Seleksi Hakim Masih Membutuhkan Peran KY
A
A
A
JAKARTA - Keterlibatan Komisi Yudisial (KY) dalam seleksi pengangkatan hakim memang bukanlah jaminan akan menghasilkan hakim yang baik. Namun, dengan adanya KY maka akan melengkapi peran yang selama ini tidak dilakukan Mahkamah Agung (MA).
Dosen Fakultas Hukum Bina Nusantara (Binus) Shidarta mengatakan, peran itu adalah menelusuri track record (rekam jejak) baikituprestasidanperilakuyang dimiliki calon hakim. Pasalnya, selama ini MA terkesan mengabaikan besarnya manfaat penelusuran rekam jejak. ”MA hanya melihat teknis yudisialnya dan KY berperan melihat track record hakim.
MA hanya melihat dia (calon hakim) sudah ikut diklat atau belum. Jadi sangat formalitas. Harus ada lembaga yang penilaiannya lebih kaya dari ini,” ungkap Shidarta di Jakarta kemarin. Menurut dia, fungsi KY sebagai lembaga pengawas dan penjaga harkat martabat serta kehormatan hakim perlu diperkuat. Ini diperlukan agar KY tidak dianggap sebagai lembaga subordinasi dari MA, sehingga anggapan KY tidak akan ada tanpa MA pun tidak akan terjadi.
”Kalau KY tidak diberdayakan maka akan jadi lembaga yang mandul,” paparnya. Pengamat hukum Universitas Gadjah Mada Zainal Mochtar mengatakan, adanya KY bersama MA dalam seleksi pengangkatan hakim justru bisa meningkatkan integritas. Bagaimanapun, adanya dualembagayang terlibat akan menciptakan kondisi saling mengawasi satu sama lain sehingga dapat tercipta fungsi saling mengawasi.
Hal ini akan memperkecil potensi kecurangan yang sering kali menghantui proses seleksi pengangkatan hakim. Kondisi ini pun diharapkan menghasilkan hakim yang independen dengan integritas tinggi. Karena itu, ujarnya, adanya anggapan KY mengganggu independensi hakim adalah tidak benar.
”Konsep dua mata lebih baik dari satu mata. Paling tidak mereka akan saling kontrol, jadi akan ada check and balances ,” ujarnya. Jika ini dikaitkan dengan uji materi yang diajukan Ikahi, Mahkamah Konstitusi (MK) diharapkan tetap mempertimbangkan logika jika kewenangan KY ada karena atas dasar legal policy.
Apalagi, dalam UUD 1945 disebutkan jika KY memiliki fungsi mengawasi dan menjaga harkat serta martabat hakim, sehingga kalau memang masih ada yang perlu diatur maka pembuat undang-undang bisa mengatur itu.
Nurul adriyana
Dosen Fakultas Hukum Bina Nusantara (Binus) Shidarta mengatakan, peran itu adalah menelusuri track record (rekam jejak) baikituprestasidanperilakuyang dimiliki calon hakim. Pasalnya, selama ini MA terkesan mengabaikan besarnya manfaat penelusuran rekam jejak. ”MA hanya melihat teknis yudisialnya dan KY berperan melihat track record hakim.
MA hanya melihat dia (calon hakim) sudah ikut diklat atau belum. Jadi sangat formalitas. Harus ada lembaga yang penilaiannya lebih kaya dari ini,” ungkap Shidarta di Jakarta kemarin. Menurut dia, fungsi KY sebagai lembaga pengawas dan penjaga harkat martabat serta kehormatan hakim perlu diperkuat. Ini diperlukan agar KY tidak dianggap sebagai lembaga subordinasi dari MA, sehingga anggapan KY tidak akan ada tanpa MA pun tidak akan terjadi.
”Kalau KY tidak diberdayakan maka akan jadi lembaga yang mandul,” paparnya. Pengamat hukum Universitas Gadjah Mada Zainal Mochtar mengatakan, adanya KY bersama MA dalam seleksi pengangkatan hakim justru bisa meningkatkan integritas. Bagaimanapun, adanya dualembagayang terlibat akan menciptakan kondisi saling mengawasi satu sama lain sehingga dapat tercipta fungsi saling mengawasi.
Hal ini akan memperkecil potensi kecurangan yang sering kali menghantui proses seleksi pengangkatan hakim. Kondisi ini pun diharapkan menghasilkan hakim yang independen dengan integritas tinggi. Karena itu, ujarnya, adanya anggapan KY mengganggu independensi hakim adalah tidak benar.
”Konsep dua mata lebih baik dari satu mata. Paling tidak mereka akan saling kontrol, jadi akan ada check and balances ,” ujarnya. Jika ini dikaitkan dengan uji materi yang diajukan Ikahi, Mahkamah Konstitusi (MK) diharapkan tetap mempertimbangkan logika jika kewenangan KY ada karena atas dasar legal policy.
Apalagi, dalam UUD 1945 disebutkan jika KY memiliki fungsi mengawasi dan menjaga harkat serta martabat hakim, sehingga kalau memang masih ada yang perlu diatur maka pembuat undang-undang bisa mengatur itu.
Nurul adriyana
(bbg)