UU Kebebasan Berekspresi di Indonesia Masih Karet

Sabtu, 06 Juni 2015 - 16:58 WIB
UU Kebebasan Berekspresi...
UU Kebebasan Berekspresi di Indonesia Masih Karet
A A A
JAKARTA - Sistem hukum di Indonesia yang mengatur kebebasan berekspresi masih paradoks. Di satu sisi kebebasan berekspresi itu dijamin tatanan demokrasi, namun di sisi lain masih mewarisi kebijakan represif.

Kebijakan represif ini, menurut Direktur Program Imparsial Al Araf rentan penyalahgunaan. Kebijakan represif bisa memberangus kebebasan berekspresi.

Dua sisi mata uang dalam hukum yang mengatur tentang kebebasan berekspresi di Indonesia ini, cenderung bersifat karet. Araf menyebutnya sebagai kegamangan. Kegamangan itu karena adanya deviasi atau penyalahgunaan kebebasan publik.

"Pertama, pencemaran nama baik. Itu selayaknya tidak diselesaikan pidana tapi perdata," ungkap Araf dalam seminar Permasalahan Situs Internet yang Bermuatan Radikalisme, Terorisme, dan Kebencian SARA, di Jakarta, Sabtu (6/6/2015).

Penyalahgunaan kedua mengenai penodaan agama. Dia menilai penyelesaian penodaan agama seharusnya diselesaikan dengan dialog-dialog keagamaan bukan dengan pidana.

"Terakhir, penebaran kebencian (hate speech). KUHAP ayat 156 dan 157 ayat (1) sifat pengaturannya bersifat karet dan abuse (penyalahgunaan). KUHAP ini justru mengancam kebebasan berekspresi dan berpendepat," tutur dia.

Atas dasar itu, aturan yang jelas perlu dibuat. Sehingga, masyarakat tidak dibuat bingung dan menimbulkan multitafsir.

"Pemerintah harus segera merevisi Undang-undang (UU) ITE, KUHAP, dan UU berserikat dan berpendapat. Diatur dengan baik dan benar," kata dia.

PILIHAN:

Shock Jadi Tersangka, Dahlan Iskan Sebar Curhatan

Tunda-tunda Reshuffle, Kabinet Jokowi Terancam Runtuh

Peluang Jokowi Pimpin PDIP Terancam Tertutup
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8618 seconds (0.1#10.140)