Lagi, Sindikat Penipu Asal China Dibekuk
A
A
A
JAKARTA - Polda Metro Jaya kembali membongkar jaringan penipuan via internet dan telepon yang dilakukan warga China dan Taiwan. Dalam tiga kali penggerebekan, polisi berhasil menangkap 91 warga China dan Taiwan.
Kemarin sebanyak 31 warga China dan Taiwan ditangkap di rumah Jalan Kemang Selatan 1D No 15A, Bangka, Mampang, Jakarta Selatan. Sebelumnya, Selasa (12/5), sebanyak 30 warga asal Taiwan dan China, empat di antaranya wanita, diringkus Unit Kejahatan dan Kekerasan (Jatanras) Ditreskrimum Polda Metro Jaya dari sebuah ruko perlengkapan bayi dan anak, Jalan Elang Laut Boulevard Blok D12, Pantai Indah Kapuk (PIK), Penjaringan, Jakarta Utara.
Pada Minggu (24/5), Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya kembali mengungkap 29 warga negara China yang diduga melakukan penipuan. Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Krishna Murti menuturkan, pengungkapan kasus di Mampang ini hasil pengembangan dari Pondok Indah. Di dalam rumah tersebut, polisi mendapati sejumlah peralatan untuk melakukan kejahatan.
”Pada dasarnya mereka melakukan kejahatan cyber terhadap warga negaranya sendiri di China,” katanya kemarin. Krishna mengatakan, kejahatan yang dilakukan sindikat ini sangat terorganisasi. Dia memperkirakan sindikat yang sudah satu tahun beroperasi di Indonesia ini sudah memperoleh omzet hingga miliaran rupiah dari aksi mereka. Dari hasil pemeriksaan sementara, para pelaku mengaku memilih Indonesia karena pengawasan minim serta operasional yang murah.
Pihaknya menduga masih banyak kelompok penipu lainnya yang bermain di Indonesia. ”Intinya mereka memilih di sini karena murah biaya operasionalnya,” sebutnya. Jaringan ini melakukan penipuan dengan menelepon korban yang ada di Taiwan dan China. Mereka menelepon dengan modusnya anak si korban dibekuk polisi, lalu mereka meminta korban untuk mengirimkan sejumlah uang via transfer.
Usai korban mentransfer uang, para pelaku langsung mendeteksi nomor kartu kredit milik korban. Dari itulah, mereka langsung meretas (membajak) kartu kredit korban. Ketika kartu kredit berhasil diretas, para pelaku langsung melakukan transaksi tanpa diketahui korban. Meskipun server berada di Jakarta, jaringan ini pun mendapatkan dukungan dari jaringan yang ada di China dan Taiwan.
Para pelaku sengaja membuat server di Jakarta agar tidak diketahui polisi di sana. Berdasarkan pengakuan para WNA tersebut, mereka sudah melakukan penipuan selama dua bulan. Mereka sudah tinggal di Jakarta selama setahun. Usai menggerebek rumah di Mampang, polisi berhasil menangkap seorang warga China lainnya yang diduga sebagai pimpinan dari jaringan penipuan ini.
Pria tersebut ditangkap di sebuah perkantoran di kawasan SCBD, Sudirman, Jakarta Selatan. ”Setelah ditangkap, tersangka dibawa ke Pondok Indah, Jakarta Selatan untuk pengembangan,” kata Kasubdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Herry Heryawan. Rumah di Mampang yang dijadikan lokasi penipuan telah ditempati sejak 2003. Yudhi Rohmani, ketua RT 04 RW 02, mengaku kaget setelah rumah tersebut digeledah polisi. Selama ini jarang terlihat aktivitas di rumah tersebut.
”Aktivitasnya sepi sekali seperti rumah kosong. Ini yang punya Pak Muchtar Bina, disewa sama orang asing sejak 2003 sewanya sekitar USD5.000,” sebutnya. Selama ini dia hanya melihat satu-dua sepeda motor yang keluar-masuk rumah mewah tersebut. Lampu di rumah ini juga hanya menyala pada malam hari. Pakar teknologi informasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Khairul Ummah mengatakan, Indonesia tidak memiliki lembaga yang melakukan pengawasan internet.
Tidak heran jika Indonesia dijadikan negara tujuan pelaku kejahatan menggunakan internet. Berbeda dengan China yang memiliki lembaga khusus pengawas internet. ”Kalau di China, mereka bisa diketahui karena bisa dilacak oleh lembaga pemantau. Di sana pemerintahnya melakukan sensor internet secara ketat. Mereka bahkan memantau penggunaan e-mail dan situs,” kata Khairul.
Selain unggul secara teknologi, Pemerintah China juga memiliki kemauan untuk melakukan pengawasan. Berbeda dengan Indonesia yang belum merujuk kearah itu.”Tiapnegara memiliki prioritas. Mungkin kita (Indonesia) belum ke arah sana (pemantauan penggunaan internet),” ungkapnya.
Selain itu, semua tindak kejahatan di Indonesia juga didasarkan atas delik aduan. Jika tidak ada aduan, itu tidak dijadikan masalah. ”Mungkin fokus kita belum ke arah sana. Kita masih perlahan, penyidik sedang ditingkatkan kemampuannya di bidang cyber crime ,” tandasnya.
Helmi syarif/ r ratna purnama
Kemarin sebanyak 31 warga China dan Taiwan ditangkap di rumah Jalan Kemang Selatan 1D No 15A, Bangka, Mampang, Jakarta Selatan. Sebelumnya, Selasa (12/5), sebanyak 30 warga asal Taiwan dan China, empat di antaranya wanita, diringkus Unit Kejahatan dan Kekerasan (Jatanras) Ditreskrimum Polda Metro Jaya dari sebuah ruko perlengkapan bayi dan anak, Jalan Elang Laut Boulevard Blok D12, Pantai Indah Kapuk (PIK), Penjaringan, Jakarta Utara.
Pada Minggu (24/5), Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya kembali mengungkap 29 warga negara China yang diduga melakukan penipuan. Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Krishna Murti menuturkan, pengungkapan kasus di Mampang ini hasil pengembangan dari Pondok Indah. Di dalam rumah tersebut, polisi mendapati sejumlah peralatan untuk melakukan kejahatan.
”Pada dasarnya mereka melakukan kejahatan cyber terhadap warga negaranya sendiri di China,” katanya kemarin. Krishna mengatakan, kejahatan yang dilakukan sindikat ini sangat terorganisasi. Dia memperkirakan sindikat yang sudah satu tahun beroperasi di Indonesia ini sudah memperoleh omzet hingga miliaran rupiah dari aksi mereka. Dari hasil pemeriksaan sementara, para pelaku mengaku memilih Indonesia karena pengawasan minim serta operasional yang murah.
Pihaknya menduga masih banyak kelompok penipu lainnya yang bermain di Indonesia. ”Intinya mereka memilih di sini karena murah biaya operasionalnya,” sebutnya. Jaringan ini melakukan penipuan dengan menelepon korban yang ada di Taiwan dan China. Mereka menelepon dengan modusnya anak si korban dibekuk polisi, lalu mereka meminta korban untuk mengirimkan sejumlah uang via transfer.
Usai korban mentransfer uang, para pelaku langsung mendeteksi nomor kartu kredit milik korban. Dari itulah, mereka langsung meretas (membajak) kartu kredit korban. Ketika kartu kredit berhasil diretas, para pelaku langsung melakukan transaksi tanpa diketahui korban. Meskipun server berada di Jakarta, jaringan ini pun mendapatkan dukungan dari jaringan yang ada di China dan Taiwan.
Para pelaku sengaja membuat server di Jakarta agar tidak diketahui polisi di sana. Berdasarkan pengakuan para WNA tersebut, mereka sudah melakukan penipuan selama dua bulan. Mereka sudah tinggal di Jakarta selama setahun. Usai menggerebek rumah di Mampang, polisi berhasil menangkap seorang warga China lainnya yang diduga sebagai pimpinan dari jaringan penipuan ini.
Pria tersebut ditangkap di sebuah perkantoran di kawasan SCBD, Sudirman, Jakarta Selatan. ”Setelah ditangkap, tersangka dibawa ke Pondok Indah, Jakarta Selatan untuk pengembangan,” kata Kasubdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Herry Heryawan. Rumah di Mampang yang dijadikan lokasi penipuan telah ditempati sejak 2003. Yudhi Rohmani, ketua RT 04 RW 02, mengaku kaget setelah rumah tersebut digeledah polisi. Selama ini jarang terlihat aktivitas di rumah tersebut.
”Aktivitasnya sepi sekali seperti rumah kosong. Ini yang punya Pak Muchtar Bina, disewa sama orang asing sejak 2003 sewanya sekitar USD5.000,” sebutnya. Selama ini dia hanya melihat satu-dua sepeda motor yang keluar-masuk rumah mewah tersebut. Lampu di rumah ini juga hanya menyala pada malam hari. Pakar teknologi informasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Khairul Ummah mengatakan, Indonesia tidak memiliki lembaga yang melakukan pengawasan internet.
Tidak heran jika Indonesia dijadikan negara tujuan pelaku kejahatan menggunakan internet. Berbeda dengan China yang memiliki lembaga khusus pengawas internet. ”Kalau di China, mereka bisa diketahui karena bisa dilacak oleh lembaga pemantau. Di sana pemerintahnya melakukan sensor internet secara ketat. Mereka bahkan memantau penggunaan e-mail dan situs,” kata Khairul.
Selain unggul secara teknologi, Pemerintah China juga memiliki kemauan untuk melakukan pengawasan. Berbeda dengan Indonesia yang belum merujuk kearah itu.”Tiapnegara memiliki prioritas. Mungkin kita (Indonesia) belum ke arah sana (pemantauan penggunaan internet),” ungkapnya.
Selain itu, semua tindak kejahatan di Indonesia juga didasarkan atas delik aduan. Jika tidak ada aduan, itu tidak dijadikan masalah. ”Mungkin fokus kita belum ke arah sana. Kita masih perlahan, penyidik sedang ditingkatkan kemampuannya di bidang cyber crime ,” tandasnya.
Helmi syarif/ r ratna purnama
(bbg)