AS Diminta Hentikan Diplomasi Mikrofon

Jum'at, 12 Juni 2015 - 09:35 WIB
AS Diminta Hentikan Diplomasi Mikrofon
AS Diminta Hentikan Diplomasi Mikrofon
A A A
WASHINGTON - China meminta Amerika Serikat (AS) agar tidak menempuh ”diplomasi mikrofon” untuk meredam ketegangan dan perbedaan. Beijing meminta AS untuk menempuh ”cara yang layak” untuk menyelesaikan berbagai persoalan.

Isu serangan cyber terhadap berbagai institusi AS yang diduga dilakukan hacker China memanaskan hubungan keduanya. Konflik perebutan Kepulauan Spratly di Laut China Selatan antara Beijing dan beberapa negara Asia Tenggara, juga ikut memanaskan diplomasi AS dan China. Aksi saling tuding dan kecam kedua negara itu hanya dilakukan di depan mikrofon.

Padahal, hubungan ekonomi kedua negara sangat erat dan menguntungkan. Wu Xi, deputi kepala Misi Kedutaan Besar China di Washington, menyebutkan berbagai isu individu tidak diperbolehkan untuk memperburuk hubungan antara ASChina. ”Beralih ke diplomasi mikrofon atau menunjukkan jari satu sama lainnya tidak akan menyelesaikan masalah,” kata Wu dilansir Reuters pada Rabu (10/6) waktu setempat.

Pasalnya, kepentingan bersama kedua negara tidak boleh diganggu. Perdagangan bilateral China-AS yang disepakati tahun lalu mencapai USD550 miliar (Rp7.304 triliun). ”Nilai itu jauh lebih besar dibandingkan perbedaan dan perseteruan antara kedua negara,” ungkap Wu dilansir Reuters . Wu menyampaikan hal ini saat menghadiri perayaan 10 tahun kerja sama Kongres ASChina di Capitol Hill.

Mereka menjuluki program tersebut sebagai Working Group. ”Pilihan tepat adalah untuk mengetahui berbagai perbedaan kami, saling menghormati dan terlibat aktif dalam dialog,” ujar Wu. Dia mengatakan, perbedaan pendapat antara Washington dan Beijing memberikan pilihan. ”Pilihan yang kami buat saat ini akan menentukan masa depan dari dua negara yang hebat, begitujugaseluruhdunia,” lanjut Wu.

Dia menambahkan, kedua pihak harus menggunakan pertemuan tahunan ”AS-China Dialog Strategis dan Ekonomi” pada 22-24 Juni mendatang. Selain itu, pemulihan hubungan AS-China juga dapat dilakukan ketika kunjungan pejabat tinggi militer China ke AS. Berbagai perbedaan bisa dicarikan solusi sebelum kunjungan Presiden China ke Washington pada September mendatang.

”Kami perlu menyampaikan perbedaan pandangan kami dengan cara yang pantas,” tambah Wu. Dia menambahkan tidak terlihat adanya ketegangan antara AS-China. Kedua negara juga selalu berbagi kepentingan bersama dan mendiskusikan perbedaan yang ada secara damai demi terwujudnya stabilitas di Asia-Pasifik.

”Kami tak memiliki pilihan lain, kecuali demi tercapainya kepentingan kedua negara dan dunia,” sambung Wu. Rick Larson, perwakilan AS dan pendiri dari Working Grup, mengatakan bahwa kedua negara ekonomi terbesar dunia AS dan China tidak mampu untuk berdiam diri untuk menjalin hubungan yang saling menguntungkan.

Namun demikian, Larson mengungkapkan isu Laut China Selatan dan indikasi kejahatan cyber yang dituduhkan ke China juga merupakan isu yang sangat menantang dan tidak dapat dikesampingkan. ”Kami tidak dapat menutupinya, kami tak dapat sembunyi darinya,” ucap Larson. Baik AS maupun China memang sering saling kecam di depan mikrofon.

”Diplomasi mikrofon” terbaru dilakukan Susan Collins, anggota Komite Intelijen Senat. Dia menuding para hacker China melakukan aksi peretasan tersebut. China langsung menanggapi tudingan tersebut. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Hong Lei mengungkapkan, tudingan AS tersebut tidak berdasarkan penyidikan. ”Penggunaan kata mungkin merupakan langkah yang tak bertanggung jawab dan tidak ilmiah,” katanya.

Pada akhir Mei lalu, Menteri Pertahanan AS Ashton Carter mengecam reklamasi lahan oleh China di Laut China Selatan merupakan tindakan melanggar batas aturan-aturan internasional. ”Amerika menentang aksi militerisasi di wilayah yang disengketakan itu,” ancam Carter. Pada Selasa (9/6), Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China mengecam Kelompok Tujuh Negara (G-7) karena mengeluarkan pernyataan tidak bertanggung jawab mengenai teritorial Beijing di Laut China Selatan dan Laut China Timur.

Banyak pihak menganggap perseteruan antara Washington dan Beijing hanya sebagai ajang saling gertak. Tidak lebih dari itu. Permainan tidak akan mengarah kepada konflik militer. Dipastikan tidak ada darah yang tercecer. Kedua negara itu masih berpikir tentang hubungan ekonomi kedua negara yang paling menguntungkan. Baik China maupun AS, juga mempertimbangkan dampak buruk jika konflik militer pecah.

Kedua negara tersebut hanya saling pamer ambisi semata. Hugh White, akademisi Australia, mengungkapkan China memotong sosis yang dengan sangat tipis. Presiden Xi telah mengatakan tentang sosis seperti apa yang dimaksudnya. Dia menekankan tentang jenis baru hubungan kekuatan besar di mana Beijing ingin mendapatkan pengaruh yang besar di Asia.

”China tidak mengancam kekuasaan global AS. Beijing juga tidak menghalangi upaya AS di Asia. China hanya ingin diperlakukan sama,” tutur White dikutip Financial Times . Dalam pandangan Carl Thayer, pakar keamanan dari Universitas New South Wales, dunia memperhatikan langkah Beijing di Laut China Selatan.

”China mengubah fakta di lapangan dan menghadirkan kawasan dengan keadaan yang harus dihadapi,” tutur Thayer. Dalam kasus penyadapan, selain menuding China, AS juga menyalahkan hacker Rusia. ”Kemampuan hacking China dan Rusia sangat baik. Iran cukup baik. Korea Utara tidak cukup baik,” tuding Presiden AS Barack Obama.

Sementara, anggota Kongres AS Adam Schiff meminta pemerintah tidak menyalahkan China. Dia menyerukan peningkatan kualitas pusat data cyber. ”Ancaman cyber dari hacker, pelaku kriminal dan teroris, menjadi tantangan berat yang dihadapi setiap hari,” ungkap Schiff.

Arvin/andika
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7427 seconds (0.1#10.140)