Vonis Jadi 14 Tahun, Anas Akan Ajukan PK
A
A
A
JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) memperberat hukuman mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum menjadi 14 tahun penjara. Atas putusan ini, Anas berencana mengajukan peninjauan kembali (PK).
Selain memperberat hukuman, majelis hakim kasasi yang diketuai Artidjo Alkostar dengan anggota MS Lumme dan Krisna Harahap ini juga menjatuhkan denda Rp5 miliar subsider 1 tahun 4 bulan serta pencabutan hak dipilih untuk menduduki jabatan publik kepada Anas.
Putusan ini lebih berat dari vonis Pengadilan Tinggi (PT) yang menjatuhkan hukuman tujuh tahun penjara. Vonis PT dijatuhkan lebih ringan satu tahun dari putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang menjatuhkan delapan tahun penjara. “Sudah diputus tadi sore (8/6). Naik dari 7 tahun penjara ke 14 tahun penjara,” ungkap Juru Bicara MA Suhadi saat dihubungi di Jakarta tadi malam.
Suhadi pun menerangkan, dalam pertimbangannya, majelis hakim kasasi menilai bahwa Anas terbukti melakukan perbuatan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait proyek pembangunan Hambalang (proyek P3SON).
Perbuatan Anas ini sesuai dengan ancaman pidana pada Pasal 12 huruf a Undang-Undang (UU) TPPK jo Pasal 64 KUHAP, Pasal 3 UU 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang serta Pasal 3 ayat (1) hurufcUU 15 Tahun 2002 jo UU 25 tahun 2003.
Bukan hanya itu, MA pun menolak keberatan Anas yang menyatakan tindak pidana asal (predicate crime ) dalam Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) harus dibuktikan terlebih dulu. Mengacu pada Pasal 69 UU 8 Tahun 2010 tentang TPPU, predicate crime tidak wajib dibuktikan terlebih dulu. Karena itu, Anas pun harus menanggung beban pembayaran uang pengganti sebesar Rp57,5 miliar yang harus dilunasi dalam waktu satu bulan.
Jika tidak dilunasi maka seluruh harta kekayaan Anas akan dilelang. Namun apabila masih belum bisa mencukupi, Anas terancam penjara selama empat tahun. Selain itu, MA pun memutuskan mencabut hak dipilih dalam jabatan publik. Pasalnya, pertimbangan yang diberikan Pengadilan Tipikor dan pengadilan tingkat banding yang menyatakan bahwa hak Anas untuk tetap bisa dipilih dalam jabatan publik adalah keliru.
Pencabutan hak dipilih ini dilakukan guna melindungi masyarakat dari fakta, informasi, dan persepsi yang salah dari seorang calon pemimpin. Anna Luthfi, adik kandung Anas Urbaningrum, mengatakan bahwa keluarga sangat menyesalkan putusan MA yang jauh dari keadilan.
Menurut dia, putusan ini lebih beraroma sensasi dan tidak melihat substansi rasa keadilan. “Semoga Artidjo lekas bertaubat atas putusan zalim ini. Keluarga akan terus berjuang mencari keadilan di proses hukum selanjutnya, yakni PK,” tandas Anna.
Plt Ketua KPK Johan Budi SP menyatakan, KPK menghormati putusan kasasi MA tersebut. Menurut dia, putusan itu menunjukkan bahwa apa yang disangkakan dan didakwakan KPK kepada Anas Urbaningrum adalah firm dan kuat.
Nurul adriyana/ Sabir laluhu
Selain memperberat hukuman, majelis hakim kasasi yang diketuai Artidjo Alkostar dengan anggota MS Lumme dan Krisna Harahap ini juga menjatuhkan denda Rp5 miliar subsider 1 tahun 4 bulan serta pencabutan hak dipilih untuk menduduki jabatan publik kepada Anas.
Putusan ini lebih berat dari vonis Pengadilan Tinggi (PT) yang menjatuhkan hukuman tujuh tahun penjara. Vonis PT dijatuhkan lebih ringan satu tahun dari putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang menjatuhkan delapan tahun penjara. “Sudah diputus tadi sore (8/6). Naik dari 7 tahun penjara ke 14 tahun penjara,” ungkap Juru Bicara MA Suhadi saat dihubungi di Jakarta tadi malam.
Suhadi pun menerangkan, dalam pertimbangannya, majelis hakim kasasi menilai bahwa Anas terbukti melakukan perbuatan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait proyek pembangunan Hambalang (proyek P3SON).
Perbuatan Anas ini sesuai dengan ancaman pidana pada Pasal 12 huruf a Undang-Undang (UU) TPPK jo Pasal 64 KUHAP, Pasal 3 UU 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang serta Pasal 3 ayat (1) hurufcUU 15 Tahun 2002 jo UU 25 tahun 2003.
Bukan hanya itu, MA pun menolak keberatan Anas yang menyatakan tindak pidana asal (predicate crime ) dalam Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) harus dibuktikan terlebih dulu. Mengacu pada Pasal 69 UU 8 Tahun 2010 tentang TPPU, predicate crime tidak wajib dibuktikan terlebih dulu. Karena itu, Anas pun harus menanggung beban pembayaran uang pengganti sebesar Rp57,5 miliar yang harus dilunasi dalam waktu satu bulan.
Jika tidak dilunasi maka seluruh harta kekayaan Anas akan dilelang. Namun apabila masih belum bisa mencukupi, Anas terancam penjara selama empat tahun. Selain itu, MA pun memutuskan mencabut hak dipilih dalam jabatan publik. Pasalnya, pertimbangan yang diberikan Pengadilan Tipikor dan pengadilan tingkat banding yang menyatakan bahwa hak Anas untuk tetap bisa dipilih dalam jabatan publik adalah keliru.
Pencabutan hak dipilih ini dilakukan guna melindungi masyarakat dari fakta, informasi, dan persepsi yang salah dari seorang calon pemimpin. Anna Luthfi, adik kandung Anas Urbaningrum, mengatakan bahwa keluarga sangat menyesalkan putusan MA yang jauh dari keadilan.
Menurut dia, putusan ini lebih beraroma sensasi dan tidak melihat substansi rasa keadilan. “Semoga Artidjo lekas bertaubat atas putusan zalim ini. Keluarga akan terus berjuang mencari keadilan di proses hukum selanjutnya, yakni PK,” tandas Anna.
Plt Ketua KPK Johan Budi SP menyatakan, KPK menghormati putusan kasasi MA tersebut. Menurut dia, putusan itu menunjukkan bahwa apa yang disangkakan dan didakwakan KPK kepada Anas Urbaningrum adalah firm dan kuat.
Nurul adriyana/ Sabir laluhu
(ftr)