Global Chaser Merek Indonesia Perkasa Di Pentas Dunia
A
A
A
Barangkali betul kata the great strategist Sun Tzu bahwa ”the best defense is a good offense ”. Strategi bertahan yang paling ampuh adalah menyerang lawan.
Ungkapan itu tak hanya pas untuk dunia sepak bola dan games online , tapi juga relevan untuk perusahaan dan merek Indonesia. Pasalnya, pasar Indonesia begitu besar. Dengan sekitar 250 juta penduduk, Indonesia merupakan 40% pasar Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Karena itu, pasar Indonesia menjadi sasaran empuk bagi perusahaan-perusahaan regional/global.
Logikanya, di tengah serangan bertubi- tubi itu, strategi yang harus dipasang pemain lokal adalah mempertahankan pasar domestik sehingga mereka bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Namun, rupanya itu saja tak cukup. Setiap merek Indonesia harus mengusung ”dual strategy ” yang harus dijalankan secara bersamaan. Pertama , strategi defensif yaitu mempertahankan pasar domestik.
Kedua , strategi ofensif yaitu agresif masuk ke pasar global. Pilihan strategi kedua tersebut menuntut pemain lokal menjadi apa yang saya sebut Global Chaser. Global Chaser adalah pemain lokal yang memiliki daya saing global dan terus berupaya mengejar posisi terbaik di dunia (global bestpractices ) untuk melanggengkan daya saingnya.
Pemain-pemain lokal hebat, seperti Indofood, Mayora, Kalbe, Bio Farma, Polygon, Inaco, Kelola Mina Laut (KML), Pertamina Pelumas, Semen Indonesia secara cerdas memanfaatkan pasar internasional sebagai sumber pertumbuhan yang sangat penting. Bahkan, untuk beberapa pemain, seperti Bio Farma dan KML lebih dari 70% omzetnya berasal dari pasar internasional.
Empat Posisi
Untuk mengurai strategi yang dijalankan Global Chaser di Indonesia, saya mengembangkan sebuah model berupa matriks seperti tampak pada gambar di bawah. Model ini menggunakan dua parameter yang diwakili oleh sumbu vertikal dan horizontal.
Parameter pertama (sumbu vertikal) mencerminkan kemampuan perusahaan dalam mengembangkan rantai aktivitas global (global activitychain). Perusahaan memiliki global activity- chain yang tinggi jika semakin banyak dari operasinya dilakukan di luar negeri. Parameter kedua (sumbu horizontal) mencerminkan kemampuan perusahaan dalam melakukan penyesuaian produk dan layanan mengikuti kondisi dan karakteristik pasar di negara yang ditarget (global customization ).
Perusahaan memiliki global customization yang tinggi jika dia mampu menyesuaikan produknya mengikuti cita rasa pasar lokal di negara yang ditarget (host country). Dengan menggunakan dua parameter tersebut, maka kita bisa memetakan Global Chaser menjadi empat posisi strategis, yaitu: Export Co , OEM Co , Global Co , danGlocal Brand. Dari situ, saya juga bisa memetakan beberapa merek-merek Global Chaser Indonesia ke dalam empat posisi strategisnya (lihat bagan).
Empat Strategi
Nah , setelah mengetahui posisi strategis Global Chaser, lalu apa saja pilihan strategi yang bisa mereka ambil? Di masing- masing posisi strategis, saya mencoba menurunkan strategi generik yang bisa diambil pemain Global Chaser yang disesuaikan karakteristik dari masingmasing posisi tersebut.
Export Co: ”Chase Global Best-Practices”
Strategi yang harus dijalankan oleh Export Co adalah mengejar kemampuan terbaik di dunia (global best-practices ) dengan membangun kompetensi di bidang riset dan pengembangan produk, produksi, dan pemasaran berkelas dunia di pasar domestik. Export Co harus go beyond national best -practice alias tak cukup puas menjadi pemain kandang.
Dengan demikian, mereka harus intens melakukan benchmarking ke perusahaan- perusahaan global yang beroperasi di dalam negeri dan kemudian berupaya keras mencapainya (catching -up). Bio Farma adalah salah satu contoh Export Co yang mampu kompetitif di pasar global dengan cara membangun kemampuan berkelas dunia.
Agar vaksinnya bisa dipasarkan di ratusan negara di lima benua, Bio Farma harus bisa lolos sertifikasi dari lembaga-lembaga kesehatan dunia, seperti WHO (World Health Organization). Kita tahu untuk lolos sertifikasi mereka tentu tidak mudah, banyak standar kualitas produk dan sistem produksi yang harus dipenuhi.
Sementara Inaco menggunakan cara lain untuk mendekat ke global best practice . Caranya adalah konsisten memosisikan produknya di segmen pasar middle up , dengan menciptakan produk berkualitas tinggi. Dengan kualitas premium, maka harga pun akan ikutan menjadi premium.
OEM Co: ”Join Global Value-Chain”
OEM Co bekerja sebagai bagian dari value-chain perusahaan global lain karena itu strategi yang harus dia kembangkan adalah menggabungkan diri ke dalam value-chain tersebut untuk menghasilkan proses bisnis keseluruhan yang paling efisien dan efektif di dunia.
Di sini, dua entitas perusahaan tersebut harus berintegrasi secara terpadu untuk menghasilkan rantai proses yang mulus (seamless ) sehingga tercapai penciptaan nilai terbaik. Hasil dari integrasi terpadu ini adalah terwujudnya kualitas terbaik (worldworlds best quality), harga terendah (worldworlds lowest cost), dan waktu penyampaian tercepat (worldworlds fastest delivery ).
Polygon melakukan strategi ini dengan cerdas. Produsen sepeda asal Sidoarjo ini menjalin hubungan super intim dengan partner globalnya seperti Scott atau Marin. Dengan pola hubungan yang intim dengan perusahaan partner, Polygon mendapat keuntungan dari adanya proses saling belajar (learning relationship ) dengan mereka. Dalam hal desain dan pengembangan produk, Polygon banyak belajar dari perusahaan partner, begitu pula sebaliknya. Jadi, hubungan mereka adalah hubungan intim yang saling mengisi, saling memberi, dan saling membesarkan.
Global Co: ”Seize Californization”
Global Co mengandalkan daya saingnya pada pembentukan citra global dan capaian kinerja global dengan memanfaatkan keberadaan operasinya di berbagai negara. Perlu diingat citra global merupakan faktor penting bagi sebuah merek untuk bisa masuk di berbagai negara.
Strategi yang bisa mereka pilih adalah memanfaatkan tren konvergensi cita rasa dan gaya hidup global (global taste and global lifestyle ). Kenichi Ohmae, seorang pakar globalisasi, menyebutnya dengan istilah seksi: ”Californization ”. Salah satu merek lokal yang menggunakan strategi Global Co adalah J.Co.
Sejak awal J.Co membangun persepsi sebagai produk global dengan citra global yang sangat kental. Dari namanya, tampilan produk, bahasa dan gaya promosi, desain kemasan, hingga desain interior/eksterior gerai, terlihat J.Co memosisikan diri sebagai produk global dengan citra Barat/ Amerika yang sangat kental. Secara cerdas J.Co memanfaatkan tren Californization untuk masuk ke pasar luar negeri. Saat ini J.Co telah hadir di berbagai negara di Asia seperti Malaysia, Singapura, dan Filipina.
Glocal Co: ”Go Local”
Capaian paripurna dari strategi pemasaran global adalah jika perusahaan mampu melakukan glocalization , yaitu sudah melokal di negara-negara yang ditargetnya. Glocal Co. adalah perusahaan- perusahaan yang sudah mampu melokalisasi (localize ) produk dan layanannya sehingga sesuai dengan kondisi spesifik di pasar tujuan.
Melalui aktivitas riset pasar, pengembangan produk, produksi, distribusi/pemasaran, hingga layanan purna jual di host country , perusahaan- perusahaan ini mencoba memahami karakteristik pasar negara tujuan, kemudian mengadaptasi produk dan layanan mereka hingga pas dengan kondisi lokal tersebut. Salah satu Glocal Co karya anak negeri adalah Indomie.
Di beberapa negara, Indomie sudah menjadi household brand yang dikenal luas oleh konsumen, contohnya di Nigeria. Indomie sudah menjadi household brand yang melokal di negeri Afrika Barat itu karena sudah hadir di situ sejak 20 tahun lalu dan merupakan produsen mi instan terbesar di Afrika Barat. Dari pabrik di Nigeria ini Indomie diekspor ke berbagai penjuru dunia.
Karena melakukan aktivitas pemasaran dan building brand sejak lama, Indomie sangat populer di Nigeria. Di samping Indomie, beberapa merek karya anak negeri juga telah sukses menjadi glocal brand di pasar luar negeri. Sebut saja Kopiko bikinan Mayora yang leading di Filipina, Tiongkok, dan Polandia.
Ada juga Deabetasol dan Extra Joss bikinan Kalbe yang merajai pasar Filipina. Begitu juga Mixagrip dan Procold bikinan Kalbe serta Boska bikinan Dexa Medica yang sangat terkenal di Nigeria.
Yuswohady Program Director Indonesia Brand Forum (IBF)
Ungkapan itu tak hanya pas untuk dunia sepak bola dan games online , tapi juga relevan untuk perusahaan dan merek Indonesia. Pasalnya, pasar Indonesia begitu besar. Dengan sekitar 250 juta penduduk, Indonesia merupakan 40% pasar Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Karena itu, pasar Indonesia menjadi sasaran empuk bagi perusahaan-perusahaan regional/global.
Logikanya, di tengah serangan bertubi- tubi itu, strategi yang harus dipasang pemain lokal adalah mempertahankan pasar domestik sehingga mereka bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Namun, rupanya itu saja tak cukup. Setiap merek Indonesia harus mengusung ”dual strategy ” yang harus dijalankan secara bersamaan. Pertama , strategi defensif yaitu mempertahankan pasar domestik.
Kedua , strategi ofensif yaitu agresif masuk ke pasar global. Pilihan strategi kedua tersebut menuntut pemain lokal menjadi apa yang saya sebut Global Chaser. Global Chaser adalah pemain lokal yang memiliki daya saing global dan terus berupaya mengejar posisi terbaik di dunia (global bestpractices ) untuk melanggengkan daya saingnya.
Pemain-pemain lokal hebat, seperti Indofood, Mayora, Kalbe, Bio Farma, Polygon, Inaco, Kelola Mina Laut (KML), Pertamina Pelumas, Semen Indonesia secara cerdas memanfaatkan pasar internasional sebagai sumber pertumbuhan yang sangat penting. Bahkan, untuk beberapa pemain, seperti Bio Farma dan KML lebih dari 70% omzetnya berasal dari pasar internasional.
Empat Posisi
Untuk mengurai strategi yang dijalankan Global Chaser di Indonesia, saya mengembangkan sebuah model berupa matriks seperti tampak pada gambar di bawah. Model ini menggunakan dua parameter yang diwakili oleh sumbu vertikal dan horizontal.
Parameter pertama (sumbu vertikal) mencerminkan kemampuan perusahaan dalam mengembangkan rantai aktivitas global (global activitychain). Perusahaan memiliki global activity- chain yang tinggi jika semakin banyak dari operasinya dilakukan di luar negeri. Parameter kedua (sumbu horizontal) mencerminkan kemampuan perusahaan dalam melakukan penyesuaian produk dan layanan mengikuti kondisi dan karakteristik pasar di negara yang ditarget (global customization ).
Perusahaan memiliki global customization yang tinggi jika dia mampu menyesuaikan produknya mengikuti cita rasa pasar lokal di negara yang ditarget (host country). Dengan menggunakan dua parameter tersebut, maka kita bisa memetakan Global Chaser menjadi empat posisi strategis, yaitu: Export Co , OEM Co , Global Co , danGlocal Brand. Dari situ, saya juga bisa memetakan beberapa merek-merek Global Chaser Indonesia ke dalam empat posisi strategisnya (lihat bagan).
Empat Strategi
Nah , setelah mengetahui posisi strategis Global Chaser, lalu apa saja pilihan strategi yang bisa mereka ambil? Di masing- masing posisi strategis, saya mencoba menurunkan strategi generik yang bisa diambil pemain Global Chaser yang disesuaikan karakteristik dari masingmasing posisi tersebut.
Export Co: ”Chase Global Best-Practices”
Strategi yang harus dijalankan oleh Export Co adalah mengejar kemampuan terbaik di dunia (global best-practices ) dengan membangun kompetensi di bidang riset dan pengembangan produk, produksi, dan pemasaran berkelas dunia di pasar domestik. Export Co harus go beyond national best -practice alias tak cukup puas menjadi pemain kandang.
Dengan demikian, mereka harus intens melakukan benchmarking ke perusahaan- perusahaan global yang beroperasi di dalam negeri dan kemudian berupaya keras mencapainya (catching -up). Bio Farma adalah salah satu contoh Export Co yang mampu kompetitif di pasar global dengan cara membangun kemampuan berkelas dunia.
Agar vaksinnya bisa dipasarkan di ratusan negara di lima benua, Bio Farma harus bisa lolos sertifikasi dari lembaga-lembaga kesehatan dunia, seperti WHO (World Health Organization). Kita tahu untuk lolos sertifikasi mereka tentu tidak mudah, banyak standar kualitas produk dan sistem produksi yang harus dipenuhi.
Sementara Inaco menggunakan cara lain untuk mendekat ke global best practice . Caranya adalah konsisten memosisikan produknya di segmen pasar middle up , dengan menciptakan produk berkualitas tinggi. Dengan kualitas premium, maka harga pun akan ikutan menjadi premium.
OEM Co: ”Join Global Value-Chain”
OEM Co bekerja sebagai bagian dari value-chain perusahaan global lain karena itu strategi yang harus dia kembangkan adalah menggabungkan diri ke dalam value-chain tersebut untuk menghasilkan proses bisnis keseluruhan yang paling efisien dan efektif di dunia.
Di sini, dua entitas perusahaan tersebut harus berintegrasi secara terpadu untuk menghasilkan rantai proses yang mulus (seamless ) sehingga tercapai penciptaan nilai terbaik. Hasil dari integrasi terpadu ini adalah terwujudnya kualitas terbaik (worldworlds best quality), harga terendah (worldworlds lowest cost), dan waktu penyampaian tercepat (worldworlds fastest delivery ).
Polygon melakukan strategi ini dengan cerdas. Produsen sepeda asal Sidoarjo ini menjalin hubungan super intim dengan partner globalnya seperti Scott atau Marin. Dengan pola hubungan yang intim dengan perusahaan partner, Polygon mendapat keuntungan dari adanya proses saling belajar (learning relationship ) dengan mereka. Dalam hal desain dan pengembangan produk, Polygon banyak belajar dari perusahaan partner, begitu pula sebaliknya. Jadi, hubungan mereka adalah hubungan intim yang saling mengisi, saling memberi, dan saling membesarkan.
Global Co: ”Seize Californization”
Global Co mengandalkan daya saingnya pada pembentukan citra global dan capaian kinerja global dengan memanfaatkan keberadaan operasinya di berbagai negara. Perlu diingat citra global merupakan faktor penting bagi sebuah merek untuk bisa masuk di berbagai negara.
Strategi yang bisa mereka pilih adalah memanfaatkan tren konvergensi cita rasa dan gaya hidup global (global taste and global lifestyle ). Kenichi Ohmae, seorang pakar globalisasi, menyebutnya dengan istilah seksi: ”Californization ”. Salah satu merek lokal yang menggunakan strategi Global Co adalah J.Co.
Sejak awal J.Co membangun persepsi sebagai produk global dengan citra global yang sangat kental. Dari namanya, tampilan produk, bahasa dan gaya promosi, desain kemasan, hingga desain interior/eksterior gerai, terlihat J.Co memosisikan diri sebagai produk global dengan citra Barat/ Amerika yang sangat kental. Secara cerdas J.Co memanfaatkan tren Californization untuk masuk ke pasar luar negeri. Saat ini J.Co telah hadir di berbagai negara di Asia seperti Malaysia, Singapura, dan Filipina.
Glocal Co: ”Go Local”
Capaian paripurna dari strategi pemasaran global adalah jika perusahaan mampu melakukan glocalization , yaitu sudah melokal di negara-negara yang ditargetnya. Glocal Co. adalah perusahaan- perusahaan yang sudah mampu melokalisasi (localize ) produk dan layanannya sehingga sesuai dengan kondisi spesifik di pasar tujuan.
Melalui aktivitas riset pasar, pengembangan produk, produksi, distribusi/pemasaran, hingga layanan purna jual di host country , perusahaan- perusahaan ini mencoba memahami karakteristik pasar negara tujuan, kemudian mengadaptasi produk dan layanan mereka hingga pas dengan kondisi lokal tersebut. Salah satu Glocal Co karya anak negeri adalah Indomie.
Di beberapa negara, Indomie sudah menjadi household brand yang dikenal luas oleh konsumen, contohnya di Nigeria. Indomie sudah menjadi household brand yang melokal di negeri Afrika Barat itu karena sudah hadir di situ sejak 20 tahun lalu dan merupakan produsen mi instan terbesar di Afrika Barat. Dari pabrik di Nigeria ini Indomie diekspor ke berbagai penjuru dunia.
Karena melakukan aktivitas pemasaran dan building brand sejak lama, Indomie sangat populer di Nigeria. Di samping Indomie, beberapa merek karya anak negeri juga telah sukses menjadi glocal brand di pasar luar negeri. Sebut saja Kopiko bikinan Mayora yang leading di Filipina, Tiongkok, dan Polandia.
Ada juga Deabetasol dan Extra Joss bikinan Kalbe yang merajai pasar Filipina. Begitu juga Mixagrip dan Procold bikinan Kalbe serta Boska bikinan Dexa Medica yang sangat terkenal di Nigeria.
Yuswohady Program Director Indonesia Brand Forum (IBF)
(ftr)