Parkir di Tanah Abang Sulit Ditertibkan

Rabu, 03 Juni 2015 - 12:20 WIB
Parkir di Tanah Abang...
Parkir di Tanah Abang Sulit Ditertibkan
A A A
JAKARTA - Banyak angkutan umum yang berhenti sembarangan dan parkir liar motor membuat kemacetan di kawasan Tanah Abang kian parah. Penertiban yang sering dilakukan pun tidak banyak membawa perubahan.

Senin (1/6), Wakil Wali Kota Arifin dan Kepala Sudin Perhubungan Jakarta Pusat Henri Peres Sitorus turun langsung ke kawasan Tanah Abang. Dengan berjalan kaki menggunakan pengeras suara, Henri mengatur lalu lintas. Sementara petugas lainnya melakukan cabut pentil 431 sepeda motor yang diparkir di trotoar dan bahu Jalan.

Masih seperti sebelumnya, pedagang pakaian di Jalan Jatibaru, tepatnya depan pintu masuk Stasiun Tanah Abang, memadati trotoar. Kondisi ini diperparah angkutan umum yang ngetem di depan pintu keluar stasiun. Otomatis lalu lintas di kawasan tersebut terhambat. Pos pemantauan yang ada di kawasan tersebut juga tidak begitu berfungsi. Sesekali terdengar suara petugas memerintahkan angkutan umum untuk jalan, namun angkutan umum tidak bisa bergerak karena macet.

Henri Peres Sitorus mengatakan, pihaknya sudah sering melakukan penertiban, namun parkir liar tetap saja ada. ”Setiap hari kita lakukan penertiban, namun sifatnya parsial,” katanya. Menurutnya, jika setiap hari dilakukan penertiban gabungan, tentu harus ada koordinasi antarinstansi. Selain itu juga butuh biaya. Untuk itu, selama ini hanya dilakukan penindakan secara parsial.

Penindakan cabut pentil tidak efektif. Terbukti setiap kali dilakukan penindakan, pengendara maupun juru parkir siap dengan pentil dan pompa angin portable. Artinya yang terjadi di lapangan adalah kucing-kucingan antara petugas dan pelanggar. Dia pun mengusulkan revisi Perda No 5/2014 tentang Transportasi. Setiap kendaraan roda dua yang parkir liar diangkut, kemudian pemilik wajib membayar Rp300.000.

Jika dalam sehari sepeda motor tidak diambil, berlaku denda progresif. ”Saya yakin jika motor diberlakukan seperti mobil, tidak akan ada lagi yang parkir sembarangan,” tuturnya. Henri menjelaskan, setiap hari ada sekitar 2.000 sepeda motor yang diparkir sembarangan di Tanah Abang. Jika tarif satu sepeda motor Rp5.000, akan terkumpul Rp10 juta per hari. Angka ini tentu menggiurkan bagi masyarakat. Karena itu, persoalan parkir liar tidak pernah selesai.

Terkait angkutan barang, Henri tidak bisa berkomentar banyak lantaran itu wewenang Satpol PP. ”Meskipun wewanang Satpol PP, hal tersebut berimbas pada lalu lintas,” ujarnya. Rosyid, pengendara yang ban sepeda motornya dikempesi, mengaku sengaja parkir di depan Blok A lantaran macet parah. Jika harus jalan kaki dengan jarak yang lumayan jauh, tentu akan menghabiskan tenaga.

”Saya sih simple ajaMas, biar sebelum belanja tidak kelelahan, makanya saya parkir di sini,” ucapnya. Menjelang Ramadan aktivitas di sekitar Pusat Grosir Tanah Abang menggeliat. Puluhan PKL kembali memenuhi sisi jalan dan trotoar hampir di seluruh jalan lingkar Tanah Abang, mulai dari Jalan KH Mas Mansyur sekitar Blok A dan Blok B, Jalan Fachrudin dan sepanjang Jalan Jatibaru hingga Jalan Jatibunder sekitar Blok G.

Lokasi paling padat PKL berada di Jalan Jatibaru, tepatnya di sekitar Stasiun Tanah Abang hingga kawasan ruko Jalan Jatibaru 4. Seluruh trotoar dan bahu jalan disulap menjadi etalase. Mereka yang memenuhi lokasi tersebut beralaskan terpal, bergerobak, sampai memasang tenda. Para PKL yang didominasi pedagang pakaian, sepatu, sandal, perlengkapan muslim, ataupun makanan itu terlihat tenang walau banyak pejalan kaki mengeluhkan keberadaan mereka.

umum yang ngetemsembarangan dan proses bongkar muat barang membuat pemandangan di Tanah Abang semakin ruwet. Ironisnya, tidak terlihat petugas Dishub DKI Jakarta yang menertibkan angkutan umum maupun Satpol PP yang menghalau para pedagang. Pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia Roy Valiant Salomo mengatakan, seharusnya Pemprov DKI Jakarta memiliki solusi jangka panjang dalam menangani kesemrawutan Tanah Abang, khususnya menjelangLebaran. Apalagisemrawutan terjadi setiap tahun.

”Kita merasa konyol, sudah puluhan tahun Lebaran, tetapi tidak memiliki solusi jangka panjang. Kalau penertiban itu, pendekatannya penegakan hukum. Kalau tidak ada solusi lain, percuma saja ditegakkan. Mereka akan pindah dengan mencari tempat lain,” ungkapnya. Berdasarkan pengamatannya, di kawasan Tanah Abang masih terdapat permukiman kumuh. Seharusnya Pemprov DKI Jakarta dapat memanfaatkannya sebagai solusi jangka panjang.

Entah itu dengan mengubah permukiman menjadi rumah susun lengkap dengan fasilitasnya maupun dijadikan lokasi perdagangan musiman. Dengan begitu, sebuah kebijakan yang berkaitan dengan kebijakan lainnya dapat bersinergi dan mampu meningkatkan perekonomian masyarakat. ”Sekitar Tanah Abang masih banyak tempat kumuh, bebaskan dan gunakan untuk kepentingan ekonomi. Baru ada kebijakan transportasi yang baik,” katanya.

Ridwansyah/ bima setiyadi
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.1138 seconds (0.1#10.140)