MPR Tagih Nawacita Jokowi untuk Daerah Perbatasan

Selasa, 09 Juni 2015 - 10:44 WIB
MPR Tagih Nawacita Jokowi untuk Daerah Perbatasan
MPR Tagih Nawacita Jokowi untuk Daerah Perbatasan
A A A
JAKARTA - MPR menagih janji Nawacita Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang salah satu poinnya membangun Indonesia dari perbatasan.

Pasalnya, daerah perbatasan saat ini masih terbelakang, baik dari sisi pembangunan infrastruktur maupun ekonomi yang mendegradasi wawasan kebangsaan masyarakat di perbatasan.

”Kebijakan pemerintahan Jokowi untuk lakukan pembangunan sudah dimulai dari infrastruktur itu seharusnya dilakukan dari pinggir dulu. Harapan kami ini bukan wacana, tapi benar-benar diimplementasikan,” kata anggota Badan Pengkajian MPR Ali Taher dalam diskusi yang bertajuk ”Masalah Wilayah Perbatasan” di Gedung MPR, Senayan, Jakarta, kemarin.

Ali menjelaskan saat ini masalah perbatasan dibagi ke dalam dua masalah, yakni nasional dan internasional. Persoalan perbatasan bermula dari ketidakadilan dalam pemerataan ekonomi masyarakat di perbatasan yang sangat rendah, sehingga perlu rekonstruksi kebijakan publik dari pemerintah untuk menanggulangi masalah di perbatasan. ”Persoalan utama dari perbatasan adalah persoalan yang berkaitan dengan tapal batas NKRI,” jelas Sekretaris Fraksi PAN di MPR.

Dia menerangkan, Indonesia memiliki sekitar 17.000 pulau besar dan kecil, 60.000 pulau yang berpenghuni, dan 92 pulau di antaranya merupakan pulau terdepan. Di perbatasan, pembangunan jalan, kantor pemerintahan, dan infrastruktur lainnya sangat rendah. Begitu juga dengan perekonomian yang sangat rendah. ”Seperti di perbatasan Kalimantan dan Malaysia, di sana (Malaysia) terang benderang. Di sini gelap gulita,” terang Ali.

Kemudian, lanjutnya, jumlah aparat negara di perbatasan pun masih kurang. Begitu juga dengan keterbatasan akses informasi yang mana daerah perbatasan jauh dari pemberitaan media nasional, sehingga, tak banyak yang tahu bahwa persoalan di perbatasan tak semudah yang dibicarakan di pusat.

Selain itu, dia menilai pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah (pemda) belum terkoordinasi dengan baik sehingga muncul persoalan politik, pertahanan, dan perekonomian. Rendahnya kualitas produk lokal dibanding produk asing dengan harga yang lebih terjangkau membuat nasionalisme masyarakat perbatasan kian terdegradasi.

”Di sini, peran Mendagri, Bappenas, TNI, pemda diperkuat. Khususnya untuk meningkatkan dan menyinergikan pendidikan, ekonomi, dan infrastruktur di perbatasan,” tandasnya.

Sementara itu, Staf Khusus Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional (Kemeneg PPN/Bappenas) Sonny Harry Harmadi mengatakan terdapat lima provinsi yang punya batas darat dengan negara lain, dan 11 provinsi yang mempunyai batas laut dengan negara tetangga. ”Dalam Nawacita, di butir keenam ada butir tentang membangun Indonesia dari pinggiran. Membangun Indonesia ke tengah. Itu prioritas pembangunan nasional,” kata Sonny dalam kesempatan sama.

Sonny menjelaskan, karena kawasan perbatasan cenderung lebih miskin dibanding wilayah Indonesia lainnya, daerah perbatasan juga telah kehilangan kedaulatan ekonomi lantaran keterdesakan kebutuhan ekonomi. ”Tapal batas menjadi sangat penting, kalau bergeser maka SDA yang dikelola juga bergeser. Alasan keamanan, perbatasan juga jadi entry poin masalah kejahatan, human traficking , narkoba, dan persoalan lain,” jelasnya.

Sonny juga mengakui infrastruktur di daerah perbatasan juga sangat buruk. Oleh karena itu, dalam perencanaan tahun 2015-2019 Bappenas memiliki program PKSN (Pusat Kegiatan Strategis Nasional), yang mana di sana akan dibangun infrastruktur untuk pembangunan pusat-pusat ekonomi yang baik.

Kiswondari
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7165 seconds (0.1#10.140)