Empat Pilar Bisa Sinergis dengan Kearifan Lokal

Sabtu, 23 Mei 2015 - 11:35 WIB
Empat Pilar Bisa Sinergis...
Empat Pilar Bisa Sinergis dengan Kearifan Lokal
A A A
PURWAKARTA - Empat pilar MPR RI dinilai bisa bersinergi dengan kearifan lokal. Keduanya dapat menjadi penguat persatuan dan penjaga moral bangsa dari arus globalisasi yang melanda bangsa Indonesia.

”Kalau kita membangun nasionalisme maka cinta terhadap daerah itu semakin kuat, saya kira kita bisa mandiri,” ujar Wakil Ketua MPR Mahyudin saat menyosialisasikan empat pilar di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, kemarin. Mahyudin melihat kearifan lokal di Purwakarta sangat dijaga oleh masyarakatnya.

Di sana warga tetap menjaga kekayaan budaya yang diwujudkan dengan mengenakan pakaian adat dan berbicara dengan bahasa lokal. Empat pilar yang disosialisasikan MPR meliputi Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, serta NKRI. ”Saya kira ini hal positif, tidak hanya mengadopsi produk-produk luar negeri yang seakan itu semua baik, modern,” jelasnya.

Mahyudin menambahkan sudah saatnya kearifan lokal dijaga terus oleh masyarakat, sebab dengan itu maka kita membangun keberagaman dan kebanggaan akan kekayaan yang dimiliki Indonesia.

Mahyudin juga mendorong Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk memasukkan kembali Pendidikan Moral Pancasila dalam kurikulum untuk menumbuhkan kesadaran generasi muda akan pentingnya nilai-nilai luhur yang dimiliki bangsa. ”Sudah kita dorong, kita juga sudah bicara dengan Presiden untuk mendorong hal-hal semacam itu,” ujarnya.

Menurut Mahyudin, desakan untuk mengajarkan kembali mata pelajaran tersebut berawal dari keprihatinan para pengajar dan kaum pendidikan akan kualitas moral bangsa. ”Mereka datang langsung ke MPR menyampaikan pentingnya Pendidikan Moral Pancasila itu di sekolah-sekolah,” jelas Mahyudin.

Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi mengatakan, masalah saat ini adalah belum menyatunya aplikasi ideologi bangsa dengan budaya di masyarakat. Akibatnya, ketika terjadi perubahan pola kehidupan di masyarakat, dari masyarakat tradisi ke masyarakat informasi terjadi masalah.

Menurut Dedi, pada masyarakat tradisional, Pancasila dijaga oleh kebudayaan dan kearifan lokal, misalnya tumbuh kesadaran gotong royong, bermusyawarah, berbagi. Namun ketika masyarakat berubah menjadi masyarakat informasi, hal itu hilang.

Sementara Pancasila belum ada landasannya lagi di masyarakat. ”Jadi, negara ini lambat dalam membuat institusi yang menerjemahkan Pancasila sebagai landasan negara,” katanya.

Dian ramdhani
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0745 seconds (0.1#10.140)