Konflik Golkar, Jokowi Dinilai Tak Bisa 'Setir' Menkumham
A
A
A
JAKARTA - Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyarankan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly agar tidak mengajukan banding atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), terkait polemik Partai Golkar, dipertanyakan.
Namun imbauan Jokowi ini tak diindahkan oleh Yasonna. Pasalnya menteri asal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini tetap akan mengajukan banding.
Pengamat politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun menyatakan, hal ini terlihat bahwa Presiden Jokowi tidak mampu menekan atau mengendalikan menterinya.
"Ini jadi ada konfigurasi politik yang bercabang. Di satu sisi Jokowi tidak mampu menekan Yasonna, menahan Menkumham untuk tidak melakukan banding," kata Ubedilah saat dihubungi Sindonews, Sabtu (23/5/2015).
Selain itu menurut Ubedilah, berlarut-larutnya konflik Golkar, karena kubu Agung Laksono juga memainkan peran. Selain itu, diduga elite yang berada di lingkarang penguasa juga ikut bermain dalam konflik Golkar.
"Di sisi lain Menkumham melakukan banding, jadi nampak Menkumham tidak nurut dengan Jokowi. Kendali ada di Teuku Umar (kediaman Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri)," ucapnya.
Direktur Pusat Studi Sosial Politik (Puspol) Indonesia itu menilai, Megawati terlihat punya otoritas terhadap Menkumham dalam kasus Golkar. Karena Yasonna sendiri merupakan menteri dari PDIP.
"Kita tidak tahu apakah PDIP memiliki pesan masa lalu, di mana PDIP diobok-obok oleh Golkar yang berkuasa pada saat itu. Jadi ini konfigurasi politik yang sama-sama membuat keruh politik," pungkasnya.
Sebelumnya, Jokowi melarang Menkumham untuk banding atas hasil PTUN yang mencabut Surat Keputusan (SK) Menkumham. SK tersebut mengesahkan Partai Golkar kepengurusan Agung Laksono hasil Musyawarah Nasional (Munas) Ancol.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan, sikap Jokowi itu disampaikan dalam rapat rapat konsultasi dengan Pemimpin DPR di Istana Negara, Senin, 18 Mei 2015.
"Yang patut disyukuri, Presiden akan mendorong Menkumham untuk tidak banding. Itu menggembrikanan. Mudah-mudahan dengan selesainya proses di PTUN ini selesai juga persoalan pada dua parpol," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa 19 Mei 2015.
Menurutnya, alasan Jokowi melarang Menkumham mengajukan banding agar konflik internal partai bisa diakhiri. "Jokowi mengharapkan tahapan pilkada sudah masuk periode persiapan tidak terganggu," tandas politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Namun imbauan Jokowi ini tak diindahkan oleh Yasonna. Pasalnya menteri asal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini tetap akan mengajukan banding.
Pengamat politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun menyatakan, hal ini terlihat bahwa Presiden Jokowi tidak mampu menekan atau mengendalikan menterinya.
"Ini jadi ada konfigurasi politik yang bercabang. Di satu sisi Jokowi tidak mampu menekan Yasonna, menahan Menkumham untuk tidak melakukan banding," kata Ubedilah saat dihubungi Sindonews, Sabtu (23/5/2015).
Selain itu menurut Ubedilah, berlarut-larutnya konflik Golkar, karena kubu Agung Laksono juga memainkan peran. Selain itu, diduga elite yang berada di lingkarang penguasa juga ikut bermain dalam konflik Golkar.
"Di sisi lain Menkumham melakukan banding, jadi nampak Menkumham tidak nurut dengan Jokowi. Kendali ada di Teuku Umar (kediaman Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri)," ucapnya.
Direktur Pusat Studi Sosial Politik (Puspol) Indonesia itu menilai, Megawati terlihat punya otoritas terhadap Menkumham dalam kasus Golkar. Karena Yasonna sendiri merupakan menteri dari PDIP.
"Kita tidak tahu apakah PDIP memiliki pesan masa lalu, di mana PDIP diobok-obok oleh Golkar yang berkuasa pada saat itu. Jadi ini konfigurasi politik yang sama-sama membuat keruh politik," pungkasnya.
Sebelumnya, Jokowi melarang Menkumham untuk banding atas hasil PTUN yang mencabut Surat Keputusan (SK) Menkumham. SK tersebut mengesahkan Partai Golkar kepengurusan Agung Laksono hasil Musyawarah Nasional (Munas) Ancol.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan, sikap Jokowi itu disampaikan dalam rapat rapat konsultasi dengan Pemimpin DPR di Istana Negara, Senin, 18 Mei 2015.
"Yang patut disyukuri, Presiden akan mendorong Menkumham untuk tidak banding. Itu menggembrikanan. Mudah-mudahan dengan selesainya proses di PTUN ini selesai juga persoalan pada dua parpol," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa 19 Mei 2015.
Menurutnya, alasan Jokowi melarang Menkumham mengajukan banding agar konflik internal partai bisa diakhiri. "Jokowi mengharapkan tahapan pilkada sudah masuk periode persiapan tidak terganggu," tandas politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
(maf)