Konflik Pilkada Serentak Hanya Kegelisahan Akademik
A
A
A
JAKARTA - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Husni Kamil Manik menilai, dugaan adanya potensi konflik dalam Pilkada yang diselenggarakan pasca reformasi tidaklah semuanya benar. Apalagi jika Pilkada dilakukan secara serentak.
"Di Indonesia pemilu pasca reformasi selalu diprediksi bakal ribut, ternyata nggak. Potensinya kecil, kegelisahan itu hanya kegelisahan akademik," kata Husni saat diskusi bertema 'Menghitung Problematika Pilkada Serentak' di Gado-gado Boplo, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (30/5/2015).
Menurut Husni, potensi konflik bisa terjadi di mana saja. Dia mengatakan pematiknya bukan saja dalam agenda politik seperti Pilkada, melainkan terjadi dalam hal apa saja. Karenanya, kata Husni, yang terpenting buat KPU sebagai penyelenggara Pilkada adalah dengan tidak menjadi sumber konflik.
"Karena selama ini dianggap penyelenggara tidak tegak, masih ikut bermain, penyelenggaran nggak boleh ikut bermain, apalagi memberikan assist untuk terciptanya gol," pungkasnya.
Potensi adanya konflik dalam Pilkada diungkap oleh pengamat politi Universitas Hasanudin (Unhas) Makassar, Adi Suryadi Culla. Menurutnya, potensi konflik masih mengancam proses pelaksanaan Pilkada serentak yang bakal digelar pada 9 Desember 2015 mendatang. Jika potensi konflik tak dilokalisir sedini mungkin, maka akan mengancam keberlangsungan pesta demokrasi tersebut.
Potensi konflik selain bisa datang dari pendukung calon kepala daerah, juga melalui aturan baru dalam Pilkada. Adi menyebutkan, mekanisme satu putaran bisa memicu timbulnya konflik.
Baca:
Potensi Konflik di Pilkada Serentak Sangat Tinggi
Tak Akomodasi Parpol di Pilkada Picu Konflik Sosial
Ketidakpastian Pilkada Serentak 2015
"Di Indonesia pemilu pasca reformasi selalu diprediksi bakal ribut, ternyata nggak. Potensinya kecil, kegelisahan itu hanya kegelisahan akademik," kata Husni saat diskusi bertema 'Menghitung Problematika Pilkada Serentak' di Gado-gado Boplo, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (30/5/2015).
Menurut Husni, potensi konflik bisa terjadi di mana saja. Dia mengatakan pematiknya bukan saja dalam agenda politik seperti Pilkada, melainkan terjadi dalam hal apa saja. Karenanya, kata Husni, yang terpenting buat KPU sebagai penyelenggara Pilkada adalah dengan tidak menjadi sumber konflik.
"Karena selama ini dianggap penyelenggara tidak tegak, masih ikut bermain, penyelenggaran nggak boleh ikut bermain, apalagi memberikan assist untuk terciptanya gol," pungkasnya.
Potensi adanya konflik dalam Pilkada diungkap oleh pengamat politi Universitas Hasanudin (Unhas) Makassar, Adi Suryadi Culla. Menurutnya, potensi konflik masih mengancam proses pelaksanaan Pilkada serentak yang bakal digelar pada 9 Desember 2015 mendatang. Jika potensi konflik tak dilokalisir sedini mungkin, maka akan mengancam keberlangsungan pesta demokrasi tersebut.
Potensi konflik selain bisa datang dari pendukung calon kepala daerah, juga melalui aturan baru dalam Pilkada. Adi menyebutkan, mekanisme satu putaran bisa memicu timbulnya konflik.
Baca:
Potensi Konflik di Pilkada Serentak Sangat Tinggi
Tak Akomodasi Parpol di Pilkada Picu Konflik Sosial
Ketidakpastian Pilkada Serentak 2015
(hyk)