PBB Desak ASEAN Atasi Krisis Imigran

Rabu, 20 Mei 2015 - 10:43 WIB
PBB Desak ASEAN Atasi Krisis Imigran
PBB Desak ASEAN Atasi Krisis Imigran
A A A
JENEWA - Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) meminta Indonesia, Malaysia, dan Thailand, serta ASEAN (Asosiasi Negara-Negara Asia Tenggara) untuk mengatasi krisis pengungsi Rohingya.

Sekjen PBB Ban Ki-moon menyerukan berbagai negara Asia Tenggara untuk memenuhi tugas mereka menyelamatkan para pengungsi yang stres di lautan lepas. Dia memperingatkan, para manusia perahu itu bisa tewas di lautan ketika negara sekitar kawasan gagal menyelamatkan mereka. ”Negara (di Asia Tenggara) harus melaksanakan kewajiban untuk menyelamatkan (para pengungsi) di laut dan tidak boleh mengusir pengungsi,” kata Ban dalam konferensi pers di Incheon, Korea Selatan, kemarin.

PBB juga menyerukan agar ketiga negara tersebut dan ASEAN menjadikan penyelamatan para pengungsi Rohingya sebagai prioritas. Ketiga negara tersebut juga diminta untuk memperkuat operasi penyelamatan dan pencarian manusia perahu. Para pengungsi juga harus mendapatkan fasilitas penampungan yang aman serta pelayanan medis.

”Warga etnik Rohingya harus mendapatkan perlindungan sebagai pengungsi, pencari suaka, orang tanpa kewarganegaraan, atau korban perdagangan manusia,” demikian seruan beberapa badan PBB kemarin. Seruan tersebut ditandatangani Komisioner Tinggi untuk urusan Pengungsi PBB Antonio Guterres, Komisioner Tinggi untuk urusan Migrasi William L. Swing dan Peter Sutherland, serta perwakilan Sekjen PBB untuk Migrasi Internasional dan Pembangunan.

Menanggapi kritikan PBB, Filipina kemarin menyatakan siap membantu manusia perahu asal Rohingya dan Bangladesh. ”Kita memiliki komitmen dan kewajiban untuk memberikan bantuan kemanusiaan bagi para pencari suaka,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Filipina Charles Jose kepada stasiun televisi ANC . Namun, dia tidak menjelaskan pertolongan seperti apa yang akan diberikan Filipina.

Sedangkan Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi akan bertemu dengan Menlu Malaysia dan Thailand pada hari ini. Indonesia akan mengusulkan tiga hal dalam pertemuan tersebut untuk menyelesaikan krisis pengungsi Rohingya. Pertama, Indonesia mengusulkan untuk mencari latar belakang konflik etnis Rohingya di Myanmar.

Kedua, Indonesia menginisiasi adanya prinsip berbagi tugas dan tanggung jawab antara negara asal, negara transit, dan negara tujuan para pengungsi. ”Ketiga, kita perlu kerja sama transnational crime untuk menyelesaikan isu perdagangan manusia yang menjadi penyebab etnis Rohingya meninggalkan negara asalnya,” ungkapnya.

Berdasarkan data Kementerian Luar Negeri (Kemlu), sebanyak 1.346 imigran asal Bangladesh dan etnik Rohingya dari Myanmar masuk ke wilayah Indonesia. ”Jumlah pengungsi Bangladesh dan Rohingya di wilayah kita ada 1.346. Kita sudah bekerja sama dengan UNHCR dan IOM. Kita juga merawat mereka dengan baik,” katanya.

Dia mengungkapkan, masalah pengungsi bukan masalah satu atau dua negara. ”Pengungsi adalah urusan regional dan menjadi masalah internasional,” katanya. Sebelumnya, aksi Pemerintah Indonesia, Malaysia dan Thailand telah menimbulkan kecaman internasional terkait penolakan masuk bagi para manusia perahu Rohingya dari Myanmar dan Bangladesh.

Kini banyak pengungsi yang terkatung- katung di lautan tanpa bekal makanan dan tujuan pasti. PBB mengungkapkan, 88.000 migran Rohingya mencoba mengungsi sejak 2014. Sebanyak 25.000 orang telah mendarat dalam tiga bulan pertama tahun ini. Sebanyak 3.000 migran diselamatkan otoritas di Indonesia, Malaysia dan Filipina pada satu pekan terakhir.

”1.000 migran diyakini telah tewas di laut dikarenakan minimnya keselamatan selama perjalanan. Jumlah yang sama mengalami kekerasan serta pelecehan yang dilakukan para oknum penyelundup manusia,” demikian keterangan PBB.

Selama pelayaran di Teluk Benggala, para migran dan pengungsi hanya diberi makan nasi putih dan mengalami kekerasan termasuk kekerasan seksual. Para wanita diperkosa, anak-anak dipisahkan dari orang tua mereka dan dijadikan budak. Banyak pengungsi lelaki yang mengalami penyiksaan dan dibuang di lautan.

Badan PBB urusan Pengungsi (UNHCR) mengatakan, setiap musim semi banyak perahu berlayar ke arah selatan Teluk Benggala, berusaha menaklukkan badai hujan, mengorbankan nyawa ratusan orang. Faktor ekonomi menjadi alasan utama sebagian besar pengungsi asal Bangladesh. Sedangkan, warga etnik Rohingya melarikan diri dari negaranya akibat sering mengalami kekerasan sektarian dan diskriminasi.

Di Myanmar, ratusan orang calon pengungsi harus kembali ke Negara bagian Rakhine setelah membayar USD182-273 (Rp2,3-3,5 juta). UNHCR meminta Myanmar agar tidak menghukum mereka. ”Para pengungsi melaporkan, mereka mengalami kekurangan pangan, dehidrasi, dan kekerasan dalam pelayaran hingga tiba di Thailand, Malaysia, dan Indonesia,” ungkap UNHCR.

Arvin/ant
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6120 seconds (0.1#10.140)
pixels