Tak Representatif, Terminal Bekasi Butuh Revitalisasi
A
A
A
BEKASI - Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bekasi membutuhkan anggaran miliaran rupiah untuk penataan dan pembenahan Terminal Induk Bekasi di Jalan Ir H Juanda, Bekasi Timur.
Selain pembenahan, anggaran sebesar itu juga dibutuhkan untuk pembangunan subterminal baru di wilayah Kecamatan Jatiasih. Kepala Dishub Kota Bekasi Sopandi Budiman mengatakan, karena anggaran APBD 2015 sangat terbatas, pembenahan maupun pembangunan itu tidak bisa dilaksanakan. ”Jadi kami mengusulkan kepada pemerintah pusat agar diberi bantuan,” katanya kemarin.
Pihaknya sudah mengusulkan dana kepada Pemprov Jawa Barat dan Kementerian Perhubungan Rp 40 miliar. Menurutnya, revitalisasi dilakukan karena saat ini Terminal Induk Kota Bekasi menjadi pusat perlintasan berbagai angkutan umum sehingga sudah tidak lagi representatif. Setiap hari Terminal Bekasi disesaki 400 bus antar kota antar provinsi (AKAP), antar kota dalam provinsi (AKDP), dan ratusan angkot. ”Dibutuhkan penataan supaya terminal memberikan kenyamanan kepada penumpang,” ujarnya.
Kebutuhan anggaran untuk penataan Terminal Induk Kota Bekasi diperkirakan mencapai Rp20 miliar. Sedangkan Rp20 miliar lainnya diperuntukkan bagi pendirianTerminalJatiasih. Sopandi menjelaskan, pembangunan Terminal Jatiasih untuk mengendalikan angkutan umum yang kerap menunggu penumpang sembarangan di jalan raya.
Penataan dan pembangunan terminal tidak hanya dimaksudkan untuk mengatasi kemacetan lalu lintas. ”Kami sangat berharap pengajuan kami disetujui sehingga pembangunan bisa digulirkan pada tahun 2016,” tegasnya. Pantauan KORAN SINDO, kurang nyamannya terminal di Bekasi membuat banyak angkot enggan masuk ke dalam terminal.
Akibatnya, kemacetan lalu lintas tidak bisa terelakkan karena angkot maupun bus AKAP dan AKDP banyak yang ngetem sembarangan. Angkot lebih memilih menunggu calon penumpang di depan terminal atau Jalan Cut Mutia dan Jalan Juanda. Badan jalan di titik tersebut menyempit dan kemacetan terjadi mulai pagi hingga malam hari.
Peringatan personel Dishub Kota Bekasi di lapangan tidak pernah diindahkan. Sopandi menambahkan, akibat angkot enggan masuk ke dalam terminal, pendapatan asli daerah dari retribusi sulit tercapai. Petugas tidak dapat menarik retribusi karena minimnya angkot yang masuk ke terminal. Berdasarkan catatan Dishub Kota Bekasi, target PAD dari terminal tahun lalu sebesar Rp2,6 miliar, namun hanya tercapai sekitar 40% atau Rp1,2 miliar.
Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Bekasi Hotman Pane mengatakan, terminal tipe A seharusnya memiliki luas minimal lima hektare. Adapun terminal Bekasi saat ini hanya mencapai 1,5 hektare. ”Terminal hanya bisa menampung bus, sementara angkot tidak muat,” tuturnya.
Hotman menegaskan, seharusnya Terminal Bekasi bisa melayani semua angkutan kota dan luar kota. Lebih baik terminal angkot dan bus harus terpisah. ”Kami ingin pemindahan terminal induk ke daerah Jatiasih dilakukan secepatnya,” jelasnya.
Abdullah m surjaya
Selain pembenahan, anggaran sebesar itu juga dibutuhkan untuk pembangunan subterminal baru di wilayah Kecamatan Jatiasih. Kepala Dishub Kota Bekasi Sopandi Budiman mengatakan, karena anggaran APBD 2015 sangat terbatas, pembenahan maupun pembangunan itu tidak bisa dilaksanakan. ”Jadi kami mengusulkan kepada pemerintah pusat agar diberi bantuan,” katanya kemarin.
Pihaknya sudah mengusulkan dana kepada Pemprov Jawa Barat dan Kementerian Perhubungan Rp 40 miliar. Menurutnya, revitalisasi dilakukan karena saat ini Terminal Induk Kota Bekasi menjadi pusat perlintasan berbagai angkutan umum sehingga sudah tidak lagi representatif. Setiap hari Terminal Bekasi disesaki 400 bus antar kota antar provinsi (AKAP), antar kota dalam provinsi (AKDP), dan ratusan angkot. ”Dibutuhkan penataan supaya terminal memberikan kenyamanan kepada penumpang,” ujarnya.
Kebutuhan anggaran untuk penataan Terminal Induk Kota Bekasi diperkirakan mencapai Rp20 miliar. Sedangkan Rp20 miliar lainnya diperuntukkan bagi pendirianTerminalJatiasih. Sopandi menjelaskan, pembangunan Terminal Jatiasih untuk mengendalikan angkutan umum yang kerap menunggu penumpang sembarangan di jalan raya.
Penataan dan pembangunan terminal tidak hanya dimaksudkan untuk mengatasi kemacetan lalu lintas. ”Kami sangat berharap pengajuan kami disetujui sehingga pembangunan bisa digulirkan pada tahun 2016,” tegasnya. Pantauan KORAN SINDO, kurang nyamannya terminal di Bekasi membuat banyak angkot enggan masuk ke dalam terminal.
Akibatnya, kemacetan lalu lintas tidak bisa terelakkan karena angkot maupun bus AKAP dan AKDP banyak yang ngetem sembarangan. Angkot lebih memilih menunggu calon penumpang di depan terminal atau Jalan Cut Mutia dan Jalan Juanda. Badan jalan di titik tersebut menyempit dan kemacetan terjadi mulai pagi hingga malam hari.
Peringatan personel Dishub Kota Bekasi di lapangan tidak pernah diindahkan. Sopandi menambahkan, akibat angkot enggan masuk ke dalam terminal, pendapatan asli daerah dari retribusi sulit tercapai. Petugas tidak dapat menarik retribusi karena minimnya angkot yang masuk ke terminal. Berdasarkan catatan Dishub Kota Bekasi, target PAD dari terminal tahun lalu sebesar Rp2,6 miliar, namun hanya tercapai sekitar 40% atau Rp1,2 miliar.
Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Bekasi Hotman Pane mengatakan, terminal tipe A seharusnya memiliki luas minimal lima hektare. Adapun terminal Bekasi saat ini hanya mencapai 1,5 hektare. ”Terminal hanya bisa menampung bus, sementara angkot tidak muat,” tuturnya.
Hotman menegaskan, seharusnya Terminal Bekasi bisa melayani semua angkutan kota dan luar kota. Lebih baik terminal angkot dan bus harus terpisah. ”Kami ingin pemindahan terminal induk ke daerah Jatiasih dilakukan secepatnya,” jelasnya.
Abdullah m surjaya
(ftr)