Habiskan Rp10 Triliun per Tahun untuk Investasi Pendidikan Anak

Rabu, 27 Mei 2015 - 09:25 WIB
Habiskan Rp10 Triliun per Tahun untuk Investasi Pendidikan Anak
Habiskan Rp10 Triliun per Tahun untuk Investasi Pendidikan Anak
A A A
Pada Minggu pagi di ruangan sekolah dan tempat bimbingan belajar di Singapura masih ramai oleh beberapa siswa yang serius memecahkan soal matematika.

Namun, ada yang berbeda dari sekolah pada umumnya karena para siswa tersebut bukanlah anak-anak seperti sekolah biasa. Mereka adalah kalangan orang tua, kebanyakan para ibu yang ingin memahami pelajaran anakanak mereka di sekolah. Selama ini tidak sedikit orang tua di Singapura yang merasa kesulitan untuk membantu anak-anak mereka ketika menerima pekerjaan rumah (PR) dari sekolah.

Apalagi ketika sudah mendekati ujian nasional. Karena itu, beberapa orang tua memilih kembali ke sekolah, menghadiri lokakarya dan mengikuti bimbingan belajar yang ditawarkan sejumlah sekolah dan berbagai pusat pendidikan swasta untuk orang tua. Nur Hidayah Ismail, salah seorang guru yang memberikan pelatihan bagi para orang tua siswa, mengatakan, sesi pendidikan untuk orang tua ini bukan berarti para orang tua yang ikut pelatihan tersebut tidak memiliki pemahaman yang cukup dalam bidang matematika atau bahasa Inggris.

”Tapi pelatihan ini dimaksudkan untuk memahami apa yang dilakukan siswa di sekolah dan bagaimana memecahkan masalah yang rumit dengan menggunakan metode terkini,” tutur guru pembimbing dari lembaga pendidikan Genius Young Minds Tutorial Centre itu kepada BBC. ”Sebagai guru di sekolah negeri, banyak orang tua yang meminta saya untuk membantu melatih mereka. Saya melihat ini mendesak karena mereka tidak tahu bagaimana melatih anak mereka di rumah,” tambahnya.

Genius Young Minds Tutorial Centre salah satu dari banyak lembaga pendidikan swasta di Singapura yang memberikan pelatihan untuk orang tua dan anak-anak mereka di luar jam sekolah formal. Orang tua mendapatkan empat bimbingan sehari penuh dengan biaya SGD500 (sekitar Rp5 juta), mencakup empat kegiatan perkemahan untuk anak-anak mereka agar semakin mematangkan pelajaran matematika.

Program belajar bagi orang tua dibagi menjadi beberapa kelompok sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan mereka di bidang matematika. Gaya mengajar para guru juga disesuaikan dengan gaya masa kini yang tentu berbeda dengan cara belajar para orang tua pada zamannya. Sebagai negara kecil berpenghuni 5,5 juta orang dengan perekonomian sangat maju, di Singapura pendidikan dipandang sangat penting untuk mencapai keberhasilan.

Bahkan, baru-baru ini Singapura menjadi peringkat pertama di dunia untuk matematika dan ilmu pengetahuan dalam tes yang dilakukan Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD). Keunggulan akademik seperti itu merupakan sebuah kebanggaan yang diimpikan seluruh keluarga di Singapura. Hingga akhirnya timbul kecemasan pada diri kebanyakan orang tua di Singapura.

Banyak dari mereka yang merasa perlu untuk mulai berinvestasi di bidang pendidikan untuk anak-anak mereka. Sebuah survei pemerintah menunjukkan beberapa keluarga di Singapura bahkan menghabiskan SGD1,1 miliar (Rp10 triliun) setahun untuk biaya pendidikan anak-anak mereka. Jumlah tersebut hampir dua kali lipat dari jumlah satu dekade lalu. Banyak orang tua berduyun- duyun mengikuti bimbingan belajar ke sekolahsekolah negeri.

Di pusat pendidikan swasta lebih banyak lagi, meski biayanya lebih tinggi. Pasalnya, lembaga pendidikan swasta menawarkan lebih banyak layanan yang sesuai dengan kemampuan pemahaman orang tua. Dengan mengikuti bimbingan pendidikan tambahan, orang tua di Singapura bisa sangat kompetitif dan menetapkan harapan yang sangat tinggi bagi anak-anak mereka.

Anita Saleh, salah satu yang mengikuti pendidikan untuk orang tua, mengatakan, pelajaran di sekolah jauh lebih sulit dari apa yang dia pikirkan. Karena itu, kini dia lebih bisa mengapresiasi setiap perjuangan yang dilakukan putrinya daripada hanya memberikan tekanan setiap ujian sekolah. ”Ini di luar dugaan saya. Ini benar-benar sulit karena saya sudah meninggalkan sekolah dasar bertahun-tahun lalu, dan sekarang putri saya sudah kelas VI. Dan ternyata saya tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diujikan,” ujar Anita.

Menurut putrinya, Adawiyah Shamsudin, sebelum orang tuanya ikut kelas bimbingan belajar, mereka selalu bertanya nilai-nilai pelajaran yang dia terima. ”Tapi sekarang mereka mengerti bahwa anak akan mengalami kesulitan, terutama ketika saya sudah mendapatkan nilai rendah,” tutur Adawiyah.

Ananda Nararya
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7200 seconds (0.1#10.140)