KY Didesak Jelaskan Seleksi Hakim
A
A
A
JAKARTA - Sejumlah kalangan mendesak Komisi Yudisial (KY) untuk menjelaskan keputusan tidak meloloskan seluruh calon hakim agung dari jalur nonkarier. Sebab calon dari nonkarier justru dinilai memiliki kualitas dan integritas yang lebih baik.
Pakar hukum tata negara Universitas Parahyangan Asep Warlan Yusuf menilai tidak ada yang salahatasputusanKY yanghanya meloloskan calon hakim agung dari jalur karier saja. Namun, menurutnya, diperlukan penjelasan yang transparan dan rasional di balik alasan tidak lolosnya seluruh calon hakim agung dari jalur nonkarier tersebut.
Setidaknya, menurut Asep, penjelasan ini bisa menjawab kekhawatiran maupun kegundahan masyarakat atas sikap KY yang tidak meloloskan seluruh calon hakim agung nonkarier tersebut. Sebab sejauh ini hakim agung nonkarier justru memiliki reputasi dan prestasi yang baik.
Prestasi ini ditunjukkan hakim agung nonkarier melalui putusan-putusannya yang memberikan pembaharuan pada khasanah hukum di Indonesia. ”Bukan berarti hakim agung karier tidak memiliki prestasi, tetapi fakta berbicara kalau hakim agung karier lebih fokus pada perihal teknis hukum,” tandas Asep di Jakarta kemarin.
Keberadaan hakim agung nonkarier, menurutnya, tetap diperlukan agar menjadi penyeimbang di Mahkamah Agung (MA) yang mayoritas sudah dipenuhi hakim karier. ”Tapi kita sesalkan apabila KY mendahulukan jalur karier karena ada deal tertentu dengan MA. Mudah-mudahan integritas dan kredibilitas KY tidak tergadaikan pada sesuatu yang pragmatis,” tandasnya.
Asep memandang gagalnya calon hakim agung dari jalur nonkarier karena KY lebih terfokus pada hal teknis pengadilan seperti hukum beracara. Padahal, sebagai akademisi hukum, calon hakim agung nonkarier sudah pasti tidak memiliki pengalaman beracara layaknya hakim karier. ”Ini juga yang menyebabkan banyak calon hakim agung nonkarier enggan mendaftarkan diri,” paparnya.
Anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengatakan, Komisi III akan menanyakan alasan tidak adanya calon hakim agung dari jalur nonkarier yang diloloskan KY. Sebab bisa jadi memang hasil seleksi menyatakan bahwa calon nonkarier tidak memenuhi standar yang ditetapkan KY.
Karena itu pihaknya tidak mau terburu-buru menilai bahwa KY tidak procalon nonkarier. ”Kalau memang tidak ada calon nonkarier sekaliber Artidjo atau Bagir Manan kan tidak bisa dipaksakan juga. Tapi yang lolos di KY belum tentu lewat juga di DPR. Ini yang akan kita tanyakan dulu,” ungkap Arsul saat dihubungi tadi malam.
Memang, lanjutnya, tidak adanya calon nonkarier yang dihasilkan KY tidak lepas dari sedikitnya calon yang mendaftar. Bukan hanya itu, terkadang calon nonkarier yang berasal dari akademisi hanya menguasai hukum materiil saja. Namun untuk penguasaan hukum formilnya lemah karena calon nonkarier ini bukan praktisi pengadilan.
Sementara itu, Wakil Ketua KY Imam Anshari Saleh menyatakan, saat melakukan tahapan seleksi calon hakim agung, KY tidak pernah memandang dari jalur karier maupun nonkarier. Siapa pun calon yang memiliki kualitas dan integritas yang baik, dia akan dinyatakan lolos dan diajukan ke DPR. Jika memang ada calon dari jalur nonkarier yang mencapai standar KY, pasti akan diloloskan.
Nurul adriyana
Pakar hukum tata negara Universitas Parahyangan Asep Warlan Yusuf menilai tidak ada yang salahatasputusanKY yanghanya meloloskan calon hakim agung dari jalur karier saja. Namun, menurutnya, diperlukan penjelasan yang transparan dan rasional di balik alasan tidak lolosnya seluruh calon hakim agung dari jalur nonkarier tersebut.
Setidaknya, menurut Asep, penjelasan ini bisa menjawab kekhawatiran maupun kegundahan masyarakat atas sikap KY yang tidak meloloskan seluruh calon hakim agung nonkarier tersebut. Sebab sejauh ini hakim agung nonkarier justru memiliki reputasi dan prestasi yang baik.
Prestasi ini ditunjukkan hakim agung nonkarier melalui putusan-putusannya yang memberikan pembaharuan pada khasanah hukum di Indonesia. ”Bukan berarti hakim agung karier tidak memiliki prestasi, tetapi fakta berbicara kalau hakim agung karier lebih fokus pada perihal teknis hukum,” tandas Asep di Jakarta kemarin.
Keberadaan hakim agung nonkarier, menurutnya, tetap diperlukan agar menjadi penyeimbang di Mahkamah Agung (MA) yang mayoritas sudah dipenuhi hakim karier. ”Tapi kita sesalkan apabila KY mendahulukan jalur karier karena ada deal tertentu dengan MA. Mudah-mudahan integritas dan kredibilitas KY tidak tergadaikan pada sesuatu yang pragmatis,” tandasnya.
Asep memandang gagalnya calon hakim agung dari jalur nonkarier karena KY lebih terfokus pada hal teknis pengadilan seperti hukum beracara. Padahal, sebagai akademisi hukum, calon hakim agung nonkarier sudah pasti tidak memiliki pengalaman beracara layaknya hakim karier. ”Ini juga yang menyebabkan banyak calon hakim agung nonkarier enggan mendaftarkan diri,” paparnya.
Anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengatakan, Komisi III akan menanyakan alasan tidak adanya calon hakim agung dari jalur nonkarier yang diloloskan KY. Sebab bisa jadi memang hasil seleksi menyatakan bahwa calon nonkarier tidak memenuhi standar yang ditetapkan KY.
Karena itu pihaknya tidak mau terburu-buru menilai bahwa KY tidak procalon nonkarier. ”Kalau memang tidak ada calon nonkarier sekaliber Artidjo atau Bagir Manan kan tidak bisa dipaksakan juga. Tapi yang lolos di KY belum tentu lewat juga di DPR. Ini yang akan kita tanyakan dulu,” ungkap Arsul saat dihubungi tadi malam.
Memang, lanjutnya, tidak adanya calon nonkarier yang dihasilkan KY tidak lepas dari sedikitnya calon yang mendaftar. Bukan hanya itu, terkadang calon nonkarier yang berasal dari akademisi hanya menguasai hukum materiil saja. Namun untuk penguasaan hukum formilnya lemah karena calon nonkarier ini bukan praktisi pengadilan.
Sementara itu, Wakil Ketua KY Imam Anshari Saleh menyatakan, saat melakukan tahapan seleksi calon hakim agung, KY tidak pernah memandang dari jalur karier maupun nonkarier. Siapa pun calon yang memiliki kualitas dan integritas yang baik, dia akan dinyatakan lolos dan diajukan ke DPR. Jika memang ada calon dari jalur nonkarier yang mencapai standar KY, pasti akan diloloskan.
Nurul adriyana
(ftr)