Pemerintah Lamban Atasi Isu Beras Sintetis
A
A
A
MEDAN - Pemerintah dinilai lamban bersikap dalam mengatasi isu beras sintetis yang merebak sejak pekan lalu.
Kelambanan ini membuat isu tersebut semakin liar dan mengakibatkan kepanikan di tengah masyarakat. Di Medan, Sumatera Utara (Sumut), sejumlah warga resah karena menduga beras untuk bahan baku plastik itu sudah menyebar di wilayahnya. Keresahan ini merebak setelah seorang anak perempuan, Bunga Sinta, 10, dilarikan ke Rumah Sakit Umum (RSU) Sari Mutiara karena diduga mengonsumsi beras sintetis.
Beras tersebut dibeli dari pasar di kawasan Jalan Setia Budi Medan, Sunggal. Orang tua Bunga, Suryani, 37, mengatakan, anaknya mengeluhkan rasa sakit di bagian perutnya pada Jumat (22/5) malam. Dia menduga pemicunya karena mengonsumsi beras yang dibelinyapekanlalu. Dari pengamatannya, beras yang sempat diolah menjadi bubur itu terlihat meninggalkan lapisan kerak transparan bertekstur keras dan sulit dihancurkan. “Dari ciri-cirinya warga sekitar dan saya meyakini memang beras plastik,” tuturnya.
Pedagang nasi gurih di Jalan Setia Budi Medan, Eli, mengaku isu beras sintetis membuat penjualannya menurun. “Kalau persoalan ini terus-menerus, bisa saja semakin banyak orang malas beli makanan di luar,” katanya. Temuan dugaan beras sintetis sebelumnya telah menggegerkan warga di Bekasi, Gunungkidul, dan Papua.
Hingga kini pemerintah belum memastikan beras-beras temuan itu berbahan sintetis atau tidak. Dari hasil tes cepat, temuan di Bekasi diduga kuat adalah beras sintetis. Direktur Eksekutif Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK) Sumut Farid Wajdi mengatakan, sudah seharusnya pemerintah memiliki model dalam penyelesaian masalah supaya isu ini tidak semakin liar.
Jika hal ini tak segera direspons, yang timbul kemudian hanya kepanikan di tengah masyarakat. “Kita sering sekali menerima berbagai isu, tetapi sering kali menguap begitu saja tanpa ada penyelesaian konkret yang bisa membuat masyarakat percaya,” ujarnya.
Kondisi ini, menurutnya, berbeda dengan di negara lain yang justru lebih mudah menyelesaikannya sebelum timbul kepanikan di tengah masyarakat. Kondisi demikian diperburuk dengan lemahnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Dia mencontohkan, kendati wilayah Sumut sudah dinyatakan bebas dari beras sintetis, tetap saja muncul dugaan-dugaan beras yang dikonsumsi itu tidak asli.
“Jika sudah begini, pemerintah punya tugas tambahan, yaitu merekonstruksi kondisi psikologis masyarakat karena sudah menimbulkan trauma di tengah masyarakat,” paparnya. Anggota Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, pengawasan pemerintah selama ini memang lemah. Hal inilah yang membuat pemerintah kecolongan dengan adanya beras plastik. “Tidak saja beras plastik, beras oplosan pun luput, misalnya oplosan beras dengan komoditas lain,” ujar dia.
Tulus mengakui temuan dugaan beras sintetis secara psikologis melahirkan kekhawatiran masyarakat dalam mengonsumsi beras. “Publik berpikir jangan-jangan beras yang dimakan mengandung beras plastik. Ini menyangkut keamanan pangan,” papar Tulus.
Tugas pemerintah menurut Tulus saat ini adalah mengembalikan kepercayaan masyarakat untuk mengonsumsi beras yang ada. Namun hal ini sebelumnya harus diawali dengan penangkapan pelaku yang mendistribusikan beras sintetis. “Harus dicari apakah ini memang murni mencari keuntungan ataukah ada maksud tertentu,” kata dia.
Tunggu Uji Laboratorium
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta semua kalangan bersabar dan menunggu keterangan resmi pemerintah menyusul adanya temuan dugaan beras sintetis di pasaran. Saat ini pemerintah juga masih menunggu hasil uji laboratorium untuk memastikan kandungan beras temuan itu. Penegasan Jokowi disampaikan kepada wartawan saat jalan sehat di acara Car Free Day (CFD) di Jalan Slamet Riyadi, Solo, Jawa Tengah, kemarin.
Penelitian kandungan beras plastik melibat perguruan tinggi dan lembaga umum. “Sedang diteliti tiga laboratorium, tunggu saja hasilnya,” ujar Jokowi. Presiden justru menyoroti berbagai pihak yang terusmenerus mendiskusikan keberadaan dugaan beras sintetis ini. Sebab hal itu dinilai tidak memberikan penyelesaian meski banyak yang telah bicara.
Pemerintah tengah mendalami kasus ini mengingat keberadaan dugaan beras sintetis di pasaran dinilai juga tidak logis. “Siapa yang membuat beras (sintetis) itu tidak logis karena harganya lebih mahal dibandingkan beras sesungguhnya,” sebut mantan Wali Kota Solo ini.
Guna memastikan adanya peredaran beras sintetis, Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah meminta seluruh pemerintah daerah untuk mengintensifkan pemantauan. Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Srie Agustina mengemukakan, Kemendag telah mengirimkan surat ke pemerintah kabupaten/kota untuk memantau kemungkinan adanya beras sintetis di pasaran.
Sejauh ini kasus yang muncul baru di wilayah Bekasi. Di sela agenda Ministers Responsible for Trade Meeting APEC 2015 di Filipina, Menteri Perdagangan Rachmat Gobel juga menilai kasus beredarnya beras plastik sangat terkait dengan kegiatan pengawasan produk yang tersedia di pasar, terutama oleh para penjual. “Kita harus mengontrol produk dan barang di pasar. Dalam hal ini para pedagang harus bertanggung jawab terhadap barang-barang yang dijualnya,” kata Rachmat di Boracay, Aklan, Filipina, kemarin.
Menurutnya, pemerintah akan berupaya mengatur kembali semua merek dagang produk-produk impor yang masuk ke pasar Indonesia. Ketika melakukan pertemuan bilateral dengan Wakil Menteri Perdagangan China Wang Shouwen, Rachmat juga menyampaikan permasalahan kasus beras sintetis yang diduga berasal dari China itu.
Menanggapi hal tersebut, Wang berjanji akan membantu Indonesia dalam menangani kasus beras plastik. Menurut Wang, Pemerintah China saat ini hanya memberikan izin kepada satu pengusaha BUMN untuk melakukan ekspor beras sehingga lebih mudah untuk melakukan penelusuran terkait dengan peredaran beras sintetis.
Sementara terus merebaknya isu beras sintetis ini membuat Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mendesak DPR membentuk panitia khusus (pansus). Pansus diharapkan dapat mengungkap dan menjelaskan mengapa dan bagaimana hal ini bisa terjadi.
Ketua Fraksi PKB di DPR Helmy Faishal Zaini menyatakan kasus beras sintetis merupakan persoalan serius yang setidaknya menyangkut tiga aspek, yakni keamanan, kesehatan, dan ekonomi. “Kami menilai pemerintah ceroboh dalam melakukan pengawasan sehingga sampai terjadi kasus ini,” ujarnya di DPP PKB Jakarta kemarin.
Dody ferdiansyah/Jelia amelida/Ary wahyu wibowo/Dita angga /ant
Kelambanan ini membuat isu tersebut semakin liar dan mengakibatkan kepanikan di tengah masyarakat. Di Medan, Sumatera Utara (Sumut), sejumlah warga resah karena menduga beras untuk bahan baku plastik itu sudah menyebar di wilayahnya. Keresahan ini merebak setelah seorang anak perempuan, Bunga Sinta, 10, dilarikan ke Rumah Sakit Umum (RSU) Sari Mutiara karena diduga mengonsumsi beras sintetis.
Beras tersebut dibeli dari pasar di kawasan Jalan Setia Budi Medan, Sunggal. Orang tua Bunga, Suryani, 37, mengatakan, anaknya mengeluhkan rasa sakit di bagian perutnya pada Jumat (22/5) malam. Dia menduga pemicunya karena mengonsumsi beras yang dibelinyapekanlalu. Dari pengamatannya, beras yang sempat diolah menjadi bubur itu terlihat meninggalkan lapisan kerak transparan bertekstur keras dan sulit dihancurkan. “Dari ciri-cirinya warga sekitar dan saya meyakini memang beras plastik,” tuturnya.
Pedagang nasi gurih di Jalan Setia Budi Medan, Eli, mengaku isu beras sintetis membuat penjualannya menurun. “Kalau persoalan ini terus-menerus, bisa saja semakin banyak orang malas beli makanan di luar,” katanya. Temuan dugaan beras sintetis sebelumnya telah menggegerkan warga di Bekasi, Gunungkidul, dan Papua.
Hingga kini pemerintah belum memastikan beras-beras temuan itu berbahan sintetis atau tidak. Dari hasil tes cepat, temuan di Bekasi diduga kuat adalah beras sintetis. Direktur Eksekutif Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK) Sumut Farid Wajdi mengatakan, sudah seharusnya pemerintah memiliki model dalam penyelesaian masalah supaya isu ini tidak semakin liar.
Jika hal ini tak segera direspons, yang timbul kemudian hanya kepanikan di tengah masyarakat. “Kita sering sekali menerima berbagai isu, tetapi sering kali menguap begitu saja tanpa ada penyelesaian konkret yang bisa membuat masyarakat percaya,” ujarnya.
Kondisi ini, menurutnya, berbeda dengan di negara lain yang justru lebih mudah menyelesaikannya sebelum timbul kepanikan di tengah masyarakat. Kondisi demikian diperburuk dengan lemahnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Dia mencontohkan, kendati wilayah Sumut sudah dinyatakan bebas dari beras sintetis, tetap saja muncul dugaan-dugaan beras yang dikonsumsi itu tidak asli.
“Jika sudah begini, pemerintah punya tugas tambahan, yaitu merekonstruksi kondisi psikologis masyarakat karena sudah menimbulkan trauma di tengah masyarakat,” paparnya. Anggota Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, pengawasan pemerintah selama ini memang lemah. Hal inilah yang membuat pemerintah kecolongan dengan adanya beras plastik. “Tidak saja beras plastik, beras oplosan pun luput, misalnya oplosan beras dengan komoditas lain,” ujar dia.
Tulus mengakui temuan dugaan beras sintetis secara psikologis melahirkan kekhawatiran masyarakat dalam mengonsumsi beras. “Publik berpikir jangan-jangan beras yang dimakan mengandung beras plastik. Ini menyangkut keamanan pangan,” papar Tulus.
Tugas pemerintah menurut Tulus saat ini adalah mengembalikan kepercayaan masyarakat untuk mengonsumsi beras yang ada. Namun hal ini sebelumnya harus diawali dengan penangkapan pelaku yang mendistribusikan beras sintetis. “Harus dicari apakah ini memang murni mencari keuntungan ataukah ada maksud tertentu,” kata dia.
Tunggu Uji Laboratorium
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta semua kalangan bersabar dan menunggu keterangan resmi pemerintah menyusul adanya temuan dugaan beras sintetis di pasaran. Saat ini pemerintah juga masih menunggu hasil uji laboratorium untuk memastikan kandungan beras temuan itu. Penegasan Jokowi disampaikan kepada wartawan saat jalan sehat di acara Car Free Day (CFD) di Jalan Slamet Riyadi, Solo, Jawa Tengah, kemarin.
Penelitian kandungan beras plastik melibat perguruan tinggi dan lembaga umum. “Sedang diteliti tiga laboratorium, tunggu saja hasilnya,” ujar Jokowi. Presiden justru menyoroti berbagai pihak yang terusmenerus mendiskusikan keberadaan dugaan beras sintetis ini. Sebab hal itu dinilai tidak memberikan penyelesaian meski banyak yang telah bicara.
Pemerintah tengah mendalami kasus ini mengingat keberadaan dugaan beras sintetis di pasaran dinilai juga tidak logis. “Siapa yang membuat beras (sintetis) itu tidak logis karena harganya lebih mahal dibandingkan beras sesungguhnya,” sebut mantan Wali Kota Solo ini.
Guna memastikan adanya peredaran beras sintetis, Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah meminta seluruh pemerintah daerah untuk mengintensifkan pemantauan. Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Srie Agustina mengemukakan, Kemendag telah mengirimkan surat ke pemerintah kabupaten/kota untuk memantau kemungkinan adanya beras sintetis di pasaran.
Sejauh ini kasus yang muncul baru di wilayah Bekasi. Di sela agenda Ministers Responsible for Trade Meeting APEC 2015 di Filipina, Menteri Perdagangan Rachmat Gobel juga menilai kasus beredarnya beras plastik sangat terkait dengan kegiatan pengawasan produk yang tersedia di pasar, terutama oleh para penjual. “Kita harus mengontrol produk dan barang di pasar. Dalam hal ini para pedagang harus bertanggung jawab terhadap barang-barang yang dijualnya,” kata Rachmat di Boracay, Aklan, Filipina, kemarin.
Menurutnya, pemerintah akan berupaya mengatur kembali semua merek dagang produk-produk impor yang masuk ke pasar Indonesia. Ketika melakukan pertemuan bilateral dengan Wakil Menteri Perdagangan China Wang Shouwen, Rachmat juga menyampaikan permasalahan kasus beras sintetis yang diduga berasal dari China itu.
Menanggapi hal tersebut, Wang berjanji akan membantu Indonesia dalam menangani kasus beras plastik. Menurut Wang, Pemerintah China saat ini hanya memberikan izin kepada satu pengusaha BUMN untuk melakukan ekspor beras sehingga lebih mudah untuk melakukan penelusuran terkait dengan peredaran beras sintetis.
Sementara terus merebaknya isu beras sintetis ini membuat Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mendesak DPR membentuk panitia khusus (pansus). Pansus diharapkan dapat mengungkap dan menjelaskan mengapa dan bagaimana hal ini bisa terjadi.
Ketua Fraksi PKB di DPR Helmy Faishal Zaini menyatakan kasus beras sintetis merupakan persoalan serius yang setidaknya menyangkut tiga aspek, yakni keamanan, kesehatan, dan ekonomi. “Kami menilai pemerintah ceroboh dalam melakukan pengawasan sehingga sampai terjadi kasus ini,” ujarnya di DPP PKB Jakarta kemarin.
Dody ferdiansyah/Jelia amelida/Ary wahyu wibowo/Dita angga /ant
(ftr)