Gerakan Radikalisme Sasar Kalangan Masyarakat Menengah
A
A
A
JAKARTA - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) terus membendung dan melawan gerakan radikalisme. Namun, upaya ini perlu dukungan pemerintah dan berbagai organisasi kemasyarakatan lainnya.
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PBNU, Adnan Anwar mengatakan upaya ini penting dilakukan, karena kondisi bangsa Indonesia sekarang belum stabil.
"Mereka (gerakan radikalisme) sekarang membidik kalangan menengah seperti pegawai negeri, aparat TNI, Polri, bahkan petugas lembaga pemasyarakat pun ada yang terbawa paham radikalisme. Ini fakta yang tidak bisa dibantah sehingga harus ada gerakan nyata untuk melawan mereka," ujar Adnan dalam siaran persnya yang diterima Sindonews, Rabu (3/6/2015).
Menurutnya, mobilisasi propaganda di kalangan menengah sangat kuat, sehingga gerakan mereka semakin sulit dibendung, khususnya di media sosial. "Ada profesor, doktor, insinyur, bahkan jurnalis. Merekalah yang paling berbahaya. Kalau martir-martirnya mudah diatasi," ucapnya.
Maka itu dia berharap pemerintah segera membuat instrumen hukum pasti terkait gerakan radikalisme. Apalagi terhadap gerakan itu bertujuan meruntuhkan NKRI dengan mendirikan negara baru.
"Bayangkan saat ini ada organisasi yang jelas-jelas ingin mendirikan negara sendiri masih bisa bebas menggelar kegiatannya," jelasnya.
Sementara itu, mantan aktivis Jamaah Islamiyah (JI) Ustadz Abdurrahman Ayub berpendapat, cara yang digunakan rezim Orde Baru dalam memberantas paham radikalisme dan terorisme patut ditiru.
"Di zaman Orde Baru, pelaku terorisme seperti saya waktu itu, tidak bisa hidup dan tidur nyenyak di Indonesia," ucapnya.
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PBNU, Adnan Anwar mengatakan upaya ini penting dilakukan, karena kondisi bangsa Indonesia sekarang belum stabil.
"Mereka (gerakan radikalisme) sekarang membidik kalangan menengah seperti pegawai negeri, aparat TNI, Polri, bahkan petugas lembaga pemasyarakat pun ada yang terbawa paham radikalisme. Ini fakta yang tidak bisa dibantah sehingga harus ada gerakan nyata untuk melawan mereka," ujar Adnan dalam siaran persnya yang diterima Sindonews, Rabu (3/6/2015).
Menurutnya, mobilisasi propaganda di kalangan menengah sangat kuat, sehingga gerakan mereka semakin sulit dibendung, khususnya di media sosial. "Ada profesor, doktor, insinyur, bahkan jurnalis. Merekalah yang paling berbahaya. Kalau martir-martirnya mudah diatasi," ucapnya.
Maka itu dia berharap pemerintah segera membuat instrumen hukum pasti terkait gerakan radikalisme. Apalagi terhadap gerakan itu bertujuan meruntuhkan NKRI dengan mendirikan negara baru.
"Bayangkan saat ini ada organisasi yang jelas-jelas ingin mendirikan negara sendiri masih bisa bebas menggelar kegiatannya," jelasnya.
Sementara itu, mantan aktivis Jamaah Islamiyah (JI) Ustadz Abdurrahman Ayub berpendapat, cara yang digunakan rezim Orde Baru dalam memberantas paham radikalisme dan terorisme patut ditiru.
"Di zaman Orde Baru, pelaku terorisme seperti saya waktu itu, tidak bisa hidup dan tidur nyenyak di Indonesia," ucapnya.
(kur)