dan bergerak dalam koridor hukum yang ada,” ungkapnya kemarin seusai Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi I di Gedung DPR. Dia juga mengatakan lembaga tersebut harus mengawasi kinerja BIN dan mengawasi jika terjadi pelanggaran yang dapat ditakuti masyarakat. ”BIN itu bekerja untuk rakyat. BIN tidak boleh intimidasi rakyatnya sendiri. BIN dari hari ke hari berikan jaminan kepada masyarakat untuk bisa melakukan kegiatannya dengan aman dan nyaman,” ucapnya.
Marciano berharap pengawasan yang dilakukan DPR berdampak positif, namun badan pengawasan juga diharapkan dapat memberikan keleluasaan dan kebebasan BIN untuk bekerja sesuai dengan aturan dan UU yang berlaku. ”Kebebasan berdasarkan yang diatur oleh UU. Prinsipnya pengawasan itu akan berdampak positif,” ujarnya.
Pengamat politik UI Boni Hargens meminta calon kuat kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso untuk melakukan penataan terhadap lembaga tersebut. Hal ini penting mengingat selama ini BIN kurang mendapatkan perhatian yang optimal dari pemerintah. Padahal, lembaga tersebut penting untuk mendukung program Nawacita.
”Selama ini negara tidak begitu serius mengurusi BIN. Teknologi kurang, humans skill dan kontrol kualitas juga kurang. Butuh perombakan total di tubuh BIN. Politisasi terhadap badan intelijen, kurangnya reward terhadap kerja intelijen sehingga mereka kerap bekerja untuk kepentingan politik tertentu dan penguasa,” ujar Boni Hargens.
Menurut Boni, penunjukan Sutiyoso sebagai kepala BIN sudah melalui pertimbangan yang matang. Apalagi, mantan gubernur DKI Jakarta ini memiliki pengalaman yang cukup di bidang intelijen saat masih berada di Kopassus. Dengan demikian, diharapkan bisa mewujudkan program Nawacita Presiden Jokowi. ”Presiden harus mendapat informasi yang tepat. Saya kira Sutiyoso mampu dan tepat untuk melaksanakan tugas ini karena yang diperlukan adalah koordinasi. Supaya Nawacita tidak digembosi, memang butuh intelijen yang kuat dan mampu mendeteksi persoalan secara tepat,” katanya.
Direktur Program Imparsial Al Araf menilai BIN merupakan aset yang sangat penting dan mahal. Sayangnya, lembaga tersebut kerap dijadikan alat dari suatu rezim. Dalam konteks demokrasi, BIN harus bekerja untuk kepentingan negara bukan rezim. ”Rasa aman itu bukan milik rezim tapi masyarakat. Kita nggak mau peristiwa Bom Bali dan JW Marriott terjadi lagi, itu hanya bisa diatasi kalau BIN profesional,” ujarnya.
Pengamat intelijen Susaningtyas Kertopati mengatakan, selama Sutiyoso mampu menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik, tentu usia tidak jadi soal. ”Memang di undangundang kita tak ada batasan usia. Tapi yang perlu diingat adalah Kepala BIN itu harus cepat dan tepat,” kata Nuning.
Wanita yang akrab disapa Nuning ini menegaskan, sistem keamanan dan pertahanan negara ke depan semakin luas dan kompetitif. ”Jadi bukan semata hanya terkait soal intel intai dan tempur (taipur), tapi juga mengedepankan intel proxy dan juga cyber,” ucapnya
Sucipto/mula akmal
(ars)