KPU Beri Batas Waktu 3 Juni
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) memberi batas waktu kepada daerah yang akan menggelar pilkada untuk menyediakan anggaran paling lambat 3 Juni 2015.
Jika anggaran belum juga siap hingga batas itu, daerah tersebut dipastikan batal ikut pilkada serentak. ”Tanggal 3 Juni itu batas. Jika belum ada proses penyelesaian anggaran, termasuk urusan pencairan dan seterusnya, KPU provinsi dan kabupaten/kota akan menunda tahapan pilkada di daerah itu,” ujar Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah di Jakarta kemarin.
KPU mencatat masih banyak daerah yang terkendala anggaran akibat terhambatnya proses hibah dari pemerintah daerah ke KPUD. Berdasarkan data KPU, hingga kemarin masih terdapat 17 daerah dari 269 yang akan menggelar pilkada, tetapi belum menandatangani nota perjanjian hibah daerah (NPHD).
Ferry menegaskan, bagi daerahyangtidakbisamenyelesaikan persoalan anggaran terpaksa akan diikutsertakan pada pilkada serentak selanjutnya pada 2017. ”Iya, itu dilakukan karena sudah tidak memungkinkan (untuk ditunggu),” ujarnya. Menurut Ferry, 3 Juni 2015 dijadikan sebagai batas akhir kesiapan anggaran karena pada saat itu Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah menyerahkan Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) kepada KPU.
Data tersebut perlu ditindaklanjuti panitia pemilihan kecamatan( PPK) dan panitia pemungutan suara (PPS) yang akan melakukan pemutakhiran data di lapangan. Dalam melaksanakan pemutakhiran data dan kegiatan lain, PPK dan PPS membutuhkan anggaran operasional.
Sebelum KPU mengeluarkan kebijakan tegas ini, menurut Ferry, pihaknya telah berkoordinasi dengan jajaran di bawahnya agar memastikan sekali lagi masalah anggaran ini kepada pemerintahdaerahmasingmasing. Pada tataran nasional, KPU akan berkoordinasi dengan Kemendagri dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Komisioner KPU lainnya, Hadar Nafis Gumay, mengatakan salah satu daerah yang terkendala anggaran pilkada adalah Kabupaten Sula di Maluku Utara. Bahkan daerah ini sudah menyatakan menyerah dan tidak akan berpartisipasi di pilkada serentak 2015 karena anggaran yang terbatas. ”Tapi sekalipun putusan mereka adalah menunda pilkadanya, kan ada hitungan waktu sampai 3 Juni.
Kalau memang penghitungan dananya masih bisa diubah dan ada komitmen kapan diturunkan sisanya, kita tetap berharap tidak ditunda pilkadanya,” ujar Hadar. Dia mengatakan, imbauan KPU soal batas waktu tersebut bersifat tidak memaksa. Apalagi kesiapan anggaran memang sudah keharusan dalam menyelenggarakan kegiatan kepemiluan. ”Kalau memang tidak ada nanti sampai 3 Juni, ya, tidak apa-apa teruskan saja (penundaan),” jelasnya.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo tetap meyakinkan KPU bahwa masalah anggaran tidak akan menghambat pelaksanaan pilkada. Secara umum, menurut dia, sudah tidak ada persoalan anggaran di semua daerah. Ke depan ini tinggal dilakukan pematangan hal-hal yang bersifat teknis untuk kesuksesan pilkada.
”Hasil monitoring dan pendampingan, pengecekan ke daerah, pada prinsipnya 269 daerah yang pilkada serentak anggarannya sudah cukup dan tercukupi,” kata Tjahjo kepada KORAN SINDO kemarin. Menurut Tjahjo, beberapa daerah memang belum menyelesaikan proses NPHD ke KPUD, tetapi bukan berarti terkendala.
Penundaan proses hibah tersebut lebih karena kehati-hatian pemerintah saja lantaran perlu dilakukan pencermatan dan pemeriksaan secara teliti sebelum menyetujui jumlah anggaran yang diajukan KPUD. ”Karena prinsipnya pilkada serentak kan pelaksanaannya harus lebih efektif dan efisien. Jadi wajar saja beberapa daerah ada yang menekankan prinsip kehati-hatian hingga belum ditandatanganinya NPHD,” jelasnya.
Karena sangat yakin anggaran pilkada tercukupi, Mendagri juga menilai usulan yang disampaikan anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Arif Wibowo agar Presiden Jokowi menerbitkan instruksi presiden (inpres) belum menjadi opsi. ”Terkait perlu atau tidaknya inpres pada prinsipnya akan kami konsultasikan terlebih dahulu dengan Menko Polhukam, Menkumham, dan Mensesneg serta Seskab, perlu atau tidak,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarul Zaman mengatakan, revisi UU Pilkada yang sudah diproses DPR akan mengatur standardisasi penganggaran pilkada. Rambe menjelaskan, munculnya ketidakpatuhan para kepala daerah dalam menganggarkan pilkada terjadi lantaran di UU Pilkada tidak ditegaskan soal standar dan sanksi yang akan diterapkan bagi kepala daerah yang mencoba bermain.
”Nanti kepala daerah tidak perlu berlebihan menganggarkan hanya karena dia maju kembali dan jangan sampai anggaran kurang lantaran masa jabatan dia sudah habis,’’ papar Rambe.
Dian ramdhani/ ramhat sahid
Jika anggaran belum juga siap hingga batas itu, daerah tersebut dipastikan batal ikut pilkada serentak. ”Tanggal 3 Juni itu batas. Jika belum ada proses penyelesaian anggaran, termasuk urusan pencairan dan seterusnya, KPU provinsi dan kabupaten/kota akan menunda tahapan pilkada di daerah itu,” ujar Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah di Jakarta kemarin.
KPU mencatat masih banyak daerah yang terkendala anggaran akibat terhambatnya proses hibah dari pemerintah daerah ke KPUD. Berdasarkan data KPU, hingga kemarin masih terdapat 17 daerah dari 269 yang akan menggelar pilkada, tetapi belum menandatangani nota perjanjian hibah daerah (NPHD).
Ferry menegaskan, bagi daerahyangtidakbisamenyelesaikan persoalan anggaran terpaksa akan diikutsertakan pada pilkada serentak selanjutnya pada 2017. ”Iya, itu dilakukan karena sudah tidak memungkinkan (untuk ditunggu),” ujarnya. Menurut Ferry, 3 Juni 2015 dijadikan sebagai batas akhir kesiapan anggaran karena pada saat itu Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah menyerahkan Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) kepada KPU.
Data tersebut perlu ditindaklanjuti panitia pemilihan kecamatan( PPK) dan panitia pemungutan suara (PPS) yang akan melakukan pemutakhiran data di lapangan. Dalam melaksanakan pemutakhiran data dan kegiatan lain, PPK dan PPS membutuhkan anggaran operasional.
Sebelum KPU mengeluarkan kebijakan tegas ini, menurut Ferry, pihaknya telah berkoordinasi dengan jajaran di bawahnya agar memastikan sekali lagi masalah anggaran ini kepada pemerintahdaerahmasingmasing. Pada tataran nasional, KPU akan berkoordinasi dengan Kemendagri dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Komisioner KPU lainnya, Hadar Nafis Gumay, mengatakan salah satu daerah yang terkendala anggaran pilkada adalah Kabupaten Sula di Maluku Utara. Bahkan daerah ini sudah menyatakan menyerah dan tidak akan berpartisipasi di pilkada serentak 2015 karena anggaran yang terbatas. ”Tapi sekalipun putusan mereka adalah menunda pilkadanya, kan ada hitungan waktu sampai 3 Juni.
Kalau memang penghitungan dananya masih bisa diubah dan ada komitmen kapan diturunkan sisanya, kita tetap berharap tidak ditunda pilkadanya,” ujar Hadar. Dia mengatakan, imbauan KPU soal batas waktu tersebut bersifat tidak memaksa. Apalagi kesiapan anggaran memang sudah keharusan dalam menyelenggarakan kegiatan kepemiluan. ”Kalau memang tidak ada nanti sampai 3 Juni, ya, tidak apa-apa teruskan saja (penundaan),” jelasnya.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo tetap meyakinkan KPU bahwa masalah anggaran tidak akan menghambat pelaksanaan pilkada. Secara umum, menurut dia, sudah tidak ada persoalan anggaran di semua daerah. Ke depan ini tinggal dilakukan pematangan hal-hal yang bersifat teknis untuk kesuksesan pilkada.
”Hasil monitoring dan pendampingan, pengecekan ke daerah, pada prinsipnya 269 daerah yang pilkada serentak anggarannya sudah cukup dan tercukupi,” kata Tjahjo kepada KORAN SINDO kemarin. Menurut Tjahjo, beberapa daerah memang belum menyelesaikan proses NPHD ke KPUD, tetapi bukan berarti terkendala.
Penundaan proses hibah tersebut lebih karena kehati-hatian pemerintah saja lantaran perlu dilakukan pencermatan dan pemeriksaan secara teliti sebelum menyetujui jumlah anggaran yang diajukan KPUD. ”Karena prinsipnya pilkada serentak kan pelaksanaannya harus lebih efektif dan efisien. Jadi wajar saja beberapa daerah ada yang menekankan prinsip kehati-hatian hingga belum ditandatanganinya NPHD,” jelasnya.
Karena sangat yakin anggaran pilkada tercukupi, Mendagri juga menilai usulan yang disampaikan anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Arif Wibowo agar Presiden Jokowi menerbitkan instruksi presiden (inpres) belum menjadi opsi. ”Terkait perlu atau tidaknya inpres pada prinsipnya akan kami konsultasikan terlebih dahulu dengan Menko Polhukam, Menkumham, dan Mensesneg serta Seskab, perlu atau tidak,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarul Zaman mengatakan, revisi UU Pilkada yang sudah diproses DPR akan mengatur standardisasi penganggaran pilkada. Rambe menjelaskan, munculnya ketidakpatuhan para kepala daerah dalam menganggarkan pilkada terjadi lantaran di UU Pilkada tidak ditegaskan soal standar dan sanksi yang akan diterapkan bagi kepala daerah yang mencoba bermain.
”Nanti kepala daerah tidak perlu berlebihan menganggarkan hanya karena dia maju kembali dan jangan sampai anggaran kurang lantaran masa jabatan dia sudah habis,’’ papar Rambe.
Dian ramdhani/ ramhat sahid
(bbg)