Pemprov DKI Jakarta Pidanakan Mafia Rusun

Selasa, 16 Juni 2015 - 09:42 WIB
Pemprov DKI Jakarta Pidanakan Mafia Rusun
Pemprov DKI Jakarta Pidanakan Mafia Rusun
A A A
JAKARTA - Pemprov DKI Jakarta terus memperketat seleksi siapa saja yang berhak menempati rumah susun sewa (rusunawa).

Bagi oknum yang kedapatan melakukan jual beli rusunawa akan dilaporkan ke pihak berwajib dan dipidanakan. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengakui hingga saat ini masih banyak aktivitas jual beli rusunawa. Namun, sejak dia menerapkan identitas penghuni melalui kartu ATM Bank DKI, aktivitas jual beli rusunawa menurun. Kartu pengenal Bank DKI tersebut terdaftar di Bank Indonesia (BI) yang datanya tidak bisa dipalsukan. ”Kalau kami razia, begitu lihat nama kamu enggak sesuai kami akan usir.

Identitas kartu ATM kamu tercatat di BI. Kalau kamu main dengan Dukcapil, pindahin KTP bisa, di BI enggak bisa. Begitu cek di BI ada nama sama, seluruh orang Bank DKI dan Dukcapil akan saya penjarakan, sistem ini akan kita lakukan,” kata Ahok di Balai Kota kemarin. Ahok menjelaskan, sejak memimpin Ibu Kota, dia sudah memindahkan 14.000 warga bantaran kali ke 14.000 unit rusunawa yang tersebar di Jakarta pada 2013. Sayangnya, dari 14.000 unit tersebut, terdapat 400 unit di Rusun Muara Baru yang dikuasai oknum dan diperjualbelikan.

Belum lagi jual beli unit di Rusun Penjaringan dan Marunda, Jakarta Utara. Pada 2014 mantan bupati Belitung Timur itu mengubah strategi dengan mewajibkan semua penghuni rusunawa harus memiliki KTP DKI Jakarta yang sesuai dengan alamat tinggalnya dan direkap dalam kartu ATM Bank DKI untuk pembayaran sewa. ”Nah, saat ini dari 15.000 warga yang kami data dan kami akan pindahkan ke rusunawa, baru 12.000 yang mendaftar. Sebanyak 3.000 lainnya ngotot enggak mau karena dia niat jual beli,” ujarnya.

Praktik jual beli rusun itu, lanjut Ahok, rata-rata dilakukan oknum RT/RW dan pejabat di dalamnya yang kerap memungut pungutan liar. Selain itu, Ahok juga akan memberlakukan tarif parkir per jam bagi mereka pemilik rusun yang memiliki kendaraan di kawasan rusunawa.

”Jadi modusnya itu, orang miskin yang sudah direlokasi ke rusun disuruh balik lagi ke bantaran kali karena sudah ada yang mau beli rusun itu. Jadi semakin digusur, semakin dikasih rusun, semakin banyak uang mereka tuh. Tiba-tiba dapat Rp50 juta, bisa bikin voucher Rp15 juta, dan Rp35 juta. Bisa buat kawin lagi. Makanya saya perketat,” tegasnya. Pengamat perkotaan Universitas Trisakti, Nirwono Joga mengatakan, manajemen pengelolaan rusunawa itu harus melibatkan swasta seperti halnya apartemen.

Dengan demikian, Pemprov DKI Jakarta bisa fokus dalam pembangunan fisik. ”Mafia dalam rusun ini belum berhasil dibongkar. Caranya kasih swasta melalui program CSR agar diputus mata rantai mafia rusun tersebut. Swasta itu sudah terbukti dalam pengelolaan apartemen,” ucapnya. Dalam melibatkan perusahaan swasta, lanjut Nirowono, tentunya harus dibarengi dengan rencana bisnis yang saling menguntungkan. Misalnya perusahaan swasta mendapat kontrak selama tiga tahun mengelola rusun.

Setelah itu, baru Pemprov DKI Jakarta mengambil alih. ”Kenapa rusun tidak rapi, tapi apartemen bisa rapi? Karena mereka (swasta) tegas dan profesional. Kalau dikelola pemprov sejauh ini sudah menjadi mata rantai di dalamnya. Oknumnya jangan hanya distafkan. Tapi, harus dilaporkan polisi dan dipidana,” tandasnya.

Bima setiyadi
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4916 seconds (0.1#10.140)