Mendagri Jamin Ketersediaan Dana
A
A
A
JAKARTA - Kekhawatiran Komisi Pemilihan Umum (KPU) atas ketersediaan dana direspons pemerintah. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menjamin adanya dana untuk penyelenggaraan pilkada serentak yang mencapai Rp7 triliun.
Menurut Tjahjo, pihaknya terus melakukan monitoring terhadap daerah-daerah yang belum menandatangani Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD). Dia pun meyakinkan KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bahwa daerahdaerah tersebut dalam waktu dekat ini akan menyelesaikan persoalan anggaran untuk pelaksanaan pilkada serentak yang berlangsung Desember 2015 mendatang.
”Kalau tidak salah dari kemarin sore masih ada 2-3 daerah yang terus Kemendagri monitor dan terus kami pertanyakan soal itu (NPHD). Tim Kemendagri juga sudah berkoordinasi, rapat bersama dengan tim KPU dan Bawaslu,” kata Tjahjo kepada KORAN SINDO kemarin.
Menurut Tjahjo, dari hasil monitoring juga sebenarnya tidak ada persoalan terkait dengan anggaran karena sebenarnya tiap daerah ada anggarannya. Kalaupun ada daerah yang belum tanda tangan, kata dia, hal itu lebih karena kehati-hatian atas adanya perbedaan asumsi harga antara pemerintah daerah dengan KPU.
”Tapi pada prinsipnya seluruh provinsi, kabupaten/kota yang ikut pilkada serentak tahun 2015 anggarannya sudah cukup dan tercukupi,” ucapnya. Tjahjo juga menegaskan, sesuai dengan amanat UU, memang tidak ada pilihan bagi daerah untuk tidak mau mengeluarkan anggaran pilkada serentak. Jika tidak, sesuai dengan UU, sudah ada sanksi yang bisa diterapkan.
Terhadap kekhawatiran pengalokasian anggaran tersebut bakal terjadi kerawanan, Tjahjo mengungkapkan bahwa Kemendagri sudah mengeluarkan payung hukum. ”Kemendagri juga sudah mengeluarkan surat edaran dan radiogram agar daerah tepat waktu menganggarkannya walau ada yang bertahap sifatnya. Itu penting agar tidak mengganggu tahapan-tahapan pilkada yang diatur KPU,” jelasnya.
Jadi, lanjut Tjahjo, dari sisi anggaran hingga saat ini pihaknya meyakini tidak ada permasalahan sehingga pilkada serentak tetap bisa dilaksanakan sesuai dengan jadwal dan tahapan- tahapan yang telah ditetapkan. Kalaupun ada catatan kritis, lanjut dia, hal itu justru terkait dengan besarnya alokasi anggaran pilkada serentak yang memang membengkak mencapai Rp7 triliun.
”Ini artinya belum efisien, 30% lebih besar dari anggaran pilkada 5 tahun sebelumnya. Ternyata ada pembengkakan, sebab tiap daerah memiliki kondisi geografis berbeda,” ungkapnya. Sebelumnya, KPU dalam surat edarannya menyatakan, untuk daerah-daerah yang belum menandatangani NPHD hingga 3 Juni, pihaknya akan menunda pelaksanaan pilkada serentak di daerah tersebut.
Surat Edaran KPU Nomor 259/KPU/V/2015 menyebutkan, ”Apabila sampai batas waktu tanggal 3 Juni 2015 belum dilakukan penandatanganan NPHD pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati serta wali kota dan wakil wali kota, KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota akan menunda pelaksanaan pilkada.
”Surat edaran tersebut tertanggal 27 Mei 2015 ditandatangani oleh Ketua KPU Husni Kamil Manik dan ditujukan kepada Ketua KPU di daerah baik provinsi maupun kabupaten dan kota. Komisioner KPU, Arief Budiman menjelaskan dua daerah yang belum tandatangan NPHD adalah Pesisir Barat, Lampung dan Sumba Barat Nusa Tenggara Timur (NTT).
Keduanya mengonfirmasi siap untuk menyelesaikan persoalan ini sebelum waktu yang ditentukan. ”Keduanya sudah ada komitmen sebelum 3 Juni selesai. Jadi prinsip sudah selesai,” kata Arief. Menurutnya, dalam pencairan nanti memang tidak semua pengajuan anggaran bisa disetujui. Hal tersebut sudah dipahami asalkan tidak mengganggu tahapan.
”Kita mengajukan sekian, lalu dikoreksi, memang terjadi perdebatan. Tapi begitu NPHD ditandatangani, artinya kedua belah pihak sudah sepakat bahwa ini jumlah yang bisa dipenuhi,” ujarnya. Arief pun bersyukur atas adanya kepastian dari Kemendagri melalui pertemuan tersebut. Artinya kekhawatiran pencairan sudah diatasi. ”Masalah yang muncul di daerah adalah ketika NPHD ditandatangani, namun anggaran tidak cair,” tegas dia.
Kepatuhan Pajak Daerah
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama KPU melakukan koordinasi untuk menyisipkan aturan kepatuhan pajak bagi para bakal calon kepala daerah yang akan diseleksi sebagai kandidat dalam pilkada. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, mereka yang ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah diharuskan memiliki surat keterangan fiskal (tax clearance).
”Ini merupakan bukti bahwa ia telah melakukan pemenuhan wajib pajak untuk masa dan tahun tertentu,” ujarnya saat ditemui di Kemenkeu akhir pekan lalu. Selain itu, melalui KPU mereka juga perlu menyampaikan strategi dan target penerimaan pajak di daerah masing-masing. Bahkan Bambang meminta nantinya persoalan pajak ini dapat menjadi salah satu bentuk kampanye mereka kepada masyarakat yang akan memilih.
”Hal ini dianjurkan karena tujuannya untuk menggerakkan kesadaran pajak di daerah,” lanjutnya. Menurut Bambang, jika para bakal calon tidak memiliki surat keterangan fiskal serta visi misi terhadap target penerimaan pajak yang jelas, mereka tidak bisa mencalonkan diri.
”Kita mulai dari atas, yaitu pemimpinnya, kalau tidak punya catatan pajak yang bersih, bagaimana bisa ia mendukung pendapatan pajak di pusat, berkoordinasi dengan kantor wilayah (kanwil) pajak, serta mengajak masyarakatnya patuh pada pajak,” jelas Bambang.
Ketua KPU Husni Kamil Manik menyatakan program ini merupakan langkah pertama dari penindaklanjutan penandatanganan nota kesepahaman antara instansinya dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pada pekan lalu di Istana. ”Ini sangat penting untuk semua bakal calon kepala dan wakil kepala daerah memasukkan rencana penerimaan pajak, kami akan dorong untuk bisa menjadi visi dan misi mereka saat kampanye maupun memimpin daerah,” terangnya.
Rahmat sahid/ rabia edra
Menurut Tjahjo, pihaknya terus melakukan monitoring terhadap daerah-daerah yang belum menandatangani Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD). Dia pun meyakinkan KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bahwa daerahdaerah tersebut dalam waktu dekat ini akan menyelesaikan persoalan anggaran untuk pelaksanaan pilkada serentak yang berlangsung Desember 2015 mendatang.
”Kalau tidak salah dari kemarin sore masih ada 2-3 daerah yang terus Kemendagri monitor dan terus kami pertanyakan soal itu (NPHD). Tim Kemendagri juga sudah berkoordinasi, rapat bersama dengan tim KPU dan Bawaslu,” kata Tjahjo kepada KORAN SINDO kemarin.
Menurut Tjahjo, dari hasil monitoring juga sebenarnya tidak ada persoalan terkait dengan anggaran karena sebenarnya tiap daerah ada anggarannya. Kalaupun ada daerah yang belum tanda tangan, kata dia, hal itu lebih karena kehati-hatian atas adanya perbedaan asumsi harga antara pemerintah daerah dengan KPU.
”Tapi pada prinsipnya seluruh provinsi, kabupaten/kota yang ikut pilkada serentak tahun 2015 anggarannya sudah cukup dan tercukupi,” ucapnya. Tjahjo juga menegaskan, sesuai dengan amanat UU, memang tidak ada pilihan bagi daerah untuk tidak mau mengeluarkan anggaran pilkada serentak. Jika tidak, sesuai dengan UU, sudah ada sanksi yang bisa diterapkan.
Terhadap kekhawatiran pengalokasian anggaran tersebut bakal terjadi kerawanan, Tjahjo mengungkapkan bahwa Kemendagri sudah mengeluarkan payung hukum. ”Kemendagri juga sudah mengeluarkan surat edaran dan radiogram agar daerah tepat waktu menganggarkannya walau ada yang bertahap sifatnya. Itu penting agar tidak mengganggu tahapan-tahapan pilkada yang diatur KPU,” jelasnya.
Jadi, lanjut Tjahjo, dari sisi anggaran hingga saat ini pihaknya meyakini tidak ada permasalahan sehingga pilkada serentak tetap bisa dilaksanakan sesuai dengan jadwal dan tahapan- tahapan yang telah ditetapkan. Kalaupun ada catatan kritis, lanjut dia, hal itu justru terkait dengan besarnya alokasi anggaran pilkada serentak yang memang membengkak mencapai Rp7 triliun.
”Ini artinya belum efisien, 30% lebih besar dari anggaran pilkada 5 tahun sebelumnya. Ternyata ada pembengkakan, sebab tiap daerah memiliki kondisi geografis berbeda,” ungkapnya. Sebelumnya, KPU dalam surat edarannya menyatakan, untuk daerah-daerah yang belum menandatangani NPHD hingga 3 Juni, pihaknya akan menunda pelaksanaan pilkada serentak di daerah tersebut.
Surat Edaran KPU Nomor 259/KPU/V/2015 menyebutkan, ”Apabila sampai batas waktu tanggal 3 Juni 2015 belum dilakukan penandatanganan NPHD pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati serta wali kota dan wakil wali kota, KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota akan menunda pelaksanaan pilkada.
”Surat edaran tersebut tertanggal 27 Mei 2015 ditandatangani oleh Ketua KPU Husni Kamil Manik dan ditujukan kepada Ketua KPU di daerah baik provinsi maupun kabupaten dan kota. Komisioner KPU, Arief Budiman menjelaskan dua daerah yang belum tandatangan NPHD adalah Pesisir Barat, Lampung dan Sumba Barat Nusa Tenggara Timur (NTT).
Keduanya mengonfirmasi siap untuk menyelesaikan persoalan ini sebelum waktu yang ditentukan. ”Keduanya sudah ada komitmen sebelum 3 Juni selesai. Jadi prinsip sudah selesai,” kata Arief. Menurutnya, dalam pencairan nanti memang tidak semua pengajuan anggaran bisa disetujui. Hal tersebut sudah dipahami asalkan tidak mengganggu tahapan.
”Kita mengajukan sekian, lalu dikoreksi, memang terjadi perdebatan. Tapi begitu NPHD ditandatangani, artinya kedua belah pihak sudah sepakat bahwa ini jumlah yang bisa dipenuhi,” ujarnya. Arief pun bersyukur atas adanya kepastian dari Kemendagri melalui pertemuan tersebut. Artinya kekhawatiran pencairan sudah diatasi. ”Masalah yang muncul di daerah adalah ketika NPHD ditandatangani, namun anggaran tidak cair,” tegas dia.
Kepatuhan Pajak Daerah
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama KPU melakukan koordinasi untuk menyisipkan aturan kepatuhan pajak bagi para bakal calon kepala daerah yang akan diseleksi sebagai kandidat dalam pilkada. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, mereka yang ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah diharuskan memiliki surat keterangan fiskal (tax clearance).
”Ini merupakan bukti bahwa ia telah melakukan pemenuhan wajib pajak untuk masa dan tahun tertentu,” ujarnya saat ditemui di Kemenkeu akhir pekan lalu. Selain itu, melalui KPU mereka juga perlu menyampaikan strategi dan target penerimaan pajak di daerah masing-masing. Bahkan Bambang meminta nantinya persoalan pajak ini dapat menjadi salah satu bentuk kampanye mereka kepada masyarakat yang akan memilih.
”Hal ini dianjurkan karena tujuannya untuk menggerakkan kesadaran pajak di daerah,” lanjutnya. Menurut Bambang, jika para bakal calon tidak memiliki surat keterangan fiskal serta visi misi terhadap target penerimaan pajak yang jelas, mereka tidak bisa mencalonkan diri.
”Kita mulai dari atas, yaitu pemimpinnya, kalau tidak punya catatan pajak yang bersih, bagaimana bisa ia mendukung pendapatan pajak di pusat, berkoordinasi dengan kantor wilayah (kanwil) pajak, serta mengajak masyarakatnya patuh pada pajak,” jelas Bambang.
Ketua KPU Husni Kamil Manik menyatakan program ini merupakan langkah pertama dari penindaklanjutan penandatanganan nota kesepahaman antara instansinya dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pada pekan lalu di Istana. ”Ini sangat penting untuk semua bakal calon kepala dan wakil kepala daerah memasukkan rencana penerimaan pajak, kami akan dorong untuk bisa menjadi visi dan misi mereka saat kampanye maupun memimpin daerah,” terangnya.
Rahmat sahid/ rabia edra
(bbg)