Biaya Pilkada Bengkak, KPU Perlu Diaudit BPK
A
A
A
JAKARTA - Penyelenggaraan Pilkada Serentak dimaksudkan agar pelaksanaannya lebih efisien dan efektif baik dari segi biaya maupun waktu. Namun, biaya Pilkada Serentak 2015 justru membengkak drastis hingga Rp4 triliun. Sehingga, DPR mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Saya kira wajar dilakukan audit karena biaya KPU besar. Ini lucu, masa pilkada serentak seharusnya lebih efektif efisien tapi malah naik (biaya pilkada)," kata Wakil Ketua DPR Fadli Zon kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (22/5/2015).
Fadli menjelaskan, biaya pilkada serentak di 269 daerah melonjak menjadi Rp7 triliun dari yang seharusnya Rp3 triliun. Sehingga, ada kenaikan Rp4 triliun. KPU diminta harus mampu membuktikan dan mempertanggungjawabkan apa yang dikerjakan.
"Ini konyol jadi harus diaudit, audit kinerjanya juga," ujar Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra itu.
Menurut Fadli, KPU merupakan salah satu lembaga negara yang juga merupakan mitra kerja DPR. Sehingga, menjadi suatu prinsip yang wajar jika DPR perlu mengoreksi dan meminta pertanggungjawaban atas apa yang telah dilakukan oleh KPU terkait persiapan pilkada.
"Harus koreksi apa yang diajukan oleh KPU, oleh karena itu kita minta BPK untuk audit KPU. Harusnya lebih murah kok jadi lebih mahal," tegas Fadli.
Selain itu, Fadli menilai, KPU saat ini tidak profesional, karena diduga telah bermuatan politik. Karena, win-win solution yang direkomendasikan oleh Komisi II DPR guna mengakomodir dua partai politik berkonflik, diabaikan begitu saja. Kemudian KPU meminta payung hukum berupa revisi UU Pilkada, dan sekarang KPU menolak.
"Setelah diusulkan mereka sendiri menolak kan lucu. KPU enggak profesional, ketidakprofesionalannya ke mana-mana," tandasnya.(ico)
"Saya kira wajar dilakukan audit karena biaya KPU besar. Ini lucu, masa pilkada serentak seharusnya lebih efektif efisien tapi malah naik (biaya pilkada)," kata Wakil Ketua DPR Fadli Zon kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (22/5/2015).
Fadli menjelaskan, biaya pilkada serentak di 269 daerah melonjak menjadi Rp7 triliun dari yang seharusnya Rp3 triliun. Sehingga, ada kenaikan Rp4 triliun. KPU diminta harus mampu membuktikan dan mempertanggungjawabkan apa yang dikerjakan.
"Ini konyol jadi harus diaudit, audit kinerjanya juga," ujar Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra itu.
Menurut Fadli, KPU merupakan salah satu lembaga negara yang juga merupakan mitra kerja DPR. Sehingga, menjadi suatu prinsip yang wajar jika DPR perlu mengoreksi dan meminta pertanggungjawaban atas apa yang telah dilakukan oleh KPU terkait persiapan pilkada.
"Harus koreksi apa yang diajukan oleh KPU, oleh karena itu kita minta BPK untuk audit KPU. Harusnya lebih murah kok jadi lebih mahal," tegas Fadli.
Selain itu, Fadli menilai, KPU saat ini tidak profesional, karena diduga telah bermuatan politik. Karena, win-win solution yang direkomendasikan oleh Komisi II DPR guna mengakomodir dua partai politik berkonflik, diabaikan begitu saja. Kemudian KPU meminta payung hukum berupa revisi UU Pilkada, dan sekarang KPU menolak.
"Setelah diusulkan mereka sendiri menolak kan lucu. KPU enggak profesional, ketidakprofesionalannya ke mana-mana," tandasnya.(ico)
(kur)