Hong Kong Kembali Bergejolak

Senin, 15 Juni 2015 - 08:06 WIB
Hong Kong Kembali Bergejolak
Hong Kong Kembali Bergejolak
A A A
HONG KONG - Ribuan orang turun ke jalan di Hong Kong untuk memprotes proposal reformasi pemilihan umum (pemilu) yang disepakati Beijing dalam memilih pemimpin kota.

Aksi demonstrasi yang dipimpinsejumlahkelompoktermasuk Front Hak Asasi Manusia Sipil, anggota parlemen prodemokrasi, dan organisasi mahasiswa akan dilakukan setiap hari hingga ada keputusan yang dibicarakan dengan parlemen Hong Kong pada Rabu (17/6).

Beijing mengusulkan digelar pemilihan langsung pada 2017. Namun, hanya kandidat pro-Beijing yang sebelumnya diseleksi Komite Pencalonan yang berhak maju. Saat ini kepala eksekutif kota dipilih Komite Pemilihan yang terdiri atas 1.200 anggota. Mereka memiliki hubungan politik dan ekonomi yang menguntungkan Beijing. Para pengunjuk rasa mengenakan kemeja kuning bertuliskan ”Tolak Hak Pilih Palsu” dan membawa payung kuning sebagai simbol gerakan prodemokrasi.

Mereka melakukan aksi dari Victoria Park di distrik pusat perbelanjaan, Causeway Bay, ke kantor pusat pemerintah. Unjuk rasa tersebut diikuti sekitar 3.500 demonstran. ”Kami menolak usulan pemerintah. Anggota Komite Pemilihan bukan yang orang Hong Kong inginkan. Komite Pemilihan tidak mewakili suara masyarakat Hong Kong. Itu bukan hak pilih universal yang nyata” kata Cleo Chui, mahasiswa yang ikut dalam barisan pendemo, dikutip Reuters.

Sebelumnya aktivis prodemokrasi Hong Kong juga melakukan demo besar-besaran untuk menuntut pemilu yang bebas pada akhir tahun lalu. Protes yang terjadi bermingguminggu kala itu bahkan sempat melumpuhkan Hong Kong. Agar kasus serupa tidak terulang, sejak Sabtu (13/6) polisi membersihkan beberapa tenda dan barang-barang milik pengunjuk rasa yang dianggap berbahaya seperti botol dan papan kayu.

Daisy Chan dari Front HAM Sipil yang mengorganisasi aksi tersebut mengatakan, apa yang mereka lakukan sebagai kesempatan terakhir untuk memperjuangkan demokrasi. Seorang demonstran lain mengatakan, ”Unjuk rasa ini ekspresi sikap kami. Tidak ada hal lain yang bisa kita lakukan selain ini,” kata Lam Sum-shing. Demonstrasi serupa juga dilakukan pendukung Pemerintah China.

Beberapa dari mereka melambaikan bendera China yang menghiasi sepanjang jalan. Kedua belah pihak berteriak menghina satu sama lain. Kepolisian setempat terus mengawasi aksi demonstrasi agar tidak terjadi kekerasan. Hong Kong dikembalikan dari Inggris kepada kekuasaan China pada 1997. Dengan formula satu negara dan dua sistem memberikan otonomi substansial dan kebebasan dengan hakpilihuniversalsebagaitujuan akhir.

Beijing khawatir aspirasi Hong Kong untuk mewujudkan sistem demokrasi akan meluas ke seluruh bagian negara. Pejabat senior China menyatakan keyakinannya bahwa Hong Kong akan mengadopsi paket reformasi yang membutuhkan dua-pertiga dari 70 kursi atau 47 orang untuk lolos. Sebanyak 27 legislator prodemokrasi Hong Kong telah bersumpah untuk memveto proposal tersebut.

Sementara itu, anggota parlemen oposisi memiliki cukup suara untuk menghadang paket tersebut pada Rabu mendatang. Para demonstran diharapkan untuk melobi anggota parlemen di forum diskusi sepanjang minggu. ”Jika kita tidak turun, pemerintah tidak akan memiliki dorongan untuk melakukan perubahan. Hong Kong akan berakhir tragis jika menyetujui usulan tersebut,” kata Alan Leong, pemimpin partai politik prodemokrasi, Partai Civic. Menurut Leong, China sudah mengatakan pada seluruh dunia bahwa mereka menyelamatkan Hong Kong.

”China memiliki hak kekuasaan palsu,” tambahnya. Kepala eksekutif Hong Kong Leung Chun-ying juga mendesak anggota parlemen untuk mendukung apa yang disuarakan para demonstran. ”Jika kita kehilangan kesempatan tahun ini, kita tidak tahu kapan kesempatan berikutnya untuk reformasi akan terjadi,” ucapnya.

Pengamat melihat sikap kedua negara ini justru akan menghambat mereka untuk berkembang. ”Jika Pemerintah Beijing dan Hong Kong terus mengadopsi sikap bermusuhan terhadap oposisi, akan sulit bagi mereka untuk mengubah situasi,” tutur Ma Ngok, profesor di Departemen Pemerintahan dan Administrasi Publik Chinese University, kepada AFP.

Ananda nararya
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7772 seconds (0.1#10.140)