58% Camat Tak Dalami Ilmu Pemerintahan
A
A
A
SUMEDANG - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyatakan dari jumlah 6.000 camat yang ada di Indonesia, 58% diantaranya tak mendalami ilmu pemerintahan.
Kondisi tersebut cukup berpengaruh pada aspek pelayanan publik. ”Bayangkan dengan data tersebut. Mereka akhirnya juga kurang memahami tugas pokok dan fungsinya,” kata Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo saat memberikan sambutan dalam prosesi wisuda praja IPDN di Kampus IPDN, Jatinangor, Sumedang. Menurut dia, ilmu pemerintahan penting dimiliki setiap camat. Pasalnya tanpa itu akan berpengaruh pada pelayanan kepada masyarakat.
”Selama ini kan alasannya bisa diserahkan ke stafnya,” ujar dia. Sebenarnya siapa pun bisa menjadi camat, tatapi perlu dibekali ilmu pemerintahan. Setiap camat diwajibkan mengikuti pendidikan dan pelatihan (diklat) selama tiga sampai enam bulan. ”Ke depan nanti tidak boleh. Di Jakarta saja ada yang dokter gigi. Tapi kan ini mau diperbaiki ke depannya,” kata dia. Pihaknya sedang mempersiapkan pendidikan profesi ilmu kepemerintahan. Menurut dia hal ini bagian dari penataan birokrasi yang tertib dan memahami tata kelola pemerintahan yang baik.
Tjahjo pun mengancam akan memberhentikan camat jika diketahui tidak mengikuti diklat. Karena itu sebuah kewajiban bagi camat yang tidak memiliki latar belakang ilmu pemerintahan untuk mengikuti diklat. ”Kita akan mempersiapkan. Sebagianpakai tahun anggaran ini. Tapi akan selesai di anggaran tahun depan. Kalau tidak kita minta ke gubernur untuk mengganti, itu wajib dong,” ujar dia.
Berkaitan dengan hal tersebut, Tjahjo telah membuat surat inventarisasi kepada gubernur agar disampaikan kepada bupati untuk melakukan pengecekan. Pengecekan tersebut untuk menginventarisasi siapa saja yang tidak berlatar belakang ilmu pemerintahan.
”Agar 2015 akhir ini semua perangkat pemerintahan sudah memahami tata kelola pemerintah dengan baik,” ungkap dia. Sementara itu Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengatakan tidak perlu dilakukan pendidikan ilmu pemerintahan bagi camat. Menurut dia camat bukanlah jabatan yang diharuskan memiliki spesialis ilmu tertentu.
”Tidak penting untuk itu. Dia hanya kepanjangan tangan kepala daerah di sebuah wilayah dan sifatnya koordinatif. Ilmunya general,” ujar dia. Posisi camat menurut Endi telah berubah, bukan lagi sifatnya administratif. Camat saat ini lebih dituntut untuk mengayomi. ”Desa pun saat ini langsung ke kepala daerah,” ujar dia. Menurut dia, yang paling penting adalah perbaikan sistem. Utamanya pola komunikasi antara camat dengan kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
”Jika ada masalah camat langsung ke sekda. Tidak ada komunikasi dengan kepala SKPD. Padahal yang mengeksekusi adalah SKPD. Itu lebih penting dibanding sekolah ilmu pemerintahan,” pungkasnya.
Dita angga
Kondisi tersebut cukup berpengaruh pada aspek pelayanan publik. ”Bayangkan dengan data tersebut. Mereka akhirnya juga kurang memahami tugas pokok dan fungsinya,” kata Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo saat memberikan sambutan dalam prosesi wisuda praja IPDN di Kampus IPDN, Jatinangor, Sumedang. Menurut dia, ilmu pemerintahan penting dimiliki setiap camat. Pasalnya tanpa itu akan berpengaruh pada pelayanan kepada masyarakat.
”Selama ini kan alasannya bisa diserahkan ke stafnya,” ujar dia. Sebenarnya siapa pun bisa menjadi camat, tatapi perlu dibekali ilmu pemerintahan. Setiap camat diwajibkan mengikuti pendidikan dan pelatihan (diklat) selama tiga sampai enam bulan. ”Ke depan nanti tidak boleh. Di Jakarta saja ada yang dokter gigi. Tapi kan ini mau diperbaiki ke depannya,” kata dia. Pihaknya sedang mempersiapkan pendidikan profesi ilmu kepemerintahan. Menurut dia hal ini bagian dari penataan birokrasi yang tertib dan memahami tata kelola pemerintahan yang baik.
Tjahjo pun mengancam akan memberhentikan camat jika diketahui tidak mengikuti diklat. Karena itu sebuah kewajiban bagi camat yang tidak memiliki latar belakang ilmu pemerintahan untuk mengikuti diklat. ”Kita akan mempersiapkan. Sebagianpakai tahun anggaran ini. Tapi akan selesai di anggaran tahun depan. Kalau tidak kita minta ke gubernur untuk mengganti, itu wajib dong,” ujar dia.
Berkaitan dengan hal tersebut, Tjahjo telah membuat surat inventarisasi kepada gubernur agar disampaikan kepada bupati untuk melakukan pengecekan. Pengecekan tersebut untuk menginventarisasi siapa saja yang tidak berlatar belakang ilmu pemerintahan.
”Agar 2015 akhir ini semua perangkat pemerintahan sudah memahami tata kelola pemerintah dengan baik,” ungkap dia. Sementara itu Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengatakan tidak perlu dilakukan pendidikan ilmu pemerintahan bagi camat. Menurut dia camat bukanlah jabatan yang diharuskan memiliki spesialis ilmu tertentu.
”Tidak penting untuk itu. Dia hanya kepanjangan tangan kepala daerah di sebuah wilayah dan sifatnya koordinatif. Ilmunya general,” ujar dia. Posisi camat menurut Endi telah berubah, bukan lagi sifatnya administratif. Camat saat ini lebih dituntut untuk mengayomi. ”Desa pun saat ini langsung ke kepala daerah,” ujar dia. Menurut dia, yang paling penting adalah perbaikan sistem. Utamanya pola komunikasi antara camat dengan kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
”Jika ada masalah camat langsung ke sekda. Tidak ada komunikasi dengan kepala SKPD. Padahal yang mengeksekusi adalah SKPD. Itu lebih penting dibanding sekolah ilmu pemerintahan,” pungkasnya.
Dita angga
(ars)