Konflik Dibawa ke Dewan Saudara

Jum'at, 22 Mei 2015 - 10:36 WIB
Konflik Dibawa ke Dewan Saudara
Konflik Dibawa ke Dewan Saudara
A A A
YOGYAKARTA - Para keturunan Sultan Hamengku Buwono (HB) IX yang diwakili Gusti Bendara Pangeran Haryo (GBPH) Hadisuryo menemui Sri Sultan HB X guna membahas Sabdaraja dan Dawuhraja, kemarin. Disepakati, konflik akan diselesaikan lewat musyawarah Dewan Saudara.

Dalam pertemuan yang digelar di Gedong Jene, Keraton Yogyakarta, GBPH Hadisuryo didampingi RM Ogy Santige atau putra GKR Anom serta kakak perempuan Sri Sultan HB X, Gusti Bendara Raden Ayu (BRAy) Murdokusumo. GBPH Hadisuryo mengaku sudah mendapat penjelasan seputar Sabdaraja dan Dawuhraja. Dan, GBPH Hadisuryo tetap dengan tegas menolak Sabdaraja yang berisi perubahan gelar dan Dawuhraja yang berisi pengangkatan putri mahkota.

Di hadapan Sultan HB X, GBPH Hadisuryo meminta agar paugeran Keraton Yogyakarta yang sudah lestari selama ratusan tahun tetap dipertahankan. ”Kami tetap ingin paugeran dipertahankan, (gelar) masih utuh, Sayidin Panatagama Khalifatullah masih utuh, tidak dihapus, tidak ditambah, dan tidak dikurangi. Jadi, tidak ada ratu perempuan sebab gelar itu untuk laki-laki,” papar adik Sri Sultan HB X ini.

GBPH Hadisuryo mempersilakan Sultan HB X mengubah gelar dan mengangkat putri mahkota dengan dalih memperoleh wangsit dari Sultn Agung, Panembahan Senopati, HB I, dan HB IX. ”Tapi, kami jawab tetap menolak. Kami sulit memercayai itu. Kami tetap beda pendapat. Nanti kalau dibolak- balik (gelar) malah repot,” ungkapnya.

Usai bertemu Sultan HB X, Hadisuryo juga mengaku diminta untuk menjadi perantara antara Sultan dan para rayi dalem (para adik). Tujuannya, meski ada perbedaan pendapat di antara mereka, persaudaraan tetap harus diutamakan. ”Saya diminta menjembatani antara Sultan dan adik-adik semua. Meskipun beda, tapi tetap sopan. Kami enggak mau semua keturunan HB IX berantakan,” kata dia.

GBPH Hadisuryo mengungkapkan, setelah bertemu Sultan, dia akan menemui para adik lainnya, di antaranya KGPH Hadiwinoto. Rencananya, seluruh putra dan putri HB IX yang berjumlah 15 orang atau Dewan Saudara akan bertemu untuk bermusyawarah.

Putra HB IX tersebut antara lain GBPH Pakuningrat, GBPH Cakraningrat, GBPH Suryodiningrat, GBPH Suryomataram, GBPH Hadinegoro, GBPH Suryonegoro, GBPH Condrodiningrat, GBPH Yudhaningrat, GBPH Prabukusumo, GBPH Hadisuryo, KGPH Hadiwinoto, serta putri HB IX yang terdiri GBRAy Murdokusumo, GBRAy Darmokusumo, GBRAy Riyokusumo, dan GBRAy Patmokusumo.

GBPH Yudhaningrat mengaku bahwa Dewan Saudara memang berencana melakukan musyawarah untuk membahas polemik dalam keluarga Keraton Yogyakarta. Namun, waktunya belum ditentukan. ”Karena semuanya harus bertemu dulu. Saya sendiri baru akan menemui Mas Hadisuryo nanti malam (tadi malam),” ungkapnya.

Yang jelas, Asisten III Setda DIY itu meminta rayi dalem lainnya untuk tetap berhatihati melangkah, termasuk dalam Dewan Saudara nantinya. ”Kami harus hati-hati menghadapi rekayasa politik yang sistematis ini,” kata dia.

Sementara itu, Sri Sultan HB X belum memberikan komentar mengenai pertemuannya dengan GBPH Hadisuryo. Di Kepatihan, dia bahkan hanya datang sebentar yakni saat pemaparan dari Dinas Kelautan dan Perikanan DIY, Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Energi Sumber Daya Mineral, serta Bupati Bantul Sri Suryawidati.

Menyambut kunjungan Komisi VIII DPR di Kepatihan pun HB X mewakilkannya kepada Sekretaris Daerah DIY Ichsanuri. Namun, dalam acara tingalan jumenengan (peringatan Raja Bertakhta) lalu, Sultan HB X mengungkapkan bahwa dalam menentukan calon pemimpin atau raja saat ini tidak cukup dari garis keturunan darah, juga dibutuhkan masuknya wahyu dan momentum.

Sultan mengatakan, setelah Maklumat 5 September 1945 sebagai penanda bergabungnya Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dalam pangkuan NKRI, seluruh unsur budaya Yogyakarta menjadi budaya Indonesia. Perubahan itu mengalami transformasi. ”Proses perubahan yang berganti itu telah terjadi secara lambat, lir gumanti, tetapi pasti karena sebuah keniscayaan sejarah,” kata Sultan.

Gubernur DIY ini mengungkapkan, sebagai pengemban budaya Jawa harus bisa memahami setiap perubahan yang terjadi. ”Menghadapi nilai-nilai yang serbaberubah, diperlukan tekad kuat dari sosok sang aji dalam menegakkan kekayon kehidupan,” tegas bapak lima putri itu.

Ridwan anshori
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7785 seconds (0.1#10.140)