Ini Alasan BW Cabut Gugatan Praperadilan di PN Jaksel
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Bambang Widjojanto (BW) mencabut gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Mengapa?
Anggota Tim Kuasa BW, Abdul Fickar Hadjar mengungkapkan, bahwa pihaknya telah mempelajari hasil PN Jaksel terhadap putusan gugatan praperadilan yang diajukan sejumlah nama.
Hasilnya, sejumlah putusan hakim mereka nilai tidak memiliki dasar serta janggal dan telah melampaui dalil yang diminta dan diargumentasikan (Ultra Petita).
"Kita sudah melakukan eksaminasi. Hasil eksaminasinya ada argumen (putusan) di luar nalar, di luar logika hukum, tidak lagi berdasar," kata Fickar di PN Jaksel, Jakarta, Senin (15/6/2015).
Selain itu, mereka juga berkaca dari sidang praperadilan penyidik KPK Novel Baswedan. Dia mengatakan, dalam pemeriksaan praperadilan yang diajukan Novel, hakim dianggapnya sudah membiarkan saksi dalam pokok perkara memberikan keterangan.
"Meskipun sudah diprotes bahkan menolak permohonan dengan argumentasi yang lemah dan bertentangan dengan hukum," jelasnya.
Lanjut Fickar, pihaknya juga menilai adanya kecenderungan bahwa tidak ada standar yang berbasis fakta dan argumentasi untuk menerima atau menolak permohonan. "Ketiadaan standar itu juga menyangkut hukum acara praperadilan yang sampai saat ini belum juga dibuat oleh Mahkamah Agung."
"Sejauhmana fakta berkaitan pokok perkara perlu diajukan, proses praperadilan yang tujuannya menguji proses, tetapi menjadi ajang untuk penilaian pokok perkara yang sudah seharusnya bukan kewenangan hakim praperadilan," lanjutnya.
Di samping mencabut permohonan praperadilan, dalam kesempatan itu, dirinya juga mendorong agar Mahkamah Agung segera bersikap dan membuat standar serta hukum acara yang jelas terkait praperadilan.
"Bisa berupa Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) atau Peraturan Mahkamah Agung (PERMA)," pungkasnya.
Anggota Tim Kuasa BW, Abdul Fickar Hadjar mengungkapkan, bahwa pihaknya telah mempelajari hasil PN Jaksel terhadap putusan gugatan praperadilan yang diajukan sejumlah nama.
Hasilnya, sejumlah putusan hakim mereka nilai tidak memiliki dasar serta janggal dan telah melampaui dalil yang diminta dan diargumentasikan (Ultra Petita).
"Kita sudah melakukan eksaminasi. Hasil eksaminasinya ada argumen (putusan) di luar nalar, di luar logika hukum, tidak lagi berdasar," kata Fickar di PN Jaksel, Jakarta, Senin (15/6/2015).
Selain itu, mereka juga berkaca dari sidang praperadilan penyidik KPK Novel Baswedan. Dia mengatakan, dalam pemeriksaan praperadilan yang diajukan Novel, hakim dianggapnya sudah membiarkan saksi dalam pokok perkara memberikan keterangan.
"Meskipun sudah diprotes bahkan menolak permohonan dengan argumentasi yang lemah dan bertentangan dengan hukum," jelasnya.
Lanjut Fickar, pihaknya juga menilai adanya kecenderungan bahwa tidak ada standar yang berbasis fakta dan argumentasi untuk menerima atau menolak permohonan. "Ketiadaan standar itu juga menyangkut hukum acara praperadilan yang sampai saat ini belum juga dibuat oleh Mahkamah Agung."
"Sejauhmana fakta berkaitan pokok perkara perlu diajukan, proses praperadilan yang tujuannya menguji proses, tetapi menjadi ajang untuk penilaian pokok perkara yang sudah seharusnya bukan kewenangan hakim praperadilan," lanjutnya.
Di samping mencabut permohonan praperadilan, dalam kesempatan itu, dirinya juga mendorong agar Mahkamah Agung segera bersikap dan membuat standar serta hukum acara yang jelas terkait praperadilan.
"Bisa berupa Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) atau Peraturan Mahkamah Agung (PERMA)," pungkasnya.
(kri)