Mengenal Idealisme Don Quixote

Minggu, 24 Mei 2015 - 12:10 WIB
Mengenal Idealisme Don...
Mengenal Idealisme Don Quixote
A A A
Dalam rangka peringatan 400 tahun sejak terbitnya roman pertama jilid kedua (1615) di dunia karya Miguel de Cervantes, Seniman Goenawan Mohamad menggubah karya puisi dengan judul Don Quixote, Jumat (8/5), di Gedung Teater Salihara, Jakarta.

Pergelaran puisi tersebut diprakarsai oleh kerja sama Kedutaan Besar Spanyol dan KomunitasSalihara. KisahtentangDon Quixote konon diceritakan kepada Miguel de Cervantes oleh seorang Mur. Lalu, kisah itu dibukukan dan menjadi roman modern pertama di dunia.

Terinspirasi kisah dari buku tersebut, kumpulan sajak itu menjadi dekonstruksi kisah Don Quixote sebagaimana ditafsirkan oleh Cervantes sendiri. Menurutnya, di dalam diri manusia sejatinya menanggung sebuah idealisme, karena jika hidup tanpa romantisisme dan idealisme maka tak akan dapat dibayangkan.

Meski banyak kekuatan di luar sana yang melebihi kekuatan dari kapasitas diri, idealisme harus tetap tertancap di dalam hidup. Menurut Goenawan, pembacaan puisi Don Quixote yang dipadu dengan musik dan sajian narasi gambar berupa lukisan pasir, sangat luar biasa. Apresiasi diberikan olehnya dari pertunjukkan puisi tersebut, utamanya kepada paduan musik yang luar biasa.

Goenawan bahkan memuji dan kagum dengan irama musik yang mendampingi pembacaan puisi. Menurutnya, paduan musiknya sangat luar biasa dan menjiwai. ”Saya tidak menyangka musiknya begitu bagus, sangat menjiwai, luar biasa,” ujar pria kelahiran 1941 ini. Perwakilan Duta Besar Spanyol, Christina, menyatakan bahwa pergelaran puisi Don Quixote yang digubah oleh Goenawan Mohamad merupakan salah satu bentuk kerja sama dalam memajukan seni budaya, bukan hanya untuk Spanyol ataupun Indonesia, melainkan juga untuk dunia.

Menurutnya, karya Cervantes yang telah mendunia banyak menginspirasi masyarakat dunia. Untuk itu, pergelaran puisi Don Quixote sekaligus menjadi perayaan dalam memperingati 400 tahun lahirnya sebuah roman modern pertama di dunia. ”Tentunya kerja sama ini menjadi penting bagi dunia seni dan budaya, bukan hanya untuk Spanyol dan Indonesia, tapi juga untuk dunia,” ujarnya.

Don Quixote yang menjadi tokoh utama dalam kisah tersebut diceritakan sebagai seorang kutu buku yang imajinatif. Baginya, realitas dapat dikalahkan oleh akal. Sifatnya yang terus sibuk membaca membuatnya jarang memiliki teman di dalam realitas kehidupannya, sehingga di alam khayalnya ia menciptakan sendiri seorang wanita yang cantik dan menjadi pendampingnya.

Ia sendiri pun menjadikan dirinya sebagai seorang ksatria yang gagah berani. Tak cukup sampai di situ, Don Quixote juga menciptakan seorang budak yang siap menemaninya dalam setiap perjalanannya, budak tersebut diberi nama Sancho Panza. Dalam perjalanan mimpinya, idealisme Don Quixote yang begitu kuat mengedepankan khayalannya tetap percaya bahwa sebuah kincir angin merupakan raksasa jahat yang harus dilawan.

Sancho Panza pun berusaha untuk mengingatkan Don Quixote bahwa kincir angin tersebut bukanlah raksasa jahat, melainkan hanyalah sebuah kincir raksasa milik seorang petani tua. Namun, Don Quixote yang merupakan seseorang yang realitasnya terbentuk oleh buku tak percaya dan masih menganggap bahwa kincir angin itu merupakan raksasa yang jahat. Realitas tak dapat mengalahkan Don Quixote.

Begitu pula saat ia memperkenalkan kekasih imajinatifnya kepada pedagang-pedagang di pasar. Ia memberi tahu bahwa kekasihnya cantik dan tidak ada satu pun wanita yang mampu mengalahkan kecantikan kekasih hatinya tersebut. Don Quixote memaksa mereka untuk mengakui bahkan bersumpah mengenai hal tersebut tentang kecantikan kekasih hatinya.

Begitulah Don Quixote, seseorang yang berpikir dari akal dan membentuk realitas dari bacaannya sendiri. Don Quixote begitu mempercayai buku, sehingga apapun kegagalan yang ia temui dalam realitas, ia akan kembali melirik pada buku.

Imasdamayanti
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1398 seconds (0.1#10.140)