Menristek Desak Polri Usut Tuntas Ijazah Palsu
A
A
A
BOGOR - Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) Muhammad Nasir meminta Mabes Polri terus mengusut tuntas kasus terbongkarnya ijazah palsu di berbagai daerah, khususnya di Nangroe Aceh Darussalam (NAD).
Kasus tersebut diduga melibatkan jaringan maupun sindikat kejahatan ijazah palsu yang termasuk di dalamnya organization crime . ”Kami sudah bicarakan dengan Polri. Jika sudah ada dua alat bukti yang cukup, nanti akan ditindaklanjuti kasus pidananya,” ujar Nasir saat meninjau pelaksanaan SBMPTN di Kampus Diploma III Institut Pertanian Bogor (IPB), kemarin.
Menurut dia, pengawasan pada perguruan tinggi negeri maupun swasta di Indonesia selama ini belum maksimal karena masih sebatas pangkalan data. Pihaknya berjanji akan lebih optimal agar tidak terjadi karut-marut permasalahan ijazah palsu. ”Kasus yang terjadi seperti di Bekasi itu sudah benar-benar ada organization crime, di mana dalam kasus ini ada yang menyediakan, mencari, dan memberikan ijazah palsu,” ungkapnya.
Untuk itu, penangkapan pelaku sindikat ijazah tidak cukup pada rektornya, namun juga pengguna ijazah maupun bagian administrasinya. Mengenai persyaratan mendirikan perguruan tinggi negeri dan swasta, pihaknya sudah membuat peraturan ketat. Namun, itu kembali pada moral individu masing-masing.
”Contoh mau mendirikan perguruan tinggi itu kelembagaannya harus jelas, lahan yang dimiliki, ruang kuliah, dana, serta dosen yang tersedia. Sebaik-baiknya aturan kalau moral kita rusak, tetap jadi rusak,” ucapnya.
Rektor IPB Suhardiyanto meminta bantuan dari media massa untuk memberi informasi jika menemukan ihwal yang menyimpang dari pelaksanaan tes SBMPTN.
Haryudi
Kasus tersebut diduga melibatkan jaringan maupun sindikat kejahatan ijazah palsu yang termasuk di dalamnya organization crime . ”Kami sudah bicarakan dengan Polri. Jika sudah ada dua alat bukti yang cukup, nanti akan ditindaklanjuti kasus pidananya,” ujar Nasir saat meninjau pelaksanaan SBMPTN di Kampus Diploma III Institut Pertanian Bogor (IPB), kemarin.
Menurut dia, pengawasan pada perguruan tinggi negeri maupun swasta di Indonesia selama ini belum maksimal karena masih sebatas pangkalan data. Pihaknya berjanji akan lebih optimal agar tidak terjadi karut-marut permasalahan ijazah palsu. ”Kasus yang terjadi seperti di Bekasi itu sudah benar-benar ada organization crime, di mana dalam kasus ini ada yang menyediakan, mencari, dan memberikan ijazah palsu,” ungkapnya.
Untuk itu, penangkapan pelaku sindikat ijazah tidak cukup pada rektornya, namun juga pengguna ijazah maupun bagian administrasinya. Mengenai persyaratan mendirikan perguruan tinggi negeri dan swasta, pihaknya sudah membuat peraturan ketat. Namun, itu kembali pada moral individu masing-masing.
”Contoh mau mendirikan perguruan tinggi itu kelembagaannya harus jelas, lahan yang dimiliki, ruang kuliah, dana, serta dosen yang tersedia. Sebaik-baiknya aturan kalau moral kita rusak, tetap jadi rusak,” ucapnya.
Rektor IPB Suhardiyanto meminta bantuan dari media massa untuk memberi informasi jika menemukan ihwal yang menyimpang dari pelaksanaan tes SBMPTN.
Haryudi
(ftr)